Amerika Serikat Tingkatkan Patroli Laut China Selatan

Senin, 04 Juni 2018 - 11:35 WIB
Amerika Serikat Tingkatkan Patroli Laut China Selatan
Amerika Serikat Tingkatkan Patroli Laut China Selatan
A A A
SINGAPURA - Amerika Serikat (AS) mempertimbangkan meningkatkan patroli angkatan laut di Laut China Selatan untuk menantang meningkatnya militerisasi China di perairan itu.

Langkah itu dapat meningkatkan ketegangan di salah satu wilayah paling rawan di dunia tersebut. Pentagon mempertimbangkan program yang disebut operasi kebebasan navigasi di dekat instalasi China di perairan sengketa. Dua pejabat AS dan para diplomat Barat serta Asia mengungkapkan rencana itu kemarin.

Kebijakan itu dapat melibatkan patroli yang lebih lama, bisa melibatkan jumlah kapal yang lebih banyak, atau operasi melibatkan pengintaian lebih dekat ke fasilitas China di wilayah itu. Saat ini China telah memasang peralatan jamming elektronik dan radar militer canggih di pulau-pulau buatan di Laut China Selatan.

Para pejabat AS juga mendorong mitra dan aliansi internasional meningkatkan pengerahan angkatan laut dari setiap negara melalui rute perdagangan penting tersebut. Berbagai tindakan itu dilakukan saat China semakin memperkuat kemampuan militer di Kepulauan Spratly dan Paracel.

”Apa yang kami telah lihat dalam beberapa pekan terakhir hanya awal, lebih besar lagi sedang direncanakan,” kata seorang diplomat Barat secara anonim dikutip kantor berita Reuters .

Bulan lalu, dua kapal perang AS menggelar patroli kebebasan navigasi untuk pertama kali. ”Di sana ada kondisi nyata yang membuat itu semakin perlu dilakukan,” ujar diplomat itu.

Pentagon tidak mengeluarkan komentar tentang berbagai operasi masa depan, tapi juru bicaranya Letnan Kolonel Christopher Logan menjelaskan, ”Kami akan terus bekerja bersama teman-teman, mitra dan aliansi kami untuk memastikan Indo- Pasifik bebas dan terbuka.” Pendekatan Pentagon yang lebih tegas tampaknya telah mulai dilakukan. Bulan lalu, dua kapal perang angkatan laut AS berlayar dekat kepulauan Laut China Selatan yang diklaim China.

Operasi ini dilakukan meski Presiden AS Donald Trump meminta China bekerja sama dalam isu Korea Utara (Korut). Meski operasi itu telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya dan operasi serupa telah jadi rutin, diyakini ini pertama kali dua kapal perang AS digunakan untuk operasi kebebasan navigasi di Laut China Selatan.

Pentagon juga mencabut undangan untuk pasukan China dalam latihan gabungan berbagai negara di Hawaii akhir tahun ini. Para pengkritik menyatakan patroli itu hanya memiliki sedikit dampak pada perilaku China dan menutupi kurangnya strategi untuk mengatasi meningkatnya dominasi Beijing di kawasan tersebut.

Menteri Pertahanan (Menhan) AS Jim Mattis memperingatkan bahwa militerisasi China di Laut China Selatan kini menjadi realitas, tapi Beijing menghadapi konsekuensi yang belum spesifik. Pernyataan Mattis itu muncul saat konferensi keamanan Shangri-La Dialogue di Singapura. Saat ditanya dalam konferensi itu, apakah sudah terlambat untuk menghentikan China, Mattis menjawab, ”Tentu aksi-aksi ini tidak dibiarkan.”

Bulan lalu angkatan udara China mendaratkan pesawat pengebom di Pulau Woody di Kepulauan Paracel sebagai bagian latihan hingga memicu kekhawatiran Vietnam dan Filipina. Foto-foto satelit yang diambil pada 12 Mei menunjukkan China telah mengerahkan rudal dari darat ke udara yang diangkut truk atau rudal jelajah antikapal di Woody.

Adapun rudal jelajah antikapal dan rudal antiudara juga telah dipasang di pangkalan terbesar di Spratly. Saat berbicara di sela konferensi di Singapura, He Lei dari Academy of Military Sciences, militer China, menyatakan Beijing memiliki semua hak untuk melanjutkan militerisasi Laut China Selatan yang jadi wilayahnya.

”Ini kedaulatan China dan hak legal bagi China menempatkan militer dan persenjataan militer kami di sana. Kami lihat setiap negara yang mencoba membuat kebisingan tentang ini sebagai intervensi pada masalah internal kami,” ujar He.

Para atase militer regional menyatakan mereka kini mengamati langkah China se lanjutnya. Beberapa pihak khawatir dengan pengerahan pertama jet tempur China ke Spartly atau upaya memberlakukan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) serupa dengan yang dilakukan Beijing di pantai timur pada 2013. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4761 seconds (0.1#10.140)