Tutup Konsulat di Yerusalem, Palestina Kutuk Keputusan AS
A
A
A
YERUSALEM - Pemimpin Palestina mengutuk keputusan Washington untuk menggabungkan konsulatnya untuk negara itu dengan kedutaanya yang baru di Israel. Palestina menyebutnya sebagai keputusan ideologis.
Amerika Serikat (AS) menempatkan misi diplomatik utamanya untuk Palestina di bawah kendali Israel. Ini adalah pukulan lebih lanjut untuk Palestina di bawah pemerintahan Trump.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan konsulat jenderal, sebuah kantor terpisah yang menangani hubungan dengan Palestina, akan digantikan oleh Unit Urusan Palestina baru di dalam kedutaan AS yang kontroversial di Yerusalem.
Langkah itu akan membuat duta besar AS untuk Israel, David Friedman, yang dicerca oleh warga Palestina atas dukungannya bagi permukiman Israel di Tepi Barat, menjadi lawan bicara utama dengan kepemimpinan Palestina.
Perubahan itu dengan cepat dikutuk oleh Palestina, yang memandang kebijakan AS sebagai perubahan tajam ke arah Israel di bawah Presiden Trump.
Para pendukung pro-Israel memuji keputusan itu, dengan mengatakan itu menegaskan bahwa AS mengakui seluruh Yerusalem sebagai bagian dari Israel.
"Keputusan ini didorong oleh upaya global kami untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi kami. Ini tidak menandakan perubahan kebijakan AS," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan.
Namun pimpinan Palestina menolak pernyataan Pompeo.
"Keputusan itu banyak berkaitan dengan menyenangkan sebuah tim ideologis AS yang bersedia membubarkan fondasi kebijakan luar negeri Amerika, dan sistem internasional, untuk memberi imbalan atas pelanggaran dan kejahatan Israel," kata kepala perunding Palestina, Saeb Erekat, seperti dikutip dari Al Araby, Jumat (19/10/2018).
Kekuasaan internasional selama puluhan tahun mempertahankan representasi yang terpisah dan otonom kepada Israel dan Palestina atas dasar mendukung pembentukan negara Palestina merdeka.
Mereka bersikeras bahwa status Yerusalem, yang dianggap oleh kedua Israel dan Palestina sebagai Ibu Kota mereka, harus dinegosiasikan antara pihak-pihak sebagai bagian dari kesepakatan akhir.
Namun Trump mengakhiri kebijakan AS selama beberapa dekade pada Desember lalu ketika dia mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, yang mendorong Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk memboikot pemerintahannya.
Sejak itu pemerintahan Trump telah memaksa Palestina untuk menutup misi diplomatik mereka di Washington dan telah memangkas ratusan juta dolar bantuan, dalam upaya untuk memaksa Palestina ke meja perundingan.
Menantu Trump, Jared Kushner, bersama Friedman dan utusan perdamaian Jason Greenblatt, telah bekerja selama berbulan-bulan untuk sebuah proposal perdamaian yang masih rahasia, yang ditakutkan orang Palestina akan terlalu berat terhadap Israel.
Para analis mengatakan kebijakan ini hampir menutup semua kontak diplomatik langsung antara AS dan Palestina.
Amerika Serikat (AS) menempatkan misi diplomatik utamanya untuk Palestina di bawah kendali Israel. Ini adalah pukulan lebih lanjut untuk Palestina di bawah pemerintahan Trump.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan konsulat jenderal, sebuah kantor terpisah yang menangani hubungan dengan Palestina, akan digantikan oleh Unit Urusan Palestina baru di dalam kedutaan AS yang kontroversial di Yerusalem.
Langkah itu akan membuat duta besar AS untuk Israel, David Friedman, yang dicerca oleh warga Palestina atas dukungannya bagi permukiman Israel di Tepi Barat, menjadi lawan bicara utama dengan kepemimpinan Palestina.
Perubahan itu dengan cepat dikutuk oleh Palestina, yang memandang kebijakan AS sebagai perubahan tajam ke arah Israel di bawah Presiden Trump.
Para pendukung pro-Israel memuji keputusan itu, dengan mengatakan itu menegaskan bahwa AS mengakui seluruh Yerusalem sebagai bagian dari Israel.
"Keputusan ini didorong oleh upaya global kami untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi kami. Ini tidak menandakan perubahan kebijakan AS," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan.
Namun pimpinan Palestina menolak pernyataan Pompeo.
"Keputusan itu banyak berkaitan dengan menyenangkan sebuah tim ideologis AS yang bersedia membubarkan fondasi kebijakan luar negeri Amerika, dan sistem internasional, untuk memberi imbalan atas pelanggaran dan kejahatan Israel," kata kepala perunding Palestina, Saeb Erekat, seperti dikutip dari Al Araby, Jumat (19/10/2018).
Kekuasaan internasional selama puluhan tahun mempertahankan representasi yang terpisah dan otonom kepada Israel dan Palestina atas dasar mendukung pembentukan negara Palestina merdeka.
Mereka bersikeras bahwa status Yerusalem, yang dianggap oleh kedua Israel dan Palestina sebagai Ibu Kota mereka, harus dinegosiasikan antara pihak-pihak sebagai bagian dari kesepakatan akhir.
Namun Trump mengakhiri kebijakan AS selama beberapa dekade pada Desember lalu ketika dia mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, yang mendorong Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk memboikot pemerintahannya.
Sejak itu pemerintahan Trump telah memaksa Palestina untuk menutup misi diplomatik mereka di Washington dan telah memangkas ratusan juta dolar bantuan, dalam upaya untuk memaksa Palestina ke meja perundingan.
Menantu Trump, Jared Kushner, bersama Friedman dan utusan perdamaian Jason Greenblatt, telah bekerja selama berbulan-bulan untuk sebuah proposal perdamaian yang masih rahasia, yang ditakutkan orang Palestina akan terlalu berat terhadap Israel.
Para analis mengatakan kebijakan ini hampir menutup semua kontak diplomatik langsung antara AS dan Palestina.
(ian)