Migran Pertama Tiba di Mexico City
A
A
A
MEXICO CITY - Gelombang migran pertama asal Amerika Tengah telah tiba di Mexico City dan tinggal sementara di stadion olahraga. Mereka merupakan bagian dari kafilah migran yang bertujuan ke Amerika Serikat (AS) untuk mencari suaka.
Lebih dari 1.000 warga Amerika Tengah itu melarikan diri dari kekerasan dan kesulitan ekonomi di negara asalnya. Mereka tinggal di stadion tempat pemerintah kota membangun dapur umur dan bantuan medis.
Menjelang pemilu kongres AS pada Selasa (6/11), Presiden Donald Trump memperingatkan berulang kali tentang mendekatnya kafilah migran. Trump memerintahkan ribuan tentara ke perbatasan Meksiko dan memasang pagar kawat berduri pada akhir pekan ini.
Para migran tiba di ibu kota Meksiko itu empat pekan setelah meninggalkan kota San Pedro Sula, Honduras. Mexico City masih berjarak 805 km dari perlintasan perbatasan terdekat di Texas, AS.
“Kepala kami ingin segera ke Amerika Serikat untuk memenuhi mimpi Amerika. Kami memiliki keyakinan pada Tuhan bahwa kami akan melakukan ini, apa pun kondisinya,” kata Mauricio Mancilla yang melakukan perjalanan dengan putranya berusia enam tahun dari San Pedro Sula.
Ribuan orang lainnya dari Amerika Tengah bergerak dalam beberapa kelompok di Veracruz, pusat Puebla, dan di selatan Chiapas. “Ini eksodus. Ini tanpa prioritas,” kata Alejandro Solalinde, pendeta Katolik dan aktivis hak asasi migran pada Reuters .
Pemerintah AS menekan Meksiko agar menghentikan pergerakan migran. Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto telah menawarkan dokumen identifikasi sementara dan pekerjaan jika mereka mendaftar untuk suaka di negara bagian Chiapas dan Oaxaca.
Pemerintah Meksiko menyatakan telah memproses hampir 2.800 pencari suaka dan sekitar 1.100 warga Amerika Tengah telah dideportasi. Di ibu kota Meksiko yang terkenal dengan Virgin of Guadalupe, sekelompok relawan meniup tanduk kerbau dan menawarkan tumpangan bus pada para migran untuk menuju stadion.
Cesar Gomez, 20, asal Guatemala menyatakan, dia bergabung dengan kafilah migran untuk menghindari bahaya melakukan perjalanan sendiri dan agar tidak membayar ribuan dolar pada penyelundup manusia.
“Ini peluang bagus. Hal pertama untuk dicoba ke AS. Jika tidak, mungkin saya akan tinggal di sini,” kata dia sambil menunggu tumpangan bus. Akhir bulan lalu, Trump mengirimkan lebih dari 5.200 tentara untuk mengamankan perbatasan Meksiko. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan perkiraan saat Trump menegaskan sikapnya dalam isu imigrasi.
Langkah Trump ini dilakukan seiring mendekatnya kafilah migran dari Guatemala. “Ini merupakan aksi penjajahan terhadap negeri ini (AS), tapi militer kami sudah menunggu kalian (imigran Guatemala),” kicau Trump di Twitter dikutip japantimes.co.jp.
Pentagon telah melaksanakan misi Operasi Patriot Setia untuk membantu petugas perbatasan dan bea cukai dalam memperkuat garis pertahanan. Juru bicara militer AS Jenderal Terrence O'Shaughnessy mengatakan timnya siap mengamankan wilayah perbatasan AS dengan mengirimkan pasukan dan helikopter. Berdasarkan penuturan O’Shaughnessy, sekitar 5.200 ribu pasukan akan menjaga Texas Selatan, kemudian Arizona dan California.
“Presiden telah menjelaskan bahwa keamanan perbatasan merupakan keamanan nasional,” kata O’Shaughnessy yang menyatakan 800 hingga 1.000 tentara diprediksi dikerahkan oleh AS. O’Shaughnessy menyatakan beberapa tentara akan di persenjatai meski tidak jelas siapa yang mungkin memerlukan senjata itu.
Sebanyak 7.200 imigran dari Guatemala telah berjalan berbondong-bondong meninggalkan negaranya sekitar sepekan lalu. Mereka telah memasuki Meksiko menuju AS. Namun, gelombang kedua yang terdiri atas 600 imigran bentrok dengan polisi Meksiko dijembatan yang menghubungkan kedua negara.
