Kuwait Usir Duta Besar Filipina, Beri Waktu Seminggu
A
A
A
KUWAIT - Kuwait memerintahkan Duta Besar Filipina untuk meninggalkan negara itu dalam waktu seminggu. Kuwait juga telah memanggil Duta Besarnya untuk Filipina guna berkonsultasi.
Keputusan ini muncul setelah staf kedutaan mencoba "menyelamatkan" pekerja rumah tangga Filipina di tengah laporan pelecehan.
Keputusan itu adalah episode terbaru dalam krisis tiga bulan kedua negara terkait pelecehan oleh majikan di negara Teluk Arab yang kaya telah mendorong beberapa orang Filipina untuk bunuh diri.
Pada Selasa kemarin, Filipina telah meminta maaf untuk apa yang dipandang Kuwait sebagai pelanggaran "mencolok" dari kedaulatannya. Menteri Luar Negeri Filipina mengatakan bahwa pihak kedutaan terpaksa "membantu" para pekerja Filipina yang meminta bantuan karena beberapa situasi terkait masalah hidup dan mati.
Kementerian luar negeri Kuwait mengatakan telah memberi duta besar tiga hari untuk memberikan nama-nama penduduk Filipina di Kuwait yang telah "menculik" pekerja rumah tangga dari rumah majikan mereka, menambahkan bahwa pihaknya belum menerima tanggapan dari kedutaan.
"Pasukan keamanan Kuwait akan terus memburu mereka yang melanggar keamanan negara dan mengadilinya," kementerian itu menambahkan dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari Reuters, Rabu (25/4/2018).
Menurut Menteri Luar Negeri Filipina lebih dari 65 persen dari lebih 260 ribu warga Filipina di Kuwait dalah pembantu rumah tangga.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Februari menyerukan kepada para pekerja Filipina di Kuwait untuk pulang setelah penemuan mayat pekerja rumah tangga di dalam lemari pendingin di sebuah rumah yang ditinggalkan. Dia kemudian mengatakan bahwa daftar kasus-kasus penganiayaan buruh migran Filipina yang dilaporkan dan tidak dilaporkan akan dipersiapkan.
Pekerja asing di banyak negara Teluk bekerja di bawah sistem sponsor yang memberi majikan hak untuk menyimpan paspor mereka dan melakukan kontrol penuh atas masa tinggal mereka.
Human Rights Watch dan Amnesty International telah lama mengeluhkan bahwa negara-negara Teluk tidak mengatur dengan benar kondisi kerja bagi pekerja rumah tangga dan pekerja berpenghasilan rendah.
Kedua lembaha itu mengatakan jam kerja yang terlalu panjang dan fleksibilitas yang tidak cukup untuk mengubah kontrak atau kembali ke negara asal bertentangan dengan undang-undang ketenagakerjaan internasional dan mencabut hak asasi manusia para pekerja.
Keputusan ini muncul setelah staf kedutaan mencoba "menyelamatkan" pekerja rumah tangga Filipina di tengah laporan pelecehan.
Keputusan itu adalah episode terbaru dalam krisis tiga bulan kedua negara terkait pelecehan oleh majikan di negara Teluk Arab yang kaya telah mendorong beberapa orang Filipina untuk bunuh diri.
Pada Selasa kemarin, Filipina telah meminta maaf untuk apa yang dipandang Kuwait sebagai pelanggaran "mencolok" dari kedaulatannya. Menteri Luar Negeri Filipina mengatakan bahwa pihak kedutaan terpaksa "membantu" para pekerja Filipina yang meminta bantuan karena beberapa situasi terkait masalah hidup dan mati.
Kementerian luar negeri Kuwait mengatakan telah memberi duta besar tiga hari untuk memberikan nama-nama penduduk Filipina di Kuwait yang telah "menculik" pekerja rumah tangga dari rumah majikan mereka, menambahkan bahwa pihaknya belum menerima tanggapan dari kedutaan.
"Pasukan keamanan Kuwait akan terus memburu mereka yang melanggar keamanan negara dan mengadilinya," kementerian itu menambahkan dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari Reuters, Rabu (25/4/2018).
Menurut Menteri Luar Negeri Filipina lebih dari 65 persen dari lebih 260 ribu warga Filipina di Kuwait dalah pembantu rumah tangga.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Februari menyerukan kepada para pekerja Filipina di Kuwait untuk pulang setelah penemuan mayat pekerja rumah tