Korut Desak Korsel Batalkan Kerja Sama Intelijen dengan Jepang
A
A
A
PYONGYANG - Korea Utara (Korut) mendesak Korea Selatan (Korsel) untuk membatalkan perjanjian dengan Jepang mengenai kerja sama intelijen militer. Perjanjian kerja sama itu ditandatangani oleh kedua belah pihak beberapa tahun lalu.
Kantor berita Korut, KCNA mengatakan, ada beberapa rintangan untuk pelaksanaan Deklarasi Panmunjom tentang Perdamaian, Kemakmuran dan Reunifikasi Semenanjung Korea yang ditandatangani oleh kedua Korea pada bulan April.
"Rintangan berbahaya seperti itu harus dihapus tanpa kegagalan karena mereka merusak peningkatan hubungan antar-Korea dan menciptakan krisis perang di Semenanjung Korea," kata KCNA merujuk pada kerja sama tersebut seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (30/5/2018).
KCNA menyatakan perjanjian Korsel-Jepang untuk melindungi intelijen militer adalah produk kriminal yang ditandatangani oleh mantan Presiden Korsel Park Geun-hye dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dengan dalih ancaman dari Utara.
"Ini adalah perjanjian perang yang sangat membahayakan dan berbahaya karena memecah ketidakpercayaan dan konfrontasi di antara rekan senegaranya dan membuka pintu bagi para reaksioner Jepang yang membungkuk pada kebangkitan militerisme untuk penyerangan kembali ke semenanjung Korea," tulis KCNA.
Pyongyang juga meminta Seoul untuk memulangkan 12 perempuan Korut yang diculik oleh intelijen Korsel dua tahun lalu di negara ketiga tempat mereka bekerja, dan menuntut penghentian latihan militer bersama dengan Amerika Serikat (AS), untuk melaksanakan deklarasi gabungan mereka yang dikeluarkan di Panmunjom.
Kantor berita Korut, KCNA mengatakan, ada beberapa rintangan untuk pelaksanaan Deklarasi Panmunjom tentang Perdamaian, Kemakmuran dan Reunifikasi Semenanjung Korea yang ditandatangani oleh kedua Korea pada bulan April.
"Rintangan berbahaya seperti itu harus dihapus tanpa kegagalan karena mereka merusak peningkatan hubungan antar-Korea dan menciptakan krisis perang di Semenanjung Korea," kata KCNA merujuk pada kerja sama tersebut seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (30/5/2018).
KCNA menyatakan perjanjian Korsel-Jepang untuk melindungi intelijen militer adalah produk kriminal yang ditandatangani oleh mantan Presiden Korsel Park Geun-hye dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dengan dalih ancaman dari Utara.
"Ini adalah perjanjian perang yang sangat membahayakan dan berbahaya karena memecah ketidakpercayaan dan konfrontasi di antara rekan senegaranya dan membuka pintu bagi para reaksioner Jepang yang membungkuk pada kebangkitan militerisme untuk penyerangan kembali ke semenanjung Korea," tulis KCNA.
Pyongyang juga meminta Seoul untuk memulangkan 12 perempuan Korut yang diculik oleh intelijen Korsel dua tahun lalu di negara ketiga tempat mereka bekerja, dan menuntut penghentian latihan militer bersama dengan Amerika Serikat (AS), untuk melaksanakan deklarasi gabungan mereka yang dikeluarkan di Panmunjom.
(ian)