Erdogan di Mata Rakyat Turki, Antara Tiran dan Pemimpin Terpercaya....
A
A
A
ANKARA - Rakyat Turki yang menjadi pemilih dalam pemilu memiliki pandangan yang berbeda tentang sosok Recep Tayyip Erdogan , presiden sekaligus calon presiden petahana.
Di mata pendukungnya, Erdogan adalah pemimpin terpercaya kelas dunia. Tapi, bagi para pemilih yang anti-Erdogan menilai politikus berusia 64 tahun itu sosok tiran yang harus dilawan.
Penilaian yang beragama itu muncul menjelang pemungutan suara untuk pemilu presiden dan parlemen pada hari Minggu. Terlepas dari pro dan kontra, Erdogan dan partainya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada akhirnya keluar sebagai pemenang.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pemilu presiden Erdogan meraih lebih dari 52 persen suara dari 97 persen suara yang telah dihitung. Sedangkan dalam pemilu parlemen AKP dan mitra koalisinya meraih lebih dari 45 persen suara.
Rival terkuat Erdogan, Muharrem Ince dari Partai Rakyat Republik (CHP) meraih lebih dari 29 persen suara. CHP menempati posisi kedua dengan hampir 21 persen suara.
TYaşar Ayhan dulunya adalah tukang cukur Recep Tayyip Erdogan ketika presiden Turki itu masih menjadi Wali Kota Istanbul. Foto mereka berdua masih tergantung di tempat usaha Ayhan di distrik Kasimpaşa, tempat Erdoğan dibesarkan.
Ayhan, 52, terakhir melihat presiden saat berbuka puasa Ramadan. Katanya, rambut Erdogan lebih tipis karena terbebani oleh banyaknya tantangan yang dihadapi negara.
"Saya memilih Tayyip Erdoğan," katanya. “Kami bangga padanya. Dia bukan hanya seorang pemimpin, tetapi seorang pemimpin dunia," ujarnya, yang dilansir The Guardian, Senin (25/6/2018).
Pemilu Turki yang digelar kemarin merupakan pemilu bersejarah, karena menjadi pemilu pertama di bawah sistem konstitusi baru, yakni sistem presidensial. Sistem pengganti parlementer yang berusia sekitar seabad itu membuat seorang presiden lebih berkuasa, termasuk intervensi hukum, memilih wakil presiden, hingga menghapus posisi perdana menteri.
Selama sistem parlementer, Erdogan dan AKP juga sudah berkuasa selama sekitar 16 tahun. Sistem presidensial disetujui melalui referendum pada tahun lalu sebagai respons pemerintah atas upaya kudeta yang gagal pada Juli 2016.
Para pendukung mengaku memiluh Erdogan karena mereka yakin politisi kawakan Turki itu menjadi pemimpin terpercaya yang bisa memimpin negara melewati krisis ekonomi. Sikap Erdogan yang pro-Muslim juga menjadi alasan lain.
"Dia menyampaikan apa yang dia katakan, dan dapat dipercaya dan adil," kata Ayhan. "Dia lembut tetapi tangguh pada musuh Turki."
Recep, 37, mengaku memilih Erdogan dalam pemilihan presiden karena dia berasal dari distrik yang sama. Tapi, untuk pemilu parlemen dia memberikan suaranya untuk partai Saadet Islam, yang telah berkampanye dengan keras untuk memperbaiki ekonomi.
"Saya yakin anggota parlemen AKP tidak efisien karena korupsi," kritik Recep, yang enggan memberikan nama panjangnya.
Kondisi ekonomi Turki saat ini sedang mengalami defisit perdagangan asing dengan jatuhnya nilai mata uang lira. Jika salah urus ekonomi, kondisi yang mengkhawatirkan itu bisa memburuk.
Di lingkungan para pemilih liberal pemerintahan Erdogan terkesan seperti pemerintahan satu orang. Mereka mengatakan bahwa mereka senang mengambil bagian dalam tradisi demokrasi dalam pemilu.
Fulya, pria berusia 39 tahun yang mengalami kesulitan bernapas, memberikan kartu suara sementara temannya membawa tangki oksigennya. Dia mengatakan bahwa dia melawan kekuatan luar biasa yang akan digunakan Erdoğan jika dia menang.
"Kami ingin sistem parlementer kembali, kami menentang aturan satu orang dan setiap orang harus diwakili," katanya. "Saya terutama ingin memilih dalam pemilihan ini karena seorang kandidat dipenjara sebagai sandera politik," ujarnya mengacu pada capres Selahattin Demirtaş yang dipenjara atas tuduhan terlibat terorisme.
