Gunakan Kekuatan Berlebihan di Gaza, UE Desak Israel Menahan Diri
A
A
A
NEW YORK - Uni Eropa (UE) mendesak Israel untuk menahan diri dari penggunaan kekuatan berlebihan teradap warga sipil tak bersenjata. UE juga menyerukan hal yang sama kepada semua pihak terkait.
Penanggung jawab delegasi UE di PBB, Joanne Adamson mengatakan bahwa penggunaan kekuataan yang diambil harus proporsional.
"Israel harus membalikkan langkah-langkah hukumannya dan bekerja dengan komunitas internasional untuk meringankan kondisi di Gaza, termasuk membuka jalur dan akses untuk semua aktor kemanusiaan," kata Adamson.
"Situasi di Jalur Gaza telah seperti panci presto untuk beberapa waktu dan berada di ambang ledakan," imbuhnya seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (25/7/2018).
Untuk mencegah eskalasi kekerasan lebih lanjut, UE juga mendesak semua pihak terkait untuk menghormati hukum internasional, mengurangi ketegangan, menahan diri, dan mencegah insiden yang dapat membahayakan kehidupan warga Palestina dan Israel.
"Upaya serius harus dilakukan menuju dimulainya kembali negosiasi bermakna yang ditujukan untuk solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967 yang memenuhi kebutuhan keamanan Israel dan Palestina dan aspirasi Palestina untuk kenegaraan dan kedaulatan, mengakhiri pendudukan dan menyelesaikan semua masalah status akhir dalam rangka untuk mengakhiri konflik," tuturnya.
Adamson mengulangi sikap oposisi UE terhadap kebijakan dan tindakan pemukiman Israel, termasuk penghancuran, penyitaan, penggusuran dan pemindahan paksa.
"Pemukiman ilegal di bawah hukum internasional, merupakan hambatan bagi perdamaian dan mengancam membuat solusi dua negara mustahil," cetusnya.
Ia juga mengkritik provokasi lanjutan dan aksi kekerasan yang tidak dapat diterima oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina, dengan mengatakan hal itu merupakan ancaman nyata dan terkait dengan masyarakat di Israel selatan yang harus membayar konsekuensinya.
Sambil mencatat bahwa status Yerusalem adalah masalah status terakhir, Adamson mengatakan bahwa jalan harus ditemukan melalui negosiasi untuk menyelesaikan status Yerusalem sebagai Ibu Kota masa depan kedua negara.
Penanggung jawab delegasi UE di PBB, Joanne Adamson mengatakan bahwa penggunaan kekuataan yang diambil harus proporsional.
"Israel harus membalikkan langkah-langkah hukumannya dan bekerja dengan komunitas internasional untuk meringankan kondisi di Gaza, termasuk membuka jalur dan akses untuk semua aktor kemanusiaan," kata Adamson.
"Situasi di Jalur Gaza telah seperti panci presto untuk beberapa waktu dan berada di ambang ledakan," imbuhnya seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (25/7/2018).
Untuk mencegah eskalasi kekerasan lebih lanjut, UE juga mendesak semua pihak terkait untuk menghormati hukum internasional, mengurangi ketegangan, menahan diri, dan mencegah insiden yang dapat membahayakan kehidupan warga Palestina dan Israel.
"Upaya serius harus dilakukan menuju dimulainya kembali negosiasi bermakna yang ditujukan untuk solusi dua negara berdasarkan perbatasan 1967 yang memenuhi kebutuhan keamanan Israel dan Palestina dan aspirasi Palestina untuk kenegaraan dan kedaulatan, mengakhiri pendudukan dan menyelesaikan semua masalah status akhir dalam rangka untuk mengakhiri konflik," tuturnya.
Adamson mengulangi sikap oposisi UE terhadap kebijakan dan tindakan pemukiman Israel, termasuk penghancuran, penyitaan, penggusuran dan pemindahan paksa.
"Pemukiman ilegal di bawah hukum internasional, merupakan hambatan bagi perdamaian dan mengancam membuat solusi dua negara mustahil," cetusnya.
Ia juga mengkritik provokasi lanjutan dan aksi kekerasan yang tidak dapat diterima oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina, dengan mengatakan hal itu merupakan ancaman nyata dan terkait dengan masyarakat di Israel selatan yang harus membayar konsekuensinya.
Sambil mencatat bahwa status Yerusalem adalah masalah status terakhir, Adamson mengatakan bahwa jalan harus ditemukan melalui negosiasi untuk menyelesaikan status Yerusalem sebagai Ibu Kota masa depan kedua negara.
(ian)