Kutuk Sanksi, Jong-un Sebut sebagai Karya Pasukan Musuh
A
A
A
SEOUL - Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un, mengutuk sanksi internasional terhadap negaranya. Ia menyebut hal itu sebagai karya pasukan musuh untuk menghambat upaya meningkatkan standar hidup warganya.
Berbicara selama perjalanan ke sebuah situs konstruksi di distrik Wonsan Kalma di pantai timur negara itu, Jong-un menegaskan ia menentang sanksi "kasar" pada rezimnya.
"Pasukan musuh dengan bodohnya tertarik pada sanksi kejam untuk menghalangi kami dalam mempromosikan kesejahteraan rakyat dan pengembangan serta pemimpin kita untuk berubah dan tunduk," kata Jong-un.
"Tapi mereka akan dibuat untuk melihat dengan jelas bagaimana negara kita membangun kekuatannya ratusan kali, menentang kesulitan untuk membangun negara yang kuat melalui kekuatan, teknologi dan upaya kita sendiri," imbuhnya seperti dikutip dari The Telegraph, Kamis (1/11/2018).
Media pemerintah Korut dalam beberapa hari terakhir menyuarakan pernyataan-pernyataan Jong-un, dengan situs web Uriminzokkiri menyatakan sanksi-sanksi itu menjadi sebuah fabrikasi yang bertujuan meningkatkan konfrontasi dan krisis perang dengan memblokade pertukaran dan kerja sama.
Meskipun ada desakan Washington bahwa Korut perlu menunjukkan bukti kuat komitmen sebelumnya untuk menghapuskan kemampuan senjata nuklirnya, China dan Rusia telah secara bertahap melonggarkan sanksi terhadap Pyongyang dalam beberapa bulan terakhir.
Pemerintah Korea Selatan (Korsel) juga menyerukan kepada AS untuk menunjukkan fleksibilitas pada masalah ini, dengan pemerintah Moon Jae-in bersikeras bahwa Korut akan merespon secara positif jika sanksi dilunakkan.
Moon Chung-in, penasihat khusus presiden untuk unifikasi, diplomasi, dan keamanan nasional, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan The Korea Times bahwa Trump membutuhkan sikap yang berbeda terhadap Korut.
“AS memandang Korea Utara dalam kerangka kejahatan dan hukuman; ini adalah konstruksi sosial dari realitas bahwa Korut menipu dan bohong," katanya.
“Tetapi jika hanya melihat Pyongyang melalui frame ini maka tidak ada jalan keluar. Perlu ada pendekatan yang lebih pragmatis dan fleksibel terhadap Korea Utara,” imbuhnya.
Selama pertemuan terakhir antara pejabat senior Korut dan Mike Pompeo, menteri luar negeri AS, Pyongyang menolak memberikan daftar fasilitas dan aset nuklir. Washington mengatakan tidak akan ada kemajuan dalam pembicaraan denuklirisasi yang macet sampai Pyongyang bersih dari kemampuan nuklirnya.
Berbicara selama perjalanan ke sebuah situs konstruksi di distrik Wonsan Kalma di pantai timur negara itu, Jong-un menegaskan ia menentang sanksi "kasar" pada rezimnya.
"Pasukan musuh dengan bodohnya tertarik pada sanksi kejam untuk menghalangi kami dalam mempromosikan kesejahteraan rakyat dan pengembangan serta pemimpin kita untuk berubah dan tunduk," kata Jong-un.
"Tapi mereka akan dibuat untuk melihat dengan jelas bagaimana negara kita membangun kekuatannya ratusan kali, menentang kesulitan untuk membangun negara yang kuat melalui kekuatan, teknologi dan upaya kita sendiri," imbuhnya seperti dikutip dari The Telegraph, Kamis (1/11/2018).
Media pemerintah Korut dalam beberapa hari terakhir menyuarakan pernyataan-pernyataan Jong-un, dengan situs web Uriminzokkiri menyatakan sanksi-sanksi itu menjadi sebuah fabrikasi yang bertujuan meningkatkan konfrontasi dan krisis perang dengan memblokade pertukaran dan kerja sama.
Meskipun ada desakan Washington bahwa Korut perlu menunjukkan bukti kuat komitmen sebelumnya untuk menghapuskan kemampuan senjata nuklirnya, China dan Rusia telah secara bertahap melonggarkan sanksi terhadap Pyongyang dalam beberapa bulan terakhir.
Pemerintah Korea Selatan (Korsel) juga menyerukan kepada AS untuk menunjukkan fleksibilitas pada masalah ini, dengan pemerintah Moon Jae-in bersikeras bahwa Korut akan merespon secara positif jika sanksi dilunakkan.
Moon Chung-in, penasihat khusus presiden untuk unifikasi, diplomasi, dan keamanan nasional, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan The Korea Times bahwa Trump membutuhkan sikap yang berbeda terhadap Korut.
“AS memandang Korea Utara dalam kerangka kejahatan dan hukuman; ini adalah konstruksi sosial dari realitas bahwa Korut menipu dan bohong," katanya.
“Tetapi jika hanya melihat Pyongyang melalui frame ini maka tidak ada jalan keluar. Perlu ada pendekatan yang lebih pragmatis dan fleksibel terhadap Korea Utara,” imbuhnya.
Selama pertemuan terakhir antara pejabat senior Korut dan Mike Pompeo, menteri luar negeri AS, Pyongyang menolak memberikan daftar fasilitas dan aset nuklir. Washington mengatakan tidak akan ada kemajuan dalam pembicaraan denuklirisasi yang macet sampai Pyongyang bersih dari kemampuan nuklirnya.
(ian)