Teman Fulya, Hakan, 45, mengatakan dia memilih untuk melawan tirani dari pemerintah Erdogan. "Selama hampir 10 tahun saya tidak optimistis," katanya. "Ini pertama kalinya," ujarnya.
Di mata pendukungnya, Erdogan adalah pemimpin terpercaya kelas dunia. Tapi, bagi para pemilih yang anti-Erdogan menilai politikus berusia 64 tahun itu sosok tiran yang harus dilawan.
Penilaian yang beragama itu muncul menjelang pemungutan suara untuk pemilu presiden dan parlemen pada hari Minggu. Terlepas dari pro dan kontra, Erdogan dan partainya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada akhirnya keluar sebagai pemenang.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pemilu presiden Erdogan meraih lebih dari 52 persen suara dari 97 persen suara yang telah dihitung. Sedangkan dalam pemilu parlemen AKP dan mitra koalisinya meraih lebih dari 45 persen suara.
Rival terkuat Erdogan, Muharrem Ince dari Partai Rakyat Republik (CHP) meraih lebih dari 29 persen suara. CHP menempati posisi kedua dengan hampir 21 persen suara.
TYaşar Ayhan dulunya adalah tukang cukur Recep Tayyip Erdogan ketika presiden Turki itu masih menjadi Wali Kota Istanbul. Foto mereka berdua masih tergantung di tempat usaha Ayhan di distrik Kasimpaşa, tempat Erdoğan dibesarkan.
Ayhan, 52, terakhir melihat presiden saat berbuka puasa Ramadan. Katanya, rambut Erdogan lebih tipis karena terbebani oleh banyaknya tantangan yang dihadapi negara.
"Saya memilih Tayyip Erdoğan," katanya. “Kami bangga padanya. Dia bukan hanya seorang pemimpin, tetapi seorang pemimpin dunia," ujarnya, yang dilansir The Guardian, Senin (25/6/2018).
Pemilu Turki yang digelar kemarin merupakan pemilu bersejarah, karena menjadi pemilu pertama di bawah sistem konstitusi baru, yakni sistem presidensial. Sistem pengganti parlementer yang berusia sekitar seabad itu membuat seorang presiden lebih berkuasa, termasuk intervensi hukum, memilih wakil presiden, hingga menghapus posisi perdana menteri.
Selama sistem parlementer, Erdogan dan AKP juga sudah berkuasa selama sekitar 16 tahun. Sistem presidensial disetujui melalui referendum pada tahun lalu sebagai respons pemerintah atas upaya kudeta yang gagal pada Juli 2016.
Para pendukung mengaku memiluh Erdogan karena mereka yakin politisi kawakan Turki itu menjadi pemimpin terpercaya yang bisa memimpin negara melewati krisis ekonomi. Sikap Erdogan yang pro-Muslim juga menjadi alasan lain.
"Dia menyampaikan apa yang dia katakan, dan dapat dipercaya dan adil," kata Ayhan. "Dia lembut tetapi tangguh pada musuh Turki."
Recep, 37, mengaku memilih Erdogan dalam pemilihan presiden karena dia berasal dari distrik yang sama. Tapi, untuk pemilu parlemen dia memberikan suaranya untuk partai Saadet Islam, yang telah berkampanye dengan keras untuk memperbaiki ekonomi.
"Saya yakin anggota parlemen AKP tidak efisien karena korupsi," kritik Recep, yang enggan memberikan nama panjangnya.
Kondisi ekonomi Turki saat ini sedang mengalami defisit perdagangan asing dengan jatuhnya nilai mata uang lira. Jika salah urus ekonomi, kondisi yang mengkhawatirkan itu bisa memburuk.
Di lingkungan para pemilih liberal pemerintahan Erdogan terkesan seperti pemerintahan satu orang. Mereka mengatakan bahwa mereka senang mengambil bagian dalam tradisi demokrasi dalam pemilu.
Fulya, pria berusia 39 tahun yang mengalami kesulitan bernapas, memberikan kartu suara sementara temannya membawa tangki oksigennya. Dia mengatakan bahwa dia melawan kekuatan luar biasa yang akan digunakan Erdoğan jika dia menang.
"Kami ingin sistem parlementer kembali, kami menentang aturan satu orang dan setiap orang harus diwakili," katanya. "Saya terutama ingin memilih dalam pemilihan ini karena seorang kandidat dipenjara sebagai sandera politik," ujarnya mengacu pada capres Selahattin Demirtaş yang dipenjara atas tuduhan terlibat terorisme.
Teman Fulya, Hakan, 45, mengatakan dia memilih untuk melawan tirani dari pemerintah Erdogan. "Selama hampir 10 tahun saya tidak optimistis," katanya. "Ini pertama kalinya," ujarnya.
(mas)