Bunga Sakura Mekar Lebih Awal
A
A
A
TOKYO - Bunga sakura mulai mekar di penjuru Jepang, enam bulan lebih awal. Kondisi langka ini terjadi setelah dua badai menerjang negara itu pada September.
Badai telah menggugurkan semua daun pohon sakura, membawa udara panas dan membuat pohon sakura itu mengeluarkan bunga warna pink. “Kami mendapat sejumlah laporan setiap tahun bunga sakura mekar lebih awal, tapi itu hanya terjadi pada beberapa wilayah tertentu,” ujar Toru Koyama, pejabat senior di Asosiasi Bunga Jepang, pada kantor berita Reuters .
Dia menambahkan bahwa saat ini mereka mendengar bahwa bunga sakura mekar di penjuru negeri. “Dua badai, termasuk badai paling kuat yang menerjang Jepang dalam 25 tahun, telah memperlemah bahan kimia yang mengurangi bunga pink dan putih dengan menggugurkan daun-daun atau menutupinya dengan air garam,” kata Koyama.
Udara yang tertarik ke atas oleh badai dari wilayah tropis kemudian membawa suhu hangat diikuti oleh suhu lebih dingin yang meniru cuaca musim gugur yang menjadi sinyal waktu yang tepat untuk mekar.
Jumlah bunga yang mekar awal itu masih sedikit sehingga orang yang biasa melihat bunga sakura itu mekar pada musim semi mungkin tidak melihat banyak perbedaan.
Mekarnya bunga sakura secara tak terduga itu pun semakin menambah kekhawatiran di penjuru dunia tentang masalah pemanasan global dan gelombang panas yang memicu kebakaran hutan dan badai super kuat.
Para pakar menyatakan dunia perlu berinvestasi lebih banyak untuk persiapan menghadapi dampak perubahan iklim. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan antara lain terkait irigasi pertanian dengan jumlah air lebih sedikit hingga mengubah beberapa persyaratan bangunan untuk membantu infrastruktur baru menghadapi risiko banjir dan badai.
Penyesuaian terhadap dunia dengan suhu lebih panas juga memerlukan kepemimpinan politik yang kuat. “Pengetahuan masih belum jadi langkah praktis yang cukup cepat dan pengetahuan itu tidak dibagi,” papar Kristalina Georgieva, CEO Bank Dunia.
“Berbagai keputusan masih dibuat secara jangka pendek dan bukan risiko jangka panjang yang dipikirkan,” tutur dia. Jika kondisi itu berlanjut maka dapat membuat negaranegara termiskin di dunia kembali mengalami kelaparan ekstrem.
“Meski demikian, negaranegara yang lebih kaya dan dunia bisnis juga menghadapi ancaman besar saat gelombang panas, badai, kebakaran, banjir dan bencana lain mengganggu suplai makanan dan air serta memicu lebih banyak korban tewas,” kata mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa Ban Ki-moon.
Pada 2030, mengadaptasi pertumbuhan tekanan itu dapat menghabiskan dana USD300 miliar per tahun secara global, tumbuh menjadi USD500 miliar pertahun pada 2050.
Badai telah menggugurkan semua daun pohon sakura, membawa udara panas dan membuat pohon sakura itu mengeluarkan bunga warna pink. “Kami mendapat sejumlah laporan setiap tahun bunga sakura mekar lebih awal, tapi itu hanya terjadi pada beberapa wilayah tertentu,” ujar Toru Koyama, pejabat senior di Asosiasi Bunga Jepang, pada kantor berita Reuters .
Dia menambahkan bahwa saat ini mereka mendengar bahwa bunga sakura mekar di penjuru negeri. “Dua badai, termasuk badai paling kuat yang menerjang Jepang dalam 25 tahun, telah memperlemah bahan kimia yang mengurangi bunga pink dan putih dengan menggugurkan daun-daun atau menutupinya dengan air garam,” kata Koyama.
Udara yang tertarik ke atas oleh badai dari wilayah tropis kemudian membawa suhu hangat diikuti oleh suhu lebih dingin yang meniru cuaca musim gugur yang menjadi sinyal waktu yang tepat untuk mekar.
Jumlah bunga yang mekar awal itu masih sedikit sehingga orang yang biasa melihat bunga sakura itu mekar pada musim semi mungkin tidak melihat banyak perbedaan.
Mekarnya bunga sakura secara tak terduga itu pun semakin menambah kekhawatiran di penjuru dunia tentang masalah pemanasan global dan gelombang panas yang memicu kebakaran hutan dan badai super kuat.
Para pakar menyatakan dunia perlu berinvestasi lebih banyak untuk persiapan menghadapi dampak perubahan iklim. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan antara lain terkait irigasi pertanian dengan jumlah air lebih sedikit hingga mengubah beberapa persyaratan bangunan untuk membantu infrastruktur baru menghadapi risiko banjir dan badai.
Penyesuaian terhadap dunia dengan suhu lebih panas juga memerlukan kepemimpinan politik yang kuat. “Pengetahuan masih belum jadi langkah praktis yang cukup cepat dan pengetahuan itu tidak dibagi,” papar Kristalina Georgieva, CEO Bank Dunia.
“Berbagai keputusan masih dibuat secara jangka pendek dan bukan risiko jangka panjang yang dipikirkan,” tutur dia. Jika kondisi itu berlanjut maka dapat membuat negaranegara termiskin di dunia kembali mengalami kelaparan ekstrem.
“Meski demikian, negaranegara yang lebih kaya dan dunia bisnis juga menghadapi ancaman besar saat gelombang panas, badai, kebakaran, banjir dan bencana lain mengganggu suplai makanan dan air serta memicu lebih banyak korban tewas,” kata mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa Ban Ki-moon.
Pada 2030, mengadaptasi pertumbuhan tekanan itu dapat menghabiskan dana USD300 miliar per tahun secara global, tumbuh menjadi USD500 miliar pertahun pada 2050.
(don)