Ratusan Jamaah Dehidrasi dan Heatstroke
A
A
A
MEKKAH - Ratusan jamaah haji Indonesia terkena dehidrasi dan heatstroke di sepanjang Jamarat, sebelum dan seusai melaksanakan lempar jumrah Aqobah.
Faktor kelelahan dan paparan terik matahari yang sangat menyengat menjadi pemicunya. Situasi paling ramai terjadi pada Selasa (21/8) siang, terutama pada jalur Jamarat bagian atas.
Ada seratusan jamaah yang harus mendapatkan pertolongan karena lemas tak kuat jalan atau bahkan hingga pingsan. “Jalur atas ada seratusan yang lemas dan pingsan, sementara yang jalur bawah ada 30an sehingga harus diinfus untuk memu lihkan staminanya,” ujar Azis Syai fudin, petugas Tim Gerak Cepat (TGR) di sela menolong Romlah, 62, jamaah asal Kabupaten Garut, Jawa Barat di jalur Jamarat bawah, Selasa (21/8) malam.
Arsyad Arifin Remak, anggota TGR lainnya, mengatakan terdapat tiga jamaah yang terpaksa dirujuk ke Mina Health Center, yang merupakan fasilitas kesehatan milik pemerintah Arab Saudi. “Jamaah yang punya riwayat penyakit jantung kita rujuk ke Mina Health Center.
Alhamdulillah, ketiga jamaah tersebut sehat kembali,” kata perawat RS Labuhan Bajo, Makassar ini. Sejak pagi sekitar pukul 09.00 hingga 17.00 waktu setempat, merupakan durasi waktu bagi jamaah yang banyak terkena heatstroke. “Sampai kami kehabisan cairan infus.
Tadi siang kami minta cairan infus ke ambulans milik tenaga kesehatan Arab Saudi,” imbuhnya. Gejala jamaah yang mengalami heat-stroke biasanya mengalami pusing, mual, kejang, diso ientasi serta pingsan.
Hal itu karena suhu tubuh mengalami kenaikan drastis yang bisa mencapai 40 derajat Celsius atau lebih. Jalur yang membentang dari mulut terowongan Moaisem (dikenal Terowongan Mina) hingga Jamarat dipenuhi jamaah.
Lautan jamaah yang masih berihram sejak pagi hingga sore hari terus memadati lintasan sejauh kurang lebih 3 km ini. Para tamu Allah ini mendatangi Jamarat untuk lempar jumrah Aqobah yang merupakan rukun haji.
Mereka di hari sebelumnya telah melaksanakan wukuf di Padang Arafah dan mabit atau bermalam di Muzdalifah. Waktu tengah malam, puluhan ribu jamaah Indonesia bergeser dari ke Mina untuk melaksanakan mabit.
Namun, banyak di antara mereka yang hanya istirahat sebentar di tendanya karena kemudian bergegas ke Jamarat untuk melaksanakan lempar jumrah Aqobah. Padahal oleh pemerintah Arab Saudi untuk jamaah Asia Tenggara, di antaranya jamaah Indonesia dapat jadwal dini hari hingga Subuh.
Selanjutnya gelombang kedua setelah Zuhur sampai sore sebelum Magrib. Sementara jamaah dari Afrika dan Eropa diberi waktu pagi hingga siang hari. Jamaah Indonesia yang memaksakan diri untuk melaksanakan jumrah Aqobah di luar jadwal tersebut karena ingin melempar di waktu yang paling afdol, yakni sekitar waktu Duha (pukul 08.00-10.00).
“(Mereka) ingin mencoba karena sudah jauh-jauh dari tanah air ingin menyempurnakan ibadahnya. Semua mengalahkan akal sehatnya sehingga kalah dalam mengukur kemampuan dirinya,” ujar Kepala Satuan Operasi Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina) Jaetul Muchlis di Mina kemarin.
Setelah melaksanakan lempar jumrah Aqobah, parajamaah harus masih berjalan ke Mas jidilharam untuk melak sanakan Tawaf Ifadah yang juga merupakan rukun haji. Menurut Azis Syaifudin, di sepanjang Jamarat jalur atas dari pintu terowongan Moaisem sampai depan Aqobah terdapat lima pos Mobile Crisis Rescue (MCR).
Sementara jalur bawah dimulai terowongan Moaisem II sampai pintu keluar Jamarat ada lima pos MCR juga. Diketahui, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi tahun ini membentuk MCR yang terdiri atas tim Perlindungan Jamaah (Linjam), Seksi Khusus, Tim Gerak Cepat (TGC), Tim Promotif Preventif (TPP), tim Pertolongan Pertama Pada Jamaah Haji (P3JH), dan Media Center Haji (MCH).
Tim ini bertugas selama jamaah melaksanakan rangkaian ibadah di Arafah, Muzdalifah, Mina hingga lempar jumrah di Jamarat. Anggota P3JH dr Achmad Ali Machfud mengatakan, dengan banyaknya jamaah yang lemas dan pingsan tersebut dibutuhkan banyak kursi roda.
Sementara total kursi roda yang ada di lintasan tersebut hanya 35 unit. “Milik Linjam 15 unit dan P3JH 10 unit,” kata dokter yang sehari-harinya praktik di Klinik Kesehatan di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta ini.
Anggota P3JH lainnya, dr Pradipta, mengatakan bahwa sebaiknya jamaah tidak memak sakan kehendak jika kondisi fisik tidak memungkinkan, apalagi jika sebelum berangkat sudah ditemukan gejala demam, lemas, mual, muntah.
P3JH yang merupakan satu dari 10 inovasi haji tahun ini berupaya memberi pelayanan kesehatan terbaik. Salah satunya dengan menyediakan tandu dan kursi roda. “Harapannya bisa menurunkan tingkat kesakitan dan juga jamaah sanggup menyelesaikan puncak haji dengan baik dan sehat,” katanya.
