Diperkosa di Depan Pacar, Gadis AS Dapat Kompensasi Rp14 Triliun
A
A
A
ATLANTA - Seorang gadis remaja di Amerika Serikat yang diperkosa di depan pacarnya oleh seorang penjaga keamanan berhak mendapat kompensasi sebesar USD1 miliar atau lebih dari Rp14 triliun. Hakim pengadilan memerintahkan perusahaan yang memperjakan terdakwa untuk membayar kompensasi tersebut.
Gadis bernama Hope Cheston pada Oktober 2012 berdiri bersama pacarnya di luar gedung yang menggelar sebuah pesta. Pada tahun itu usia Cheston baru 14 tahun.
Di luar gedung itulah, seorang penjaga keamanan bernama Brandon Lamar Zachary, yang saat itu berusia 22 tahun, mendekat. Zachary yang menggunakan senjata mengalahkan pacar Cheston. Tak lama kemudian Cheston diperkosa di depan pacarnya.
Pengacara Cheston, Chris Stewart, mengatakan Zachary seharusnya tidak pernah dipekerjakan karena dia tidak memiliki izin untuk menjadi penjaga bersenjata.
Cheston-yang mengesampingkan anonimitasnya untuk berbicara tentang kasus itu- memenangkan gugatan setelah hakim pada Selasa lalu menjatuhkan vonis bersalah terhadap Crime Prevention Agency, perusahaan keamanan yang mempekerjakan Zachary.
Catatan penjara menunjukkan Zachary sebelumnya pernah dihukum karena kasus pemerkosaan.
Setelah membaca putusan, hakim segera meninggalkan bangku untuk memeluk Cheston dan ibunya.
Pengacar Cheston percaya itu nilai kompensasi itu merupakan yang terbesar yang pernah diberikan oleh hakim di Amerika Serikat untuk kasus kekerasan seksual.
Cheston, yang saat ini berstatus mahasiswi, berencana untuk menghabiskan musim panasnya dengan bekerja untuk sebuah organisasi di pusat Kota Atlanta yang membantu para tunawisma. Dia ingin kisahnya ini bisa memberikan kekuatan kepada para korban kekerasan seksual lainnya.
"Saya merasa seperti kasus saya hanya untuk menunjukkan bahwa Anda mungkin tidak segera mendapatkannya, tetapi Anda akan mendapatkan apa yang Anda layak dapatkan," kata Cheston.
"Ini menunjukkan bahwa orang-orang peduli dengan nilai seorang wanita," ujarnya.
Ibunya, Renatta Cheston-Thornton, mengajukan gugatan pada Maret 2015 atas nama putrinya yang masih di bawah umur pada saat serangan terjadi.
Stewart mengatakan dia telah meminta para hakim untuk benar-benar menentukan nilai rasa sakit yang disebabkan oleh pemerkosaan tersebut.
"Saya sangat bangga dengan hakim karena tidak ada dasar di dunia hukum untuk seberapa tinggi putusan (kasus) pemerkosaan," ujarnya, yang dikutip CBS News, Jumat (25/5/2018).
Jeff Dion, Direktur Asosiasi Korban Kejahatan Nasional, mengatakan putusan kompensasi puluhan juta dolar, atau bahkan ratusan juta, tidak biasa.
Tapi dia tidak pernah mendengar putusan pembayaran kompensasi USD1 miliar dalam kasus dengan korban tunggal.
"Hakim ini jelas berusaha mengirim pesan tentang perilaku buruk di pihak perusahaan," tulis Dion.
Profesor hukum Georgia State University, Jessica Gabel Cino, mengatakan, sangat mungkin bahwa perusahaan keamanan tersebut akan mengajukan banding atas putusan hakim.
Dia mengatakan pengadilan banding akan mempertimbangkan kewajaran putusan dan juga akan membandingkannya dengan yang diberikan dalam kasus serupa untuk melihat apakah itu proporsional atau tidak. Menurutnya, putusan pengadilan banding kemungkinan akan menurunkan nilai kompensasi tersebut.
Cino mengatakan putusan itu sangat tidak biasa, tetapi tuduhan dalam kasus tersebut tampak sangat mengejutkan. "Fakta-fakta itu sangat menguntungkan penggugat ketika Anda menempatkan semua ini bersama-sama," ujarnya.
"Maksud saya, itu benar-benar melayani kasus yang tepat di sebuah platter untuk hakim," lanjut dia.
