Khamenei: Kesalahan Saya Biarkan Adanya Perjanjian Nuklir Iran

Kamis, 16 Agustus 2018 - 15:15 WIB
Khamenei: Kesalahan Saya Biarkan Adanya Perjanjian Nuklir Iran
Khamenei: Kesalahan Saya Biarkan Adanya Perjanjian Nuklir Iran
A A A
TEHERAN - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengakui bersalah karena membiarkan diplomat negaranya bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) untuk menghasilkan perjanjian nuklir Teheran 2015. Dia menyebut kesepakatan itu telah membuat negaranya celaka.

Perjanjian nuklir Iran yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015 lahir berkat negosiasi para diplomat Teheran, terutama Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif dengan para diplomat enam negara kekuatan dunia; AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China.

Dalam JCPOA 2015, Iran bersedia mengekang program nuklirnya. Imbalannya, sanksi atau embargo ekonomi terhadap Teheran dicabut.

Namun, perjanjian itu kacau sejak AS dipimpin Presiden Donald Trump. Presiden Trump pada Mei lalu menarik AS keluar dari JCPOA 2015. Berselang 90 hari kemudian, dia memberlakukan kembali sanksi Iran yang sudah dicabut.

Tindakan Trump itu dikecam negara-negara penandatangan JCPOA 2015, terutama Iran. Teheran menganggap Washington mengkhianati perjanjian.

"Mengenai masalah JCPOA, itu adalah kesalahan saya untuk memungkinkan pembicaraan diadakan antara Menteri Luar Negeri kami dan mereka; itu membawa kami celaka," kata Khamenei, seperti dikutip Reuters, Kamis (16/8/2018).

Komentar Khamenei itu dilaporkan muncul pada hari Senin. Komentarnya di-tweet-kan surat kabar Khat-e Hezbollah hari Rabu kemarin. Surat kabar itu berafiliasi dengan situs resmi Khamenei.

Media itu menyatakan sedang mengeluarkan klarifikasi atas komentar Khamenei. Alasannya, komentar itu telah terdistorsi dalam laporan media sebelumnya. Hanya saja, surat kabar tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.

Pemerintah Trump menginginkan negosiasi ulang dengan Iran. Namun, sejauh ini Teheran menolak.

AS menegaskan bahwa Washington akan menghukum perusahaan dari negara mana pun yang berbisnis dengan Iran, termasuk perusahaan Eropa. Ancaman itu memicu keraguan bahwa JCPOA yang masih dipertahankan oleh Iran dan negara-negara Eropa bisa bertahan lama.

Presiden Iran Hassan Rouhani pada hari Rabu menuduh Washington merusak kondisi untuk mengadakan perundingan. Tuduhan itu mengacu pada "pengkhianatan" AS terhadap JCPOA 2015 dan pemberlakuan kembali sanksi terhadap Iran.

"AS telah menghancurkan kondisi untuk mengadakan pembicaraan," kata Rouhani. "Kami bernegosiasi dengan cara yang baik, tetapi AS menghancurkan jembatan dan berdiri di sisi lain, mengatakan bagaimana kita bisa melewatinya."

"Jika Anda ingin melewati jembatan, mengapa Anda menghancurkannya? Anda harus mengatur jembatan untuk bernegosiasi. Anda harus disalahkan atas keretakan ini," imbuh Rouhani.

Wakil Presiden Eshaq Jahangiri mengatakan bahwa Iran harus bertindak untuk mengurangi dampak dan pengaruh dari sanksi AS terhadap Iran yang diberlakukan kembali.

"Prioritas pertama bagi kita semua dalam situasi sanksi adalah bekerja untuk mengelola negara dengan cara yang paling tidak merusak kehidupan orang,” katanya. "Amerika sedang mencoba dengan menerapkan berbagai tekanan pada masyarakat kita untuk memaksa kita mundur dan menyerah."
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7846 seconds (0.1#10.140)
pixels