Faktor kelelahan dan paparan terik matahari yang sangat menyengat menjadi pemicunya. Situasi paling ramai terjadi pada Selasa (21/8) siang, terutama pada jalur Jamarat bagian atas.
Ada seratusan jamaah yang harus mendapatkan pertolongan karena lemas tak kuat jalan atau bahkan hingga pingsan. “Jalur atas ada seratusan yang lemas dan pingsan, sementara yang jalur bawah ada 30an sehingga harus diinfus untuk memu lihkan staminanya,” ujar Azis Syai fudin, petugas Tim Gerak Cepat (TGR) di sela menolong Romlah, 62, jamaah asal Kabupaten Garut, Jawa Barat di jalur Jamarat bawah, Selasa (21/8) malam.
Arsyad Arifin Remak, anggota TGR lainnya, mengatakan terdapat tiga jamaah yang terpaksa dirujuk ke Mina Health Center, yang merupakan fasilitas kesehatan milik pemerintah Arab Saudi. “Jamaah yang punya riwayat penyakit jantung kita rujuk ke Mina Health Center.
Alhamdulillah, ketiga jamaah tersebut sehat kembali,” kata perawat RS Labuhan Bajo, Makassar ini. Sejak pagi sekitar pukul 09.00 hingga 17.00 waktu setempat, merupakan durasi waktu bagi jamaah yang banyak terkena heatstroke. “Sampai kami kehabisan cairan infus.
Tadi siang kami minta cairan infus ke ambulans milik tenaga kesehatan Arab Saudi,” imbuhnya. Gejala jamaah yang mengalami heat-stroke biasanya mengalami pusing, mual, kejang, diso ientasi serta pingsan.
Hal itu karena suhu tubuh mengalami kenaikan drastis yang bisa mencapai 40 derajat Celsius atau lebih. Jalur yang membentang dari mulut terowongan Moaisem (dikenal Terowongan Mina) hingga Jamarat dipenuhi jamaah.
Lautan jamaah yang masih berihram sejak pagi hingga sore hari terus memadati lintasan sejauh kurang lebih 3 km ini. Para tamu Allah ini mendatangi Jamarat untuk lempar jumrah Aqobah yang merupakan rukun haji.
Mereka di hari sebelumnya telah melaksanakan wukuf di Padang Arafah dan mabit atau bermalam di Muzdalifah. Waktu tengah malam, puluhan ribu jamaah Indonesia bergeser dari ke Mina untuk melaksanakan mabit.
Namun, banyak di antara mereka yang hanya istirahat sebentar di tendanya karena kemudian bergegas ke Jamarat untuk melaksanakan lempar jumrah Aqobah. Padahal oleh pemerintah Arab Saudi untuk jamaah Asia Tenggara, di antaranya jamaah Indonesia dapat jadwal dini hari hingga Subuh.
Selanjutnya gelombang kedua setelah Zuhur sampai sore sebelum Magrib. Sementara jamaah dari Afrika dan Eropa diberi waktu pagi hingga siang hari. Jamaah Indonesia yang memaksakan diri untuk melaksanakan jumrah Aqobah di luar jadwal tersebut karena ingin melempar di waktu yang paling afdol, yakni sekitar waktu Duha (pukul 08.00-10.00).
“(Mereka) ingin mencoba karena sudah jauh-jauh dari tanah air ingin menyempurnakan ibadahnya. Semua mengalahkan akal sehatnya sehingga kalah dalam mengukur kemampuan dirinya,” ujar Kepala Satuan Operasi Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina) Jaetul Muchlis di Mina kemarin.
Setelah melaksanakan lempar jumrah Aqobah, parajamaah harus masih berjalan ke Mas jidilharam untuk melak sanakan Tawaf Ifadah yang juga merupakan rukun haji. Menurut Azis Syaifudin, di sepanjang Jamarat jalur atas dari pintu terowongan Moaisem sampai depan Aqobah terdapat lima pos Mobile Crisis Rescue (MCR).
Sementara jalur bawah dimulai terowongan Moaisem II sampai pintu keluar Jamarat ada lima pos MCR juga. Diketahui, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi tahun ini membentuk MCR yang terdiri atas tim Perlindungan Jamaah (Linjam), Seksi Khusus, Tim Gerak Cepat (TGC), Tim Promotif Preventif (TPP), tim Pertolongan Pertama Pada Jamaah Haji (P3JH), dan Media Center Haji (MCH).
Tim ini bertugas selama jamaah melaksanakan rangkaian ibadah di Arafah, Muzdalifah, Mina hingga lempar jumrah di Jamarat. Anggota P3JH dr Achmad Ali Machfud mengatakan, dengan banyaknya jamaah yang lemas dan pingsan tersebut dibutuhkan banyak kursi roda.
Sementara total kursi roda yang ada di lintasan tersebut hanya 35 unit. “Milik Linjam 15 unit dan P3JH 10 unit,” kata dokter yang sehari-harinya praktik di Klinik Kesehatan di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta ini.
Anggota P3JH lainnya, dr Pradipta, mengatakan bahwa sebaiknya jamaah tidak memak sakan kehendak jika kondisi fisik tidak memungkinkan, apalagi jika sebelum berangkat sudah ditemukan gejala demam, lemas, mual, muntah.
P3JH yang merupakan satu dari 10 inovasi haji tahun ini berupaya memberi pelayanan kesehatan terbaik. Salah satunya dengan menyediakan tandu dan kursi roda. “Harapannya bisa menurunkan tingkat kesakitan dan juga jamaah sanggup menyelesaikan puncak haji dengan baik dan sehat,” katanya.
(don)