Erdogan soal Idlib: Turki Takkan Menonton Jika Ada Pembantaian
A
A
A
ANKARA - Turki tidak akan berdiri dan menonton jika pembantaian warga sipil terjadi di Idlib, Suriah. Demikian disampaikan Presiden Recep Tayyip Erdogan setelah pertemuan dengan pemimpin Rusia dan Iran mengalami kebuntuan.
Pertemuan trilateral antara Erdogan, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Hassan Rouhani berlangsung di Teheran hari Jumat. Seruan gencatan senjata di Idlib yang disampaikan pemimpin Turki itu ditolak Putin dan Rouhani yang membela rezim Suriah untuk merebut Idlib dari pemberontak dan keompok teroris.
Dalam serangkaian tweet usai pertemuan di Teheran, Erdogan mengatakan bahwa Ankara tidak akan mengabaikan kehidupan warga sipil menjadi "mainan" di tangan teroris. Dia telah memperingatkan bahwa Idlib bisa menjadi medan pembantaian dan pertumpahan darah jika rezim Suriah meluncurkan serangan besar-besaran.
"Jika dunia menutup mata terhadap pembantaian puluhan ribu orang tak berdosa untuk memajukan kepentingan rezim (Suriah), kita tidak akan menonton dari pinggir lapangan atau pun berpartisipasi dalam permainan seperti itu," kata Erdogan, seperti dikutip Reuters, Sabtu (8/9/2018).
Turki, kata dia, berkomitmen untuk repatriasi sukarela dan aman dari para pengungsi Suriah. Dia menginginkan solusi abadi untuk konflik Suriah.
Provinsi Idlib pada saat ini diyakini menjadi tempat tinggal lebih dari 3 juta orang. Saparuh dari jumlah itu adala pengungsi internal.
Dalam pertemuan di Teheran, Rusia dan Iran mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad. Sedangkan Turki tetap mendukung beberapa pemberontak moderat, yang ingin menggulingkan Assad.
Meski demikian, ketiga negara tersebut sepakat bahwa krisis Suriah hanya bisa mencapai penyelesaian akhir melalui proses politik yang dinegosiasikan, bukan dengan opsi militer.
Pertemuan trilateral antara Erdogan, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Hassan Rouhani berlangsung di Teheran hari Jumat. Seruan gencatan senjata di Idlib yang disampaikan pemimpin Turki itu ditolak Putin dan Rouhani yang membela rezim Suriah untuk merebut Idlib dari pemberontak dan keompok teroris.
Dalam serangkaian tweet usai pertemuan di Teheran, Erdogan mengatakan bahwa Ankara tidak akan mengabaikan kehidupan warga sipil menjadi "mainan" di tangan teroris. Dia telah memperingatkan bahwa Idlib bisa menjadi medan pembantaian dan pertumpahan darah jika rezim Suriah meluncurkan serangan besar-besaran.
"Jika dunia menutup mata terhadap pembantaian puluhan ribu orang tak berdosa untuk memajukan kepentingan rezim (Suriah), kita tidak akan menonton dari pinggir lapangan atau pun berpartisipasi dalam permainan seperti itu," kata Erdogan, seperti dikutip Reuters, Sabtu (8/9/2018).
Turki, kata dia, berkomitmen untuk repatriasi sukarela dan aman dari para pengungsi Suriah. Dia menginginkan solusi abadi untuk konflik Suriah.
Provinsi Idlib pada saat ini diyakini menjadi tempat tinggal lebih dari 3 juta orang. Saparuh dari jumlah itu adala pengungsi internal.
Dalam pertemuan di Teheran, Rusia dan Iran mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad. Sedangkan Turki tetap mendukung beberapa pemberontak moderat, yang ingin menggulingkan Assad.
Meski demikian, ketiga negara tersebut sepakat bahwa krisis Suriah hanya bisa mencapai penyelesaian akhir melalui proses politik yang dinegosiasikan, bukan dengan opsi militer.
(mas)