Meski Musuhan, Riyadh Menerima Diplomat Iran Tugas di Saudi
A
A
A
RIYADH - Pemerintah Riyadh setuju untuk menerima seorang diplomat Iran mengepalai sebuah kantor yang mewakili kepentingan Teheran di wilayah Kerajaan Arab Saudi. Ini merupakan keputusan langka karena kedua negara bermusuhan sejak tahun 2016.
Kesediaan Riyadh mengizinkan diplomat Teheran bertugas di Saudi itu dilaporkan kantor berita Iran, IRNA, pada hari Minggu.
"Sumber informasi diplomatik mengatakan pada Minggu bahwa Arab Saudi telah setuju untuk memberikan visa kepada kepala (kantor) dari bagian kepentingan Iran," tulis IRNA.
"Para pengamat melihat ini sebagai langkah diplomatik positif dalam hubungan Teheran-Riyadh," lanjut laporan itu yang dikutip Reuters, Senin (6/8/2018).
Kantor untuk diplomat Iran itu berada dalam misi diplomatik Swiss di Arab Saudi, berdasarkan perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2017.
Hingga kini, belum ada reaksi resmi resmi dari Pemerintah Saudi terhadap laporan tersebut.
Kerajaan Saudi, saingan regional Iran, selama ini menampilkan diri sebagai penjaga ortodoksi Islam dan penjaga tempat-tempat tersuci di Makkah dan Madinah.
Riyadh telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Teheran setelah demonstran Iran menyerbu dan membakar Kedutaan Besar Saudi di Teheran. Amuk demonstran itu sebagai respons setelah pihak berwenang Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah, Nimr Baqr al-Nimr atas tuduhan terlibat terorisme pada Januari 2016.
Menurut laporan IRNA, kedua negara setuju kantor diplomatik Swiss menjadi saluran diplomatik di antara mereka.
Dalam wawancara yang dipublikasikan di website Kementerian Luar Negeri Iran, juru bicara kementerian itu mengatakan bahwa ada terobosan dalam hubungan antara dua rival regional.
"Hingga dua minggu yang lalu, tidak ada visa yang dikeluarkan untuk nama-nama yang kami ajukan sejak lama," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qasemi.
"Tetapi dalam satu atau dua minggu terakhir, telah ada terobosan dan saya pikir ada indikasi bahwa kantor untuk perlindungan kepentingan akan dibuka," ujarnya.
Ketegangan Riyadh dan Teheran telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kedua negara mendukung pihak yang berseberangan dalam perang di Suriah dan Yaman. Keduanya juga mendukung faksi-faksi politik yang saling bertentangan di Irak dan Lebanon.
Kesediaan Riyadh mengizinkan diplomat Teheran bertugas di Saudi itu dilaporkan kantor berita Iran, IRNA, pada hari Minggu.
"Sumber informasi diplomatik mengatakan pada Minggu bahwa Arab Saudi telah setuju untuk memberikan visa kepada kepala (kantor) dari bagian kepentingan Iran," tulis IRNA.
"Para pengamat melihat ini sebagai langkah diplomatik positif dalam hubungan Teheran-Riyadh," lanjut laporan itu yang dikutip Reuters, Senin (6/8/2018).
Kantor untuk diplomat Iran itu berada dalam misi diplomatik Swiss di Arab Saudi, berdasarkan perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2017.
Hingga kini, belum ada reaksi resmi resmi dari Pemerintah Saudi terhadap laporan tersebut.
Kerajaan Saudi, saingan regional Iran, selama ini menampilkan diri sebagai penjaga ortodoksi Islam dan penjaga tempat-tempat tersuci di Makkah dan Madinah.
Riyadh telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Teheran setelah demonstran Iran menyerbu dan membakar Kedutaan Besar Saudi di Teheran. Amuk demonstran itu sebagai respons setelah pihak berwenang Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah, Nimr Baqr al-Nimr atas tuduhan terlibat terorisme pada Januari 2016.
Menurut laporan IRNA, kedua negara setuju kantor diplomatik Swiss menjadi saluran diplomatik di antara mereka.
Dalam wawancara yang dipublikasikan di website Kementerian Luar Negeri Iran, juru bicara kementerian itu mengatakan bahwa ada terobosan dalam hubungan antara dua rival regional.
"Hingga dua minggu yang lalu, tidak ada visa yang dikeluarkan untuk nama-nama yang kami ajukan sejak lama," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qasemi.
"Tetapi dalam satu atau dua minggu terakhir, telah ada terobosan dan saya pikir ada indikasi bahwa kantor untuk perlindungan kepentingan akan dibuka," ujarnya.
Ketegangan Riyadh dan Teheran telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kedua negara mendukung pihak yang berseberangan dalam perang di Suriah dan Yaman. Keduanya juga mendukung faksi-faksi politik yang saling bertentangan di Irak dan Lebanon.
(mas)