Revolusi Bawa Pemimpin Oposisi Armenia Berkuasa
A
A
A
YEREVAN - Pemimpin oposisi Nikol Pashinyan terpilih sebagai perdana menteri (PM) Armenia yang baru, kemarin.
Terpilihnya Pashinyan itu mengakhiri revolusi damai yang didorong melalui unjuk rasa beberapa pekan melawan korupsi dan kronisme di negara bekas Soviet tersebut. Moskow yang memiliki pangkalan militer di Armenia awalnya khawatir perubahan kekuasaan akan menjauhkan negara itu dari orbit Rusia tapi Pashinyan memberi jaminan dia tidak akan meninggalkan Kremlin.
Keberhasilan Pashinyan menjadi PM Armenia menjadi perubahan dramatis dari seorang mantan editor surat kabar yang pernah dipenjara karena menyulut kerusuhan, menjadi pemimpin pemerintahan. Apalagi selama ini Armenia dikuasai oleh sekelompok elit politik sejak 1990-an.
Pashinyan yang lahir pada 1975 itu mendorong gerakan protes yang berhasil memaksa Serzh Sarksyan mundur dari jabatan PM dan kemudian menekan partai berkuasa menghalangi pemilihannya sebagai PM. Saat ini jabatan PM memiliki kekuasaan terbesar di Armenia.
Dalam voting di parlemen, kemarin, sebanyak 59 anggota parlemen mendukung pencalonan Pashinyan, termasuk beberapa orang dari Partai Republikan yang berkuasa. Adapun 42 suara lainnya menentang pencalonannya.
Di Lapangan Republik, pusat ibu kota, para pendukung Pashinyan berkumpul untuk melihat langsung proses voting di layar televisi raksasa. Mereka pun bergembira saat hasil voting diumumkan.
Puluhan ribu orang di sana meneriakkan, “Nikol!” dan burung merpati putih dilepaskan terbang ke udara. Orang-orang saling berpelukan dan mencium. “Kita menang! Kita membuat sejarah hari ini!” ujar Gurgen Simonyan, 22, mahasiswa yang ikut turun ke jalan.
Gerakan protes yang dipimpin Pashinyan itu terjadi saat Sarksyan menjadi PM setelah konstitusi melarang dia maju lagi sebagai presiden. Banyak warga Armenia menganggap tindakan itu sebagai upaya memperpanjang kekuasaannya.
Saat pidato di parlemen sebelum voting dilakukan, Pashinyan menyeru rakyat Armenia datang bersama pemerintahan baru yang akan dia pimpin. “Halaman kebencian harus dibalik. Semoga Tuhan membantu kita,” ujar dia.
Armenia merupakan negara dengan tiga juta warga yang terletak di pegunungan antara Iran, Turki, Georgia dan Azerbaijan. Sejak merdeka setelah runtuhnya Uni Soviet, Armenia mengalami konflik wilayah dengan Azerbaijan dan mengalami blokade ekonomi dari Turki. Karena terisolasi, negara itu sangat tergantung pada Moskow. (Syarifudin)
Terpilihnya Pashinyan itu mengakhiri revolusi damai yang didorong melalui unjuk rasa beberapa pekan melawan korupsi dan kronisme di negara bekas Soviet tersebut. Moskow yang memiliki pangkalan militer di Armenia awalnya khawatir perubahan kekuasaan akan menjauhkan negara itu dari orbit Rusia tapi Pashinyan memberi jaminan dia tidak akan meninggalkan Kremlin.
Keberhasilan Pashinyan menjadi PM Armenia menjadi perubahan dramatis dari seorang mantan editor surat kabar yang pernah dipenjara karena menyulut kerusuhan, menjadi pemimpin pemerintahan. Apalagi selama ini Armenia dikuasai oleh sekelompok elit politik sejak 1990-an.
Pashinyan yang lahir pada 1975 itu mendorong gerakan protes yang berhasil memaksa Serzh Sarksyan mundur dari jabatan PM dan kemudian menekan partai berkuasa menghalangi pemilihannya sebagai PM. Saat ini jabatan PM memiliki kekuasaan terbesar di Armenia.
Dalam voting di parlemen, kemarin, sebanyak 59 anggota parlemen mendukung pencalonan Pashinyan, termasuk beberapa orang dari Partai Republikan yang berkuasa. Adapun 42 suara lainnya menentang pencalonannya.
Di Lapangan Republik, pusat ibu kota, para pendukung Pashinyan berkumpul untuk melihat langsung proses voting di layar televisi raksasa. Mereka pun bergembira saat hasil voting diumumkan.
Puluhan ribu orang di sana meneriakkan, “Nikol!” dan burung merpati putih dilepaskan terbang ke udara. Orang-orang saling berpelukan dan mencium. “Kita menang! Kita membuat sejarah hari ini!” ujar Gurgen Simonyan, 22, mahasiswa yang ikut turun ke jalan.
Gerakan protes yang dipimpin Pashinyan itu terjadi saat Sarksyan menjadi PM setelah konstitusi melarang dia maju lagi sebagai presiden. Banyak warga Armenia menganggap tindakan itu sebagai upaya memperpanjang kekuasaannya.
Saat pidato di parlemen sebelum voting dilakukan, Pashinyan menyeru rakyat Armenia datang bersama pemerintahan baru yang akan dia pimpin. “Halaman kebencian harus dibalik. Semoga Tuhan membantu kita,” ujar dia.
Armenia merupakan negara dengan tiga juta warga yang terletak di pegunungan antara Iran, Turki, Georgia dan Azerbaijan. Sejak merdeka setelah runtuhnya Uni Soviet, Armenia mengalami konflik wilayah dengan Azerbaijan dan mengalami blokade ekonomi dari Turki. Karena terisolasi, negara itu sangat tergantung pada Moskow. (Syarifudin)
(nfl)