Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa Adopsi Pakta Migrasi Global
A
A
A
MARRAKESH - Mayoritas negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi pakta global tidak mengikat untuk menangani aliran migran dengan lebih baik.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Maroko Nasser Bourita mengumumkan keputusan sebagai tuan rumah konferensi PBB di Marrakesh. Tidak ada voting resmi dalam pembuatan keputusan itu. Pada Juli, semua 193 negara anggota PBB, kecuali Amerika Serikat (AS), telah menyelesaikan pakta global untuk keamanan, ketertiban, dan migrasi reguler dalam penanganan migrasi yang lebih baik.
Sejak saat itu teks kesepakatan mendapat kritik dari sebagian besar politisi sayap kanan Eropa yang menilainya dapat meningkatkan imigrasi dari negara-negara Afrika dan Arab.
Sekitar enam negara anggota Uni Eropa (UE), sebagian besar bekas Komunis Eropa Timur telah menjauh dari kesepakatan itu. Belum jelas berapa banyak negara yang hadir di Marrakesh. PBB telah menyebut jumlah negara yang mendaftar hingga Minggu (9/12) sebanyak lebih dari 150 negara.
Pakta itu merupakan kerangka kerja untuk kerjasama dan bertujuan mengurangi migrasi ilegal, membantu integrasi migran, dan mengembalikan mereka ke negara asalnya. Pada Minggu (9/12), Cile menjadi negara terbaru yang keluar dan Perdana Menteri (PM) Belgia Charles Michel menyatakan partai terbesar dalam koalisinya mundur karena menolak kesepakatan itu.
Pada November, pemerintahan sayap kanan Austria yang kini menjadi presiden UE menyatakan mundur dari kesepakatan itu. Menurut mereka, kesepakatan itu akan mengaburkan garis antara migrasi legal dan ilegal. Australia juga menyatakan pada November bahwa pihaknya tidak akan menandatangani ke sepakatan migrasi karena akan mengompromikan kebijakan imigrasi garis keras dan membahayakan keamanan nasional.
Perwakilan Khusus PBB untuk Migrasi Internasional Louise Arbour menyatakan lebih dari 150 pemerintahan telah mendaftar untuk acara di Kota Marrakesh, Maroko, untuk mengadopsi kesepakatan itu pada Senin (10/12).
Arbour menjelaskan, pakta itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, tapi dapat menyediakan panduan sangat berguna bagi semua negara yang menghadapi masalah migrasi. “Banyak tantangan akan menghadang penerapannya, paling tidak cerita beracun dan kurang informasi yang sering kali ada saat menyangkut para migran,” kata Arbour dilansir Reuters. Menteri Dalam Negeri Cile Rodrigo Ubilla menyatakan perwakilan negaranya tidak akan hadir dalam acara itu.
“Kami telah katakan bahwa migrasi bukan hak asasi manusia. Negara-negara memiliki hak menentukan persyaratan masuk bagi warga asing,” ujar dia. Kanselir Jerman Angela Merkel yang terkenal dengan kebijakan pintu terbuka untuk migran akan hadir dalam acara tersebut.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Maroko Nasser Bourita mengumumkan keputusan sebagai tuan rumah konferensi PBB di Marrakesh. Tidak ada voting resmi dalam pembuatan keputusan itu. Pada Juli, semua 193 negara anggota PBB, kecuali Amerika Serikat (AS), telah menyelesaikan pakta global untuk keamanan, ketertiban, dan migrasi reguler dalam penanganan migrasi yang lebih baik.
Sejak saat itu teks kesepakatan mendapat kritik dari sebagian besar politisi sayap kanan Eropa yang menilainya dapat meningkatkan imigrasi dari negara-negara Afrika dan Arab.
Sekitar enam negara anggota Uni Eropa (UE), sebagian besar bekas Komunis Eropa Timur telah menjauh dari kesepakatan itu. Belum jelas berapa banyak negara yang hadir di Marrakesh. PBB telah menyebut jumlah negara yang mendaftar hingga Minggu (9/12) sebanyak lebih dari 150 negara.
Pakta itu merupakan kerangka kerja untuk kerjasama dan bertujuan mengurangi migrasi ilegal, membantu integrasi migran, dan mengembalikan mereka ke negara asalnya. Pada Minggu (9/12), Cile menjadi negara terbaru yang keluar dan Perdana Menteri (PM) Belgia Charles Michel menyatakan partai terbesar dalam koalisinya mundur karena menolak kesepakatan itu.
Pada November, pemerintahan sayap kanan Austria yang kini menjadi presiden UE menyatakan mundur dari kesepakatan itu. Menurut mereka, kesepakatan itu akan mengaburkan garis antara migrasi legal dan ilegal. Australia juga menyatakan pada November bahwa pihaknya tidak akan menandatangani ke sepakatan migrasi karena akan mengompromikan kebijakan imigrasi garis keras dan membahayakan keamanan nasional.
Perwakilan Khusus PBB untuk Migrasi Internasional Louise Arbour menyatakan lebih dari 150 pemerintahan telah mendaftar untuk acara di Kota Marrakesh, Maroko, untuk mengadopsi kesepakatan itu pada Senin (10/12).
Arbour menjelaskan, pakta itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, tapi dapat menyediakan panduan sangat berguna bagi semua negara yang menghadapi masalah migrasi. “Banyak tantangan akan menghadang penerapannya, paling tidak cerita beracun dan kurang informasi yang sering kali ada saat menyangkut para migran,” kata Arbour dilansir Reuters. Menteri Dalam Negeri Cile Rodrigo Ubilla menyatakan perwakilan negaranya tidak akan hadir dalam acara itu.
“Kami telah katakan bahwa migrasi bukan hak asasi manusia. Negara-negara memiliki hak menentukan persyaratan masuk bagi warga asing,” ujar dia. Kanselir Jerman Angela Merkel yang terkenal dengan kebijakan pintu terbuka untuk migran akan hadir dalam acara tersebut.
(don)