Penasihat Keamanan Filipina: Manila Siap Perang Jika Diserang
A
A
A
MANILA - Filipina siap untuk berperang jika personel militernya di Laut China Selatan diserang. Hal itu dikatakan oleh seorang pejabat tinggi keamanan Filipinan
Pernyataan ini menepis kritik bahwa Manila telah bersikap lunak terhadap China dan membiarkannya melakukan militerisasi di Laut Cina Selatan.
Presiden Rodrigo Duterte telah menuai kritik dalam beberapa pekan terakhir karena tidak menentang Beijing menyusul berita bahwa China telah memasang sistem rudal di pulau-pulau buatan di perairan sibuk itu, termasuk dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Manila.
Lawan politik marah Duterte atas kegagalan pemerintahnya bahkan untuk mengajukan protes diplomatik. Namun Duterte, berbeda dengan pendahulunya, menikmati hubungan baik dengan Beijing dan menginginkan investasinya. Duterte bahkan sering mengatakan dia tidak mampu berperang dengan Cina yang jauh lebih unggul.
Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Hermogenes Esperon, mengatakan Filipina akan selalu berusaha untuk melakukan pembicaraan untuk meredakan ketegangan. Tetapi perang tidak dapat dikesampingkan sebagai upaya terakhir jika militernya diprovokasi atau dirugikan.
"Malam itu, presiden mengatakan jika pasukannya diserang, itu bisa menjadi garis batasnya," kata Esperon kepada wartawan seperti dilansir dari Reuters, Rabu (30/5/2018).
Pernyataan itu seolah mempertegas komentar Menteri Luar Negeri Alan Peter Cayetano kepada anggota dinas luar negeri di mana Duterte telah mengatakan kepada China bahwa ia tidak akan mengizinkan konstruksi yang tidak sah di Scarborough atau ekstraksi sumber daya di daerah-daerah di mana Filipina memiliki hak kedaulatan.
China mengklaim sebagian besar Laut Cina Selatan, di mana barang-barang bernilai sekitar USD 3 triliun melewatinya setiap tahun. Beijing telah membuat kemajuan besar dalam membentengi pulau buatan manusia dalam beberapa tahun terakhir, yang dikatakannya memiliki hak untuk membela diri.
Pekan lalu, Filipina menyatakan "keprihatinan serius" atas kehadiran pembom strategis China di perairan yang disengketakan, tetapi bungkam terhadap pemasangan sistem rudal.
Pernyataan ini menepis kritik bahwa Manila telah bersikap lunak terhadap China dan membiarkannya melakukan militerisasi di Laut Cina Selatan.
Presiden Rodrigo Duterte telah menuai kritik dalam beberapa pekan terakhir karena tidak menentang Beijing menyusul berita bahwa China telah memasang sistem rudal di pulau-pulau buatan di perairan sibuk itu, termasuk dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Manila.
Lawan politik marah Duterte atas kegagalan pemerintahnya bahkan untuk mengajukan protes diplomatik. Namun Duterte, berbeda dengan pendahulunya, menikmati hubungan baik dengan Beijing dan menginginkan investasinya. Duterte bahkan sering mengatakan dia tidak mampu berperang dengan Cina yang jauh lebih unggul.
Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Hermogenes Esperon, mengatakan Filipina akan selalu berusaha untuk melakukan pembicaraan untuk meredakan ketegangan. Tetapi perang tidak dapat dikesampingkan sebagai upaya terakhir jika militernya diprovokasi atau dirugikan.
"Malam itu, presiden mengatakan jika pasukannya diserang, itu bisa menjadi garis batasnya," kata Esperon kepada wartawan seperti dilansir dari Reuters, Rabu (30/5/2018).
Pernyataan itu seolah mempertegas komentar Menteri Luar Negeri Alan Peter Cayetano kepada anggota dinas luar negeri di mana Duterte telah mengatakan kepada China bahwa ia tidak akan mengizinkan konstruksi yang tidak sah di Scarborough atau ekstraksi sumber daya di daerah-daerah di mana Filipina memiliki hak kedaulatan.
China mengklaim sebagian besar Laut Cina Selatan, di mana barang-barang bernilai sekitar USD 3 triliun melewatinya setiap tahun. Beijing telah membuat kemajuan besar dalam membentengi pulau buatan manusia dalam beberapa tahun terakhir, yang dikatakannya memiliki hak untuk membela diri.
Pekan lalu, Filipina menyatakan "keprihatinan serius" atas kehadiran pembom strategis China di perairan yang disengketakan, tetapi bungkam terhadap pemasangan sistem rudal.
(ian)