Pembantaian Massal Crimea: Ledakan, Hujan Tembakan, Mayat di Mana-mana
A
A
A
KERCH - Pembantaian massal terjadi di sekolah teknik di Kerch, Crimea, Rabu (17/10/2018). Pembantaian yang dimulai dengan rentetan ledakan dan berlanjut dengan "hujan" tembakan ini menewaskan 18 orang termasuk salah satu pelaku yang melakukan aksi bunuh diri.
Direktur sekolah, Olga Grebennikova, meyakini pelaku lebih dari satu orang. Dia menggambarkan adegan mengerikan yang dia lihat ketika dia memasuki gedung kampus setelah serangan terjadi.
"Ada mayat di mana-mana, tubuh anak-anak di mana-mana. Itu adalah tindakan terorisme yang nyata. Mereka meledakkan dalam lima atau 10 menit setelah saya pergi. Mereka meledakkan segala sesuatu di aula, kaca berterbangan," kata Grebennikova, yang dikutip Reuters.
"Mereka kemudian berlari melemparkan semacam peledak ke sekeliling, dan kemudian berlari mengelilingi lantai dua dengan senjata, membuka pintu kantor, dan membunuh siapa pun yang bisa mereka temukan," ujarnya.
Crimea saat ini merupakan wilayah Rusia setelah dianeksasi dari Ukraina pada tahun 2014. Aneksasi ini tak pernah diakui Ukraina dan negara-negara Barat.
Pihak berwenang Rusia menyatakan pembantaian terjadi ketika seorang siswa 18 tahun bernama Vladislav Roslyakov masuk ke sebuah ruangan dan menembaki sesama murid. Roslyakov kemudian bunuh diri.
Sebelum Roslyakov beraksi, rentetan ledakan terdengar keras di sekolah tersebut. Investigator Rusia menemukan jasad Roslyakov di lokasi kejadian dengan tubuh luka tembak yang ditimbulkannya sendiri.
Sejauh ini belum ada petunjuk langsung tentang motif pembantaian massal ini. Serangan tersebut mengingatkan kembali pada penembakan serupa yang dilakukan oleh siswa di sekolah-sekolah Amerika Serikat.
Banyak korban dari serangan adalah siswa remaja. Tubuh mereka rata-rata terkena pecahan peluru dan luka tembak.
Presiden Rusia Vladimir Putin, pada pertemuan dengan pemimpin Mesir di selatan resor Sochi menyatakan keheningan sesaat bagi para korban.
"Ini jelas merupakan kejahatan," katanya. "Motifnya akan diselidiki secara hati-hati," ujar Putin.
Para pejabat Rusia mengatakan mereka sedang menyelidiki kemungkinan bahwa serangan di sekolah itu sebagai aksi terorisme. Pasukan Rusia dengan kendaraan lapis baja telah dikirim ke tempat kejadian. Orang tua setempat diberitahu untuk mengumpulkan anak-anak mereka dari semua sekolah demi keselamatan mereka.
Komite Investigasi, badan negara Rusia yang menyelidiki kejahatan besar, sudah mengklasifikasikan kasus tersebut dari aksi terorisme menjadi pembunuhan massal.
Beda dengan laporan media, data dari komite tersebut menyatakan jumlah korban tewas 17 orang. Seorang karyawan di rumah sakit Kerch mengatakan lusinan orang dirawat di ruang gawat darurat dan ruang operasi karena luka parah.
Anastasia Yenshina, seorang siswa 15 tahun di sekolah setempat, mengatakan dia berada di toilet di lantai dasar gedung dengan beberapa teman ketika dia mendengar suara ledakan.
"Saya keluar dan ada debu dan asap, saya tidak mengerti, saya sudah tuli," katanya kepada Reuters. "Semua orang mulai berlari. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Lalu mereka menyuruh kami meninggalkan gedung melalui gimnasium."
"Semua orang berlari ke sana...Saya melihat seorang gadis terbaring di sana. Ada seorang anak yang sedang ditolong berjalan karena dia tidak bisa bergerak sendiri. Dindingnya berlumuran darah. Kemudian semua orang mulai memanjat pagar, dan kami masih bisa mendengar ledakan. Semua orang ketakutan. Orang-orang menangis."
