AS Kecam Pembunuhan Wartawan Dunia, Kecuali oleh Tentara Israel
A
A
A
WASHINGTON - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) pada Hari Kebebasan Pers Internasional mengecam pembunuhan wartawan di berbagai dunia. Namun, kecaman itu tak berlaku pada tentara Israel yang membunuh jurnalis Palestina yang meliput demonstrasi di perbatasan Jalur Gaza.
Juru bicara departemen, Heather Nauert, menyampaikan kecaman atas serangan bom bunuh diri di Kabul, Afghanistan, Senin lalu yang menewaskan banyak wartawan.
Dia kemudian mengutuk banyak pelanggaran hak wartawan di seluruh dunia, seperti yang terjadi di Myanmar, Mesir, Turki, Tanzania, Kamboja, Filipina, Malta, Meksiko, China dan Rusia. Menurut Nauert, semua dari wartawan yang dibunuh dan ditahan di negara-negara tersebut adalah korban dari pemerintah setempat yang menindas.
Setelah Nauert selesai dengan pidato pembukaan, seorang jurnalis tiba-tiba mengajukan pertanyaan tentang kasus pembunuhan wartawan Palestina di Gaza oleh tentara Israel.
"Apakah Anda juga mengutuk kematian wartawan baru-baru ini, jurnalis Palestina di Jalur Gaza?," tanya seorang wartawan kepada Nauert.
Diplomat AS itu menjawab, terlalu banyak wartawan yang tewas di seluruh dunia. Menurutnya, Departemen Luar Negeri tidak dapat menyebutkan semuanya.
"AS, tentu saja, selalu sedih dengan hilangnya nyawa," ujarnya. "Tetapi, Israel memiliki hak untuk membela diri," katanya, seperti dikutip Russia Today, Sabtu (5/5/2018).
Data Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan, sudah 45 orang tewas ditembak pasukan Israel saat demo "Kembali ke Tanah Kelahiran" di perbatasan Gaza dengan Israel. Dari 45 orang yang dibunuh itu, dua di antaranya wartawan yang sedang meliput demonstrasi.
Selain membunuh 45 orang di Gaza, pasukan Israel telah menyebabkan 6.000 orang terluka.
Ketika ditekan lebih lanjut soal sikap AS tentang pembunuhan wartawan oleh tentara Israel, Nauert mengklaim tidak ada informasi yang detail tentang setiap wartawan yang tewas atau terluka oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Diplomat Amerika itu justru meminta wartawan menanyakannya kepada pemerintah Israel.
Juru bicara departemen, Heather Nauert, menyampaikan kecaman atas serangan bom bunuh diri di Kabul, Afghanistan, Senin lalu yang menewaskan banyak wartawan.
Dia kemudian mengutuk banyak pelanggaran hak wartawan di seluruh dunia, seperti yang terjadi di Myanmar, Mesir, Turki, Tanzania, Kamboja, Filipina, Malta, Meksiko, China dan Rusia. Menurut Nauert, semua dari wartawan yang dibunuh dan ditahan di negara-negara tersebut adalah korban dari pemerintah setempat yang menindas.
Setelah Nauert selesai dengan pidato pembukaan, seorang jurnalis tiba-tiba mengajukan pertanyaan tentang kasus pembunuhan wartawan Palestina di Gaza oleh tentara Israel.
"Apakah Anda juga mengutuk kematian wartawan baru-baru ini, jurnalis Palestina di Jalur Gaza?," tanya seorang wartawan kepada Nauert.
Diplomat AS itu menjawab, terlalu banyak wartawan yang tewas di seluruh dunia. Menurutnya, Departemen Luar Negeri tidak dapat menyebutkan semuanya.
"AS, tentu saja, selalu sedih dengan hilangnya nyawa," ujarnya. "Tetapi, Israel memiliki hak untuk membela diri," katanya, seperti dikutip Russia Today, Sabtu (5/5/2018).
Data Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan, sudah 45 orang tewas ditembak pasukan Israel saat demo "Kembali ke Tanah Kelahiran" di perbatasan Gaza dengan Israel. Dari 45 orang yang dibunuh itu, dua di antaranya wartawan yang sedang meliput demonstrasi.
Selain membunuh 45 orang di Gaza, pasukan Israel telah menyebabkan 6.000 orang terluka.
Ketika ditekan lebih lanjut soal sikap AS tentang pembunuhan wartawan oleh tentara Israel, Nauert mengklaim tidak ada informasi yang detail tentang setiap wartawan yang tewas atau terluka oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Diplomat Amerika itu justru meminta wartawan menanyakannya kepada pemerintah Israel.
(mas)