Korsel Desak Korut Beberkan Rencana Aksi Denuklirisasi
A
A
A
SEOUL - Presiden Korea Selatan (Korsel) mendesak Korea Utara (Korut) untuk mengungkapkan rencan aksi denuklirisasi. Desakan ini meningkatkan tekanan kepada Pemimpin Korut Kim Jong-un yang tengah melakukan kunjungan ke Beijing untuk membahas hasil pertemuan puncaknya dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Presiden Korsel, Moon Jae-in, mendesak Korut untuk mempresentasikan rencana-rencana yang jauh lebih konkrit tentang bagaimana Pyongyang akan menghentikan program nuklirnya, dan AS untuk mengambil langkah-langkah terkait yang tidak ditentukan dengan cepat.
"Penting bagi Korea Utara untuk menyajikan rencana denuklirisasi yang jauh lebih konkret, dan saya pikir penting bagi Amerika Serikat untuk cepat membalas dengan datang membawa langkah-langkah komprehensif," kata Jae-in seperti dikutip dari AP, Rabu (20/6/2018).
Kantor Presiden Korsel mengatakan ia membuat pernyataan itu kepada media Rusia jelang perjalanannya ke Moskow akhir pekan ini.
Jae-in, yang telah bertemu dengan Jong-un dua kali dalam beberapa bulan terakhir, mengatakan pemimpin Korut itu bersedia menyerahkan program nuklirnya dan fokus pada pembangunan ekonomi jika ia diberikan jaminan keamanan yang dapat diandalkan. Jae-in menggambarkan Jong-un sebagai sosok yang blak blakan, hati-hati dan sopan.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Korsel, Kang Kyung-wha mengatakan Seoul sedang memantau aktivisme diplomatik baru Kim Jong-un dan hasil pertemuannya di Beijing.
"China memiliki peran penting untuk bermain di isu perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea," kata Wha, menambahkan bahwa Korsel mengharapkan diskusi di Beijing akan membantu memajukan proses denuklirisasi.
China mendukung seruan Korut untuk pendekatan bertahap dan sinkron terhadap denuklirisasi, yang bertentangan dengan permintaan Washington untuk mengakhiri program nuklir Korut secara instan, total, dan tidak dapat diubah.
Pada pertemuan puncaknya dengan Trump minggu lalu di Singapura, Jong-un berjanji untuk bekerja menuju denuklirisasi sebagai gantinya mendapatkan jaminan keamanan dari AS. AS dan Korsel telah menangguhkan latihan militer bersama yang direncanakan pada bulan Agustus dalam apa yang dilihat sebagai kemenangan besar bagi Korut serta sekutu utamanya, China dan Rusia.
Presiden Korsel, Moon Jae-in, mendesak Korut untuk mempresentasikan rencana-rencana yang jauh lebih konkrit tentang bagaimana Pyongyang akan menghentikan program nuklirnya, dan AS untuk mengambil langkah-langkah terkait yang tidak ditentukan dengan cepat.
"Penting bagi Korea Utara untuk menyajikan rencana denuklirisasi yang jauh lebih konkret, dan saya pikir penting bagi Amerika Serikat untuk cepat membalas dengan datang membawa langkah-langkah komprehensif," kata Jae-in seperti dikutip dari AP, Rabu (20/6/2018).
Kantor Presiden Korsel mengatakan ia membuat pernyataan itu kepada media Rusia jelang perjalanannya ke Moskow akhir pekan ini.
Jae-in, yang telah bertemu dengan Jong-un dua kali dalam beberapa bulan terakhir, mengatakan pemimpin Korut itu bersedia menyerahkan program nuklirnya dan fokus pada pembangunan ekonomi jika ia diberikan jaminan keamanan yang dapat diandalkan. Jae-in menggambarkan Jong-un sebagai sosok yang blak blakan, hati-hati dan sopan.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Korsel, Kang Kyung-wha mengatakan Seoul sedang memantau aktivisme diplomatik baru Kim Jong-un dan hasil pertemuannya di Beijing.
"China memiliki peran penting untuk bermain di isu perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea," kata Wha, menambahkan bahwa Korsel mengharapkan diskusi di Beijing akan membantu memajukan proses denuklirisasi.
China mendukung seruan Korut untuk pendekatan bertahap dan sinkron terhadap denuklirisasi, yang bertentangan dengan permintaan Washington untuk mengakhiri program nuklir Korut secara instan, total, dan tidak dapat diubah.
Pada pertemuan puncaknya dengan Trump minggu lalu di Singapura, Jong-un berjanji untuk bekerja menuju denuklirisasi sebagai gantinya mendapatkan jaminan keamanan dari AS. AS dan Korsel telah menangguhkan latihan militer bersama yang direncanakan pada bulan Agustus dalam apa yang dilihat sebagai kemenangan besar bagi Korut serta sekutu utamanya, China dan Rusia.
(ian)