Aman Abdurrahman JAD dan ISIS dalam Sorotan Bom Surabaya

Senin, 14 Mei 2018 - 14:32 WIB
Aman Abdurrahman JAD...
Aman Abdurrahman JAD dan ISIS dalam Sorotan Bom Surabaya
A A A
JAKARTA - Kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD) disebut Kepala Polisi Republik Indonesia (Polri) Jenderal Tito Karnavian terlibat dalam serangan bom tiga gereja di Surabaya. Dalam waktu yang bersamaan, kelompok ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan 13 orang termasuk para pelakunya tersebut.

Nama JAD yang dipimpin Aman Aburrahman mencuat karena Dita Futrianto—salah satu pelaku—diidentifikasi polisi sebagai kepala sel JAD setempat.

Dita Futrianto juga merupakan kepala keluarga para pelaku. Dia dilaporkan "menugaskan" istrinya, Puji Kuswati, dan dua putri mereka di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, di mana mereka meledakkan diri. Kedua putri Puji—yang berusia 9 dan 12 tahun—memiliki bom diikat ke tubuh, seperti yang dilakukan ibu mereka.

Menurut polisi, Dita Futrianto (Oeprianto), pergi dengan mobilnya sendiri yang sarat bom ke dekat Gereja Pantekosta Pusat Surabaya.

Ada lagi dua remaja laki-laki berusia 16 dan 18 tahun dari keluarga tersebut mengendarai sepeda motor ke Gereja Katolik Santa Maria, dan meledakkan bahan peledak yang mereka bawa. Serangan pertama terjadi sekitar pukul 07.30 waktu setempat. Dua serangan lainnya berselang lima menit kemudian.

Mencuatnya nama JAD dalam kasus bom di Surabaya secara tidak langsung menyeret nama Aman Abdurrahman sebagai pemimpin kelompok tersebut. Aman merupakan narapidana kasus bom Thamrin yang saat ini mendekam di penjara Nusakambangan.

Di kalangan pengikutnya, Aman yang lahir di Cimalaka Sumedang 5 Januari 1972 itu dikenal sebagai ustaz.

Apa Hubungan JAD dan ISIS?


JAD di bawah komando Aman disebut-sebut telah bersumpah setia kepada kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang dipimpin Abu Bakr al-Baghdadi di Timur Tengah. Laporan ini berasal dari Departemen Luar Negeri AS yang menetapkan JAD sebagai organisasi teroris dan orang-orang yang terkait dengan kelompok tersebut dijatuhi sanksi termasuk pembekuan aset-asetnya di Amerika.

"Konsekuensi dari penetapan ini termasuk larangan terhadap orang AS pada umumnya yang terlibat dalam transaksi dengan JAD dan pembekuan semua properti serta kepentingan dalam properti JAD yang sekarang atau di masa depan berada di Amerika Serikat atau di bawah kepemilikan atau kontrol orang AS," bunyi keterangan Departemen Luar Negeri AS.

Menurut departemen itu, JAD adalah kelompok teroris yang berbasis di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2015 dan terdiri dari hampir dua lusin kelompok ekstremis Indonesia yang bersumpah setia kepada pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi.

ISIS sendiri sudah dinyatakan sebagai organisasi teroris. Namun, sosok pemimpinnya Abu Bakr al-Baghdadi cukup misterius. Dia awalnya adalah dosen Irak yang pernah ditahan di sel penjara AS di Abu Ghraib, namun dibebaskan.

Mantan kontraktor National Security Agency (NSA) AS, Edward Joseph Snowden, pernah membongkar sosok al-Baghdadi. Menurut Snowden yang pernah dilansir Veteran Today, pemimpin ISIS itu sebenarnya agen Mossad (badan intelijen Israel) yang berdarah Yahudi.

Menurut bocoran Snowden, nama asli al-Baghdadi adalah Emir Daash alias Simon Elliot. Dia jadi agen Mossad untuk memata-matai serta melancarkan perang "urat-saraf" dengan masyarakat Arab dan Muslim.

Misi al-Baghdadi adalah menciptakan sebuah organisasi yang mampu menarik ekstremis di seluruh dunia. Dia memiliki nama lain Ibrahim ibn Awad ibn Ibrahim al-Badri Arradoui Hoseini. Masih menurut Snowden, al-Baghdadi juga bekerja sama adengan badan intelijen AS dan Inggris.

Bocoran Snowden itu ironis dengan kebijakan militer AS yang selama ini sesumber memburu al-Baghdadi sebagai teroris utama dunia. Laporan terbaru dari intelijen Irak, al-Baghdadi masih hidup dan bersembunyi di wilayah Suriah.

Kendati demikian, ahli terorisme Indonesia ragu jika Aman Abdurrahman sang leader JAD memiliki hubungan langsung dengan ISIS apalagi al-Baghdadi.

Taufik Andrie, direktur eksekutif Institute for International Peace Building di Jakarta pernah menyatakan bahwa serangan oleh militan yang berafiliasi dengan ISIS di Indonesia tidak selalu berhubungan dengan ISIS di Timur Tengah.

"Bahkan untuk Bahrun Naim atau pun Aman Abdurrahman," katanya merujuk pada pemimpin JAD dan militan Indonesia yang bertempur untuk ISIS di Suriah.

"Tidak pernah ada hubungan langsung antara Daesh (ISIS) di Suriah dengan mereka yang mengaku berafiliasi dengan kelompok di sini," kata Andrie. "Sebagian besar yang disebut ucapan 'terima kasih' itu merupakan klaim sepihak."

"Jika kita mengikuti jejak uang, ada sedikit dukungan keuangan yang datang dari Suriah ke Indonesia untuk kegiatan terorisme," katanya kepada Arab News.

Namun, Andrie mengatakan bahwa sisa-sisa jaringan militan Jemaah Islamiyah (JI)-yang dilarang di Indonesia sejak tahun 2008-masih tetap ada, dengan struktur organisasi dan tokoh-tokoh utama yang mengimplementasikan strategi mereka.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1631 seconds (0.1#10.140)