Jenderal AS: S-300 Rusia Pelindung Kejahatan Suriah dan Iran
A
A
A
WASHINGTON - Seorang jenderal senior Amerika Serikat (AS) mengkritik keras pengerahan sistem rudal S-300 Rusia di Suriah. Dia menganggap senjata anti-pesawat itu hanya untuk melindungi kejahatan keji rezim Iran dan Suriah.
Jenderal Joseph Votel, yang mengawasi pasukan AS di Timur Tengah, mengatakan pengerahan senjata pertahanan itu hanya akan memicu eskalasi dan respons spontan yang tidak perlu terhadap jatuhnya pesawat mata-mata Il-20 Moskow di Latakia 17 September lalu.
Pesawat Il-20 tak sengaja ditembak jatuh sistem rudal s-200 Suriah saat merespons serangan empat jet tempur F-16 Israel. Moskow menyatakan pesawat F-16 menjadikan pesawat Il-20 sebagai tameng saat melakukan serangan di Latakia.
Israel merasa serangan udaranya di Suriah benar dan perlu untuk menggagalkan pengiriman senjata oleh Iran kepada milisi Hizbullah Lebanon, yang keduanya merupakan sekutu rezim Damaskus.
"Pengerahan S-300 tampaknya merupakan upaya untuk menutupi kegiatan jahat rezim Iran dan Suriah di Suriah. Jadi, sekali lagi, saya pikir ini adalah eskalasi yang tidak perlu," kata Jenderal Votel kepada wartawan di Pentagon, yang dilansir Reuters, Jumat (5/10/2018).
Reuters melaporkan Israel pada tahun 2015 pernah berlatih melawan sistem rudal S-300 yang dipasok oleh Rusia di Yunani. AS juga memperdalam kerja sama militernya dengan Yunani, sekutunya di keanggotaan NATO.
Menteri Energi Israel Yuval Steinitz, seorang anggota kabinet keamanan Israel, mengakui bahwa penempatan S-300 adalah "masalah yang problematik" bagi militer Tel Aviv.
"Dan itu bisa juga untuk Amerika. Ini adalah sistem yang tentu menyulitkan kami dan membutuhkan solusi untuk ditemukan," kata Steinitz mengatakan kepada Army Radio.
Pada saat yang sama, Steinitz mengakui bahwa teknologi dari sistem S-300 sudah berumur puluhan tahun, yakni dikembangkan pada tahun 1970-an. Dia mengatakan Israel akan melanjutkan operasi militernya melawan Iran di Suriah dan akan mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh sistem rudal S-300.
Votel menambahkan mengatakan militer AS sadar akan kemampuan S-300, namun sistem itu tidak akan menghentikan kegiatan militer AS di Suriah.
"Pasukan kami di sini telah beroperasi di bawah ancaman anti-udara laten untuk beberapa waktu dan kami akan terus melakukannya," katanya.
Votel menambahkan bahwa negara-negara di kawasan Timur Tengah memiliki alasan yang baik untuk mengkhawatirkan kegiatan Iran di Suriah.
"Kami percaya mereka memindahkan kemampuan mematikan ke Suriah yang mengancam tetangga di kawasan itu," katanya.
Jenderal Joseph Votel, yang mengawasi pasukan AS di Timur Tengah, mengatakan pengerahan senjata pertahanan itu hanya akan memicu eskalasi dan respons spontan yang tidak perlu terhadap jatuhnya pesawat mata-mata Il-20 Moskow di Latakia 17 September lalu.
Pesawat Il-20 tak sengaja ditembak jatuh sistem rudal s-200 Suriah saat merespons serangan empat jet tempur F-16 Israel. Moskow menyatakan pesawat F-16 menjadikan pesawat Il-20 sebagai tameng saat melakukan serangan di Latakia.
Israel merasa serangan udaranya di Suriah benar dan perlu untuk menggagalkan pengiriman senjata oleh Iran kepada milisi Hizbullah Lebanon, yang keduanya merupakan sekutu rezim Damaskus.
"Pengerahan S-300 tampaknya merupakan upaya untuk menutupi kegiatan jahat rezim Iran dan Suriah di Suriah. Jadi, sekali lagi, saya pikir ini adalah eskalasi yang tidak perlu," kata Jenderal Votel kepada wartawan di Pentagon, yang dilansir Reuters, Jumat (5/10/2018).
Reuters melaporkan Israel pada tahun 2015 pernah berlatih melawan sistem rudal S-300 yang dipasok oleh Rusia di Yunani. AS juga memperdalam kerja sama militernya dengan Yunani, sekutunya di keanggotaan NATO.
Menteri Energi Israel Yuval Steinitz, seorang anggota kabinet keamanan Israel, mengakui bahwa penempatan S-300 adalah "masalah yang problematik" bagi militer Tel Aviv.
"Dan itu bisa juga untuk Amerika. Ini adalah sistem yang tentu menyulitkan kami dan membutuhkan solusi untuk ditemukan," kata Steinitz mengatakan kepada Army Radio.
Pada saat yang sama, Steinitz mengakui bahwa teknologi dari sistem S-300 sudah berumur puluhan tahun, yakni dikembangkan pada tahun 1970-an. Dia mengatakan Israel akan melanjutkan operasi militernya melawan Iran di Suriah dan akan mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh sistem rudal S-300.
Votel menambahkan mengatakan militer AS sadar akan kemampuan S-300, namun sistem itu tidak akan menghentikan kegiatan militer AS di Suriah.
"Pasukan kami di sini telah beroperasi di bawah ancaman anti-udara laten untuk beberapa waktu dan kami akan terus melakukannya," katanya.
Votel menambahkan bahwa negara-negara di kawasan Timur Tengah memiliki alasan yang baik untuk mengkhawatirkan kegiatan Iran di Suriah.
"Kami percaya mereka memindahkan kemampuan mematikan ke Suriah yang mengancam tetangga di kawasan itu," katanya.
(mas)