Indonesia dan 8 Negara Sepakat Berbagi Informasi Soal Terorisme
A
A
A
JAKARTA - Indonesia, Australia dan tujuh negara lainnya di kawasan sepakat untuk bekerjasama dalam berbagi informasi mengenai warganya yang bergabung dengan kelompok teroris di luar negeri.
Berbicara dalam konferensi pasca pertemuan pertemuan sub-regional mengenai terorisme, Menkopolhukam, Wiranto menuturkan, masalah foreign teroris fighter (FTF) menjadi salah satu pembahasan utama dalam pertemuan itu.
"FTF dari awal kita sudah bicara untuk hadapi FTF, karena ini sesuatu yang tidak bisa dielakan, sesuatu yang telah terjadi. Setelah mereka kembali kembali ke negara asal, setelah alami suatu pelatihan dan pengalaman perang, maka tentu ini berbahaya kalau tidak ada upaya perangi mereka," ucap Wiranto pada Selasa (6/11).
Dia lalu menuturkan, seluruh pihak sepakat untuk gunakan dua cara untuk menanggulangi hal ini, yakni dengan pendekatan keras dan lembut. Pendekatan keras, semua negara sepakat untuk segera menangkap dan memenjarakan mereka yang nyata telah lakukan tindakan terorisme.
Sedangkan cara halus, Indonesia dan delapan negara lainnya sepakat untuk mencoba menggunakan para FTF ini untuk membongkar jaringan FTF yang bisa berkembang di negara asal.
"Kami sepakat untuk saling berbagi informasi dan pengalaman agar negara peserta punya pemahaman sama. Punya suatu cara sama bahkan tukar menukar info sehingga anatomi dari jaringan teorisme dapat kita ketahui bersama dan lawan bersama. Untuk FTF tidak ada satu negara yang mampu sendirian lawan teorisme," ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Australia, Peter Dutton pada gilirannya menuturkan, pertemuan kali ini membahas bagaimana melacak para FTF yang kembali ke negara asal. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah mengenai keamanan perbatasan, yang merupakan titik awal untuk mencegah para FTF ini kembali masuk ke negara asal mereka.
"Orang-orang melintasi perbatasan masuk dan keluar dan kami telah mendiskusikan bahwa kami dapat lebih lanjut berkolaborasi mengenai hal ini. Itu fokus kita hari ini, dan kami berharap kami dapat melanjutkan kerjasama antara inteligen dan badan-badan penegak hukum untuk menghalau ancaman," ungkapnya.
Berbicara dalam konferensi pasca pertemuan pertemuan sub-regional mengenai terorisme, Menkopolhukam, Wiranto menuturkan, masalah foreign teroris fighter (FTF) menjadi salah satu pembahasan utama dalam pertemuan itu.
"FTF dari awal kita sudah bicara untuk hadapi FTF, karena ini sesuatu yang tidak bisa dielakan, sesuatu yang telah terjadi. Setelah mereka kembali kembali ke negara asal, setelah alami suatu pelatihan dan pengalaman perang, maka tentu ini berbahaya kalau tidak ada upaya perangi mereka," ucap Wiranto pada Selasa (6/11).
Dia lalu menuturkan, seluruh pihak sepakat untuk gunakan dua cara untuk menanggulangi hal ini, yakni dengan pendekatan keras dan lembut. Pendekatan keras, semua negara sepakat untuk segera menangkap dan memenjarakan mereka yang nyata telah lakukan tindakan terorisme.
Sedangkan cara halus, Indonesia dan delapan negara lainnya sepakat untuk mencoba menggunakan para FTF ini untuk membongkar jaringan FTF yang bisa berkembang di negara asal.
"Kami sepakat untuk saling berbagi informasi dan pengalaman agar negara peserta punya pemahaman sama. Punya suatu cara sama bahkan tukar menukar info sehingga anatomi dari jaringan teorisme dapat kita ketahui bersama dan lawan bersama. Untuk FTF tidak ada satu negara yang mampu sendirian lawan teorisme," ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Australia, Peter Dutton pada gilirannya menuturkan, pertemuan kali ini membahas bagaimana melacak para FTF yang kembali ke negara asal. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah mengenai keamanan perbatasan, yang merupakan titik awal untuk mencegah para FTF ini kembali masuk ke negara asal mereka.
"Orang-orang melintasi perbatasan masuk dan keluar dan kami telah mendiskusikan bahwa kami dapat lebih lanjut berkolaborasi mengenai hal ini. Itu fokus kita hari ini, dan kami berharap kami dapat melanjutkan kerjasama antara inteligen dan badan-badan penegak hukum untuk menghalau ancaman," ungkapnya.
(esn)