Macron Bela Cover Majalah 'Diktator Erdogan' Turki Marah
A
A
A
ANKARA - Pemerintah Turki marah dan mengecam Presiden Prancis Emmanuel Macron karena membela majalah dengan cover berjudul "Sang Diktator" dan bergambar Presiden Tayyip Erdogan. Pihak majalah mingguan itu telah jadi sasaran intimidasi para pendukung Erdogan.
Kecaman dari Ankara disampaikan Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu. Sampul majalah Le Point edisi 24 Mei itu bertuliskan;"Sang Diktator. Seberapa jauh Erdogan akan pergi?".
Pihak Le Point mengatakan, pihaknya telah mengalami pelecehan dan intimidasi dari para pendukung Erdogan di Prancis setelah menyebut pemimpin Turki itu sebagai "Diktator".
Macron ikut larut dalam perdebatan dengan menganggap pelecehan terhadap majalah tersebut sebagai tindakan yang sama sekali tidak bisa diterima.
"Anda tidak bisa memberi harga pada kebebasan pers, tanpa itu, itu kediktatoran," kata Macron di Twitter.
Cavusoglu membalas komentar Macron dengan mengatakan bahwa aktivis pro-Erdogan di Prancis, penyerang iklan dan kios surat kabar yang menampilkan cover majalah itu, sedang menjalankan kebebasan berekspresi ala mereka sendiri.
"Demokrasi tidak hanya terbatas pada menerima penghinaan, kecaman dan kebohongan oleh satu sisi tetapi juga dengan mempertimbangkan sudut pandang dan kepekaan yang lain," kata Cavusoglu, yang dikutip Al Jazeera, Rabu (30/5/2018).
"Apa yang melampaui itu adalah kemunafikan. Dan itu adalah tanggapan bahwa komunitas Turki di Prancis telah menyatakan reaksi sipil dan demokratisnya," ujar Cavusoglu.
Polisi telah dikerahkan di kota selatan Avignon sejak akhir pekan lalu setelah sekelompok aktivis pro-Erdogan berusaha untuk menghapus dan menutupi iklan majalah tersebut di kios-kios koran.
Poster lain dari sampul majalah di Kota Valence juga jadi target serangan.
"Setelah seminggu mengalami pelecehan, penghinaan, intimidasi dan penghinaan anti-Semit dan ancaman terhadap kami di media sosial, sekarang telah tiba saat para pendukung AKP (partai Erdogan) menyerang simbol kebebasan berekspresi dan keragaman di media," tulis Le Point di situsnya.
Kecaman dari Ankara disampaikan Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu. Sampul majalah Le Point edisi 24 Mei itu bertuliskan;"Sang Diktator. Seberapa jauh Erdogan akan pergi?".
Pihak Le Point mengatakan, pihaknya telah mengalami pelecehan dan intimidasi dari para pendukung Erdogan di Prancis setelah menyebut pemimpin Turki itu sebagai "Diktator".
Macron ikut larut dalam perdebatan dengan menganggap pelecehan terhadap majalah tersebut sebagai tindakan yang sama sekali tidak bisa diterima.
"Anda tidak bisa memberi harga pada kebebasan pers, tanpa itu, itu kediktatoran," kata Macron di Twitter.
Cavusoglu membalas komentar Macron dengan mengatakan bahwa aktivis pro-Erdogan di Prancis, penyerang iklan dan kios surat kabar yang menampilkan cover majalah itu, sedang menjalankan kebebasan berekspresi ala mereka sendiri.
"Demokrasi tidak hanya terbatas pada menerima penghinaan, kecaman dan kebohongan oleh satu sisi tetapi juga dengan mempertimbangkan sudut pandang dan kepekaan yang lain," kata Cavusoglu, yang dikutip Al Jazeera, Rabu (30/5/2018).
"Apa yang melampaui itu adalah kemunafikan. Dan itu adalah tanggapan bahwa komunitas Turki di Prancis telah menyatakan reaksi sipil dan demokratisnya," ujar Cavusoglu.
Polisi telah dikerahkan di kota selatan Avignon sejak akhir pekan lalu setelah sekelompok aktivis pro-Erdogan berusaha untuk menghapus dan menutupi iklan majalah tersebut di kios-kios koran.
Poster lain dari sampul majalah di Kota Valence juga jadi target serangan.
"Setelah seminggu mengalami pelecehan, penghinaan, intimidasi dan penghinaan anti-Semit dan ancaman terhadap kami di media sosial, sekarang telah tiba saat para pendukung AKP (partai Erdogan) menyerang simbol kebebasan berekspresi dan keragaman di media," tulis Le Point di situsnya.
(mas)