Keputusan Pemerintah AS melibatkan personil militer tidak disambut positif semua pihak. Shaw Drake dari Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) menilai pengiriman pasukan militer aktif menuju wilayah selatan tidak hanya menghamburkan uang rakyat, tapi juga menjadi aksi yang akan kian memperpanas situasi di sana.
Lebih dari 1.000 warga Amerika Tengah itu melarikan diri dari kekerasan dan kesulitan ekonomi di negara asalnya. Mereka tinggal di stadion tempat pemerintah kota membangun dapur umur dan bantuan medis.
Menjelang pemilu kongres AS pada Selasa (6/11), Presiden Donald Trump memperingatkan berulang kali tentang mendekatnya kafilah migran. Trump memerintahkan ribuan tentara ke perbatasan Meksiko dan memasang pagar kawat berduri pada akhir pekan ini.
Para migran tiba di ibu kota Meksiko itu empat pekan setelah meninggalkan kota San Pedro Sula, Honduras. Mexico City masih berjarak 805 km dari perlintasan perbatasan terdekat di Texas, AS.
“Kepala kami ingin segera ke Amerika Serikat untuk memenuhi mimpi Amerika. Kami memiliki keyakinan pada Tuhan bahwa kami akan melakukan ini, apa pun kondisinya,” kata Mauricio Mancilla yang melakukan perjalanan dengan putranya berusia enam tahun dari San Pedro Sula.
Ribuan orang lainnya dari Amerika Tengah bergerak dalam beberapa kelompok di Veracruz, pusat Puebla, dan di selatan Chiapas. “Ini eksodus. Ini tanpa prioritas,” kata Alejandro Solalinde, pendeta Katolik dan aktivis hak asasi migran pada Reuters .
Pemerintah AS menekan Meksiko agar menghentikan pergerakan migran. Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto telah menawarkan dokumen identifikasi sementara dan pekerjaan jika mereka mendaftar untuk suaka di negara bagian Chiapas dan Oaxaca.
Pemerintah Meksiko menyatakan telah memproses hampir 2.800 pencari suaka dan sekitar 1.100 warga Amerika Tengah telah dideportasi. Di ibu kota Meksiko yang terkenal dengan Virgin of Guadalupe, sekelompok relawan meniup tanduk kerbau dan menawarkan tumpangan bus pada para migran untuk menuju stadion.
Cesar Gomez, 20, asal Guatemala menyatakan, dia bergabung dengan kafilah migran untuk menghindari bahaya melakukan perjalanan sendiri dan agar tidak membayar ribuan dolar pada penyelundup manusia.
“Ini peluang bagus. Hal pertama untuk dicoba ke AS. Jika tidak, mungkin saya akan tinggal di sini,” kata dia sambil menunggu tumpangan bus. Akhir bulan lalu, Trump mengirimkan lebih dari 5.200 tentara untuk mengamankan perbatasan Meksiko. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan perkiraan saat Trump menegaskan sikapnya dalam isu imigrasi.
Langkah Trump ini dilakukan seiring mendekatnya kafilah migran dari Guatemala. “Ini merupakan aksi penjajahan terhadap negeri ini (AS), tapi militer kami sudah menunggu kalian (imigran Guatemala),” kicau Trump di Twitter dikutip japantimes.co.jp.
Pentagon telah melaksanakan misi Operasi Patriot Setia untuk membantu petugas perbatasan dan bea cukai dalam memperkuat garis pertahanan. Juru bicara militer AS Jenderal Terrence O'Shaughnessy mengatakan timnya siap mengamankan wilayah perbatasan AS dengan mengirimkan pasukan dan helikopter. Berdasarkan penuturan O’Shaughnessy, sekitar 5.200 ribu pasukan akan menjaga Texas Selatan, kemudian Arizona dan California.
“Presiden telah menjelaskan bahwa keamanan perbatasan merupakan keamanan nasional,” kata O’Shaughnessy yang menyatakan 800 hingga 1.000 tentara diprediksi dikerahkan oleh AS. O’Shaughnessy menyatakan beberapa tentara akan di persenjatai meski tidak jelas siapa yang mungkin memerlukan senjata itu.
Sebanyak 7.200 imigran dari Guatemala telah berjalan berbondong-bondong meninggalkan negaranya sekitar sepekan lalu. Mereka telah memasuki Meksiko menuju AS. Namun, gelombang kedua yang terdiri atas 600 imigran bentrok dengan polisi Meksiko dijembatan yang menghubungkan kedua negara.
Keputusan Pemerintah AS melibatkan personil militer tidak disambut positif semua pihak. Shaw Drake dari Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) menilai pengiriman pasukan militer aktif menuju wilayah selatan tidak hanya menghamburkan uang rakyat, tapi juga menjadi aksi yang akan kian memperpanas situasi di sana.
(don)