Foto-foto yang diambil dari tempat ledakan menunjukkan bahwa jendela lantai dasar gedung bertingkat dua telah diledakkan, dan puing-puing berserakan hingga ke luar gedung.
Direktur sekolah, Olga Grebennikova, meyakini pelaku lebih dari satu orang. Dia menggambarkan adegan mengerikan yang dia lihat ketika dia memasuki gedung kampus setelah serangan terjadi.
"Ada mayat di mana-mana, tubuh anak-anak di mana-mana. Itu adalah tindakan terorisme yang nyata. Mereka meledakkan dalam lima atau 10 menit setelah saya pergi. Mereka meledakkan segala sesuatu di aula, kaca berterbangan," kata Grebennikova, yang dikutip Reuters.
"Mereka kemudian berlari melemparkan semacam peledak ke sekeliling, dan kemudian berlari mengelilingi lantai dua dengan senjata, membuka pintu kantor, dan membunuh siapa pun yang bisa mereka temukan," ujarnya.
Crimea saat ini merupakan wilayah Rusia setelah dianeksasi dari Ukraina pada tahun 2014. Aneksasi ini tak pernah diakui Ukraina dan negara-negara Barat.
Pihak berwenang Rusia menyatakan pembantaian terjadi ketika seorang siswa 18 tahun bernama Vladislav Roslyakov masuk ke sebuah ruangan dan menembaki sesama murid. Roslyakov kemudian bunuh diri.
Sebelum Roslyakov beraksi, rentetan ledakan terdengar keras di sekolah tersebut. Investigator Rusia menemukan jasad Roslyakov di lokasi kejadian dengan tubuh luka tembak yang ditimbulkannya sendiri.
Sejauh ini belum ada petunjuk langsung tentang motif pembantaian massal ini. Serangan tersebut mengingatkan kembali pada penembakan serupa yang dilakukan oleh siswa di sekolah-sekolah Amerika Serikat.
Banyak korban dari serangan adalah siswa remaja. Tubuh mereka rata-rata terkena pecahan peluru dan luka tembak.
Presiden Rusia Vladimir Putin, pada pertemuan dengan pemimpin Mesir di selatan resor Sochi menyatakan keheningan sesaat bagi para korban.
"Ini jelas merupakan kejahatan," katanya. "Motifnya akan diselidiki secara hati-hati," ujar Putin.
Para pejabat Rusia mengatakan mereka sedang menyelidiki kemungkinan bahwa serangan di sekolah itu sebagai aksi terorisme. Pasukan Rusia dengan kendaraan lapis baja telah dikirim ke tempat kejadian. Orang tua setempat diberitahu untuk mengumpulkan anak-anak mereka dari semua sekolah demi keselamatan mereka.
Komite Investigasi, badan negara Rusia yang menyelidiki kejahatan besar, sudah mengklasifikasikan kasus tersebut dari aksi terorisme menjadi pembunuhan massal.
Beda dengan laporan media, data dari komite tersebut menyatakan jumlah korban tewas 17 orang. Seorang karyawan di rumah sakit Kerch mengatakan lusinan orang dirawat di ruang gawat darurat dan ruang operasi karena luka parah.
Anastasia Yenshina, seorang siswa 15 tahun di sekolah setempat, mengatakan dia berada di toilet di lantai dasar gedung dengan beberapa teman ketika dia mendengar suara ledakan.
"Saya keluar dan ada debu dan asap, saya tidak mengerti, saya sudah tuli," katanya kepada Reuters. "Semua orang mulai berlari. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Lalu mereka menyuruh kami meninggalkan gedung melalui gimnasium."
"Semua orang berlari ke sana...Saya melihat seorang gadis terbaring di sana. Ada seorang anak yang sedang ditolong berjalan karena dia tidak bisa bergerak sendiri. Dindingnya berlumuran darah. Kemudian semua orang mulai memanjat pagar, dan kami masih bisa mendengar ledakan. Semua orang ketakutan. Orang-orang menangis."
Foto-foto yang diambil dari tempat ledakan menunjukkan bahwa jendela lantai dasar gedung bertingkat dua telah diledakkan, dan puing-puing berserakan hingga ke luar gedung.
(mas)