Pihak perusahaan yang diperintahkan membayar kompensasi belum bisa dimintai komentar sejak putusan hakim keluar. Namun, dari catatan registrasi untuk Lembaga Pencegahan Kejahatan menunjukkan bahwa perusahaan sudah dibubarkan pada tahun 2016.
Gadis bernama Hope Cheston pada Oktober 2012 berdiri bersama pacarnya di luar gedung yang menggelar sebuah pesta. Pada tahun itu usia Cheston baru 14 tahun.
Di luar gedung itulah, seorang penjaga keamanan bernama Brandon Lamar Zachary, yang saat itu berusia 22 tahun, mendekat. Zachary yang menggunakan senjata mengalahkan pacar Cheston. Tak lama kemudian Cheston diperkosa di depan pacarnya.
Pengacara Cheston, Chris Stewart, mengatakan Zachary seharusnya tidak pernah dipekerjakan karena dia tidak memiliki izin untuk menjadi penjaga bersenjata.
Cheston-yang mengesampingkan anonimitasnya untuk berbicara tentang kasus itu- memenangkan gugatan setelah hakim pada Selasa lalu menjatuhkan vonis bersalah terhadap Crime Prevention Agency, perusahaan keamanan yang mempekerjakan Zachary.
Catatan penjara menunjukkan Zachary sebelumnya pernah dihukum karena kasus pemerkosaan.
Setelah membaca putusan, hakim segera meninggalkan bangku untuk memeluk Cheston dan ibunya.
Pengacar Cheston percaya itu nilai kompensasi itu merupakan yang terbesar yang pernah diberikan oleh hakim di Amerika Serikat untuk kasus kekerasan seksual.
Cheston, yang saat ini berstatus mahasiswi, berencana untuk menghabiskan musim panasnya dengan bekerja untuk sebuah organisasi di pusat Kota Atlanta yang membantu para tunawisma. Dia ingin kisahnya ini bisa memberikan kekuatan kepada para korban kekerasan seksual lainnya.
"Saya merasa seperti kasus saya hanya untuk menunjukkan bahwa Anda mungkin tidak segera mendapatkannya, tetapi Anda akan mendapatkan apa yang Anda layak dapatkan," kata Cheston.
"Ini menunjukkan bahwa orang-orang peduli dengan nilai seorang wanita," ujarnya.
Ibunya, Renatta Cheston-Thornton, mengajukan gugatan pada Maret 2015 atas nama putrinya yang masih di bawah umur pada saat serangan terjadi.
Stewart mengatakan dia telah meminta para hakim untuk benar-benar menentukan nilai rasa sakit yang disebabkan oleh pemerkosaan tersebut.
"Saya sangat bangga dengan hakim karena tidak ada dasar di dunia hukum untuk seberapa tinggi putusan (kasus) pemerkosaan," ujarnya, yang dikutip CBS News, Jumat (25/5/2018).
Jeff Dion, Direktur Asosiasi Korban Kejahatan Nasional, mengatakan putusan kompensasi puluhan juta dolar, atau bahkan ratusan juta, tidak biasa.
Tapi dia tidak pernah mendengar putusan pembayaran kompensasi USD1 miliar dalam kasus dengan korban tunggal.
"Hakim ini jelas berusaha mengirim pesan tentang perilaku buruk di pihak perusahaan," tulis Dion.
Profesor hukum Georgia State University, Jessica Gabel Cino, mengatakan, sangat mungkin bahwa perusahaan keamanan tersebut akan mengajukan banding atas putusan hakim.
Dia mengatakan pengadilan banding akan mempertimbangkan kewajaran putusan dan juga akan membandingkannya dengan yang diberikan dalam kasus serupa untuk melihat apakah itu proporsional atau tidak. Menurutnya, putusan pengadilan banding kemungkinan akan menurunkan nilai kompensasi tersebut.
Cino mengatakan putusan itu sangat tidak biasa, tetapi tuduhan dalam kasus tersebut tampak sangat mengejutkan. "Fakta-fakta itu sangat menguntungkan penggugat ketika Anda menempatkan semua ini bersama-sama," ujarnya.
"Maksud saya, itu benar-benar melayani kasus yang tepat di sebuah platter untuk hakim," lanjut dia.
Pihak perusahaan yang diperintahkan membayar kompensasi belum bisa dimintai komentar sejak putusan hakim keluar. Namun, dari catatan registrasi untuk Lembaga Pencegahan Kejahatan menunjukkan bahwa perusahaan sudah dibubarkan pada tahun 2016.
(mas)