PM Rusia Kesampingkan Respons Militer Atas Sanksi Barat
A
A
A
MOSKOW - Sanksi adalah langkah kontra-produktif dan Rusia tidak akan pernah menggunakan langkah-langkah militer dalam menangani masalah ini. Hal itu ditegaskan Perdana Menteri (PM) Rusia Dmitry Medvedev.
"Ini benar-benar tidak masuk akal dalam dunia kontemporer. Kami adalah negara yang bertanggung jawab dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB (PBB)," kata Medvedev dalam wawancara dengan Euronews menjawab pertanyaan terkait sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE), menurut sebuah transkrip yang diterbitkan oleh pemerintah Rusia.
Dia menambahkan bahwa ada berbagai bentuk tanggapan, termasuk tanggapan asimetris, yang tidak selalu bersifat militer.
Perdana menteri Rusia itu menggarisbawahi bahwa sanksi tidak akan mengarah pada sesuatu yang baik tetapi malah menciptakan tekanan dan hambatan dalam pengembangan hubungan bilateral.
"Sanksi terhadap sektor perbankan, khususnya, adalah sanksi yang paling keras, dan sama dengan deklarasi perang dagang," ujarnya seperti dikutip dari Xinhua, Jumat (19/10/2018).
Misalnya, ia mengatakan bahwa perdagangan Rusia dengan UE hampir setengahnya setelah sanksi diberlakukan, jatuh dari sekitar USD494 miliar menjadi USD252-264 miliar di satu poin.
"Inilah sebabnya mengapa sanksi adalah pendekatan yang buruk," cetus Medvedev.
Sejak tahun 2014, negara-negara Barat termasuk AS dan UE telah memberlakukan berbagai sanksi ekonomi terhadap Rusia. Sanksi dijatuhkan atas aneksasi Rusia terhadap Crimea, yang sebelumnya bagian dari Ukraina, dan dugaan perannya dalam konflik di bagian selatan negara itu.
"Ini benar-benar tidak masuk akal dalam dunia kontemporer. Kami adalah negara yang bertanggung jawab dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB (PBB)," kata Medvedev dalam wawancara dengan Euronews menjawab pertanyaan terkait sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE), menurut sebuah transkrip yang diterbitkan oleh pemerintah Rusia.
Dia menambahkan bahwa ada berbagai bentuk tanggapan, termasuk tanggapan asimetris, yang tidak selalu bersifat militer.
Perdana menteri Rusia itu menggarisbawahi bahwa sanksi tidak akan mengarah pada sesuatu yang baik tetapi malah menciptakan tekanan dan hambatan dalam pengembangan hubungan bilateral.
"Sanksi terhadap sektor perbankan, khususnya, adalah sanksi yang paling keras, dan sama dengan deklarasi perang dagang," ujarnya seperti dikutip dari Xinhua, Jumat (19/10/2018).
Misalnya, ia mengatakan bahwa perdagangan Rusia dengan UE hampir setengahnya setelah sanksi diberlakukan, jatuh dari sekitar USD494 miliar menjadi USD252-264 miliar di satu poin.
"Inilah sebabnya mengapa sanksi adalah pendekatan yang buruk," cetus Medvedev.
Sejak tahun 2014, negara-negara Barat termasuk AS dan UE telah memberlakukan berbagai sanksi ekonomi terhadap Rusia. Sanksi dijatuhkan atas aneksasi Rusia terhadap Crimea, yang sebelumnya bagian dari Ukraina, dan dugaan perannya dalam konflik di bagian selatan negara itu.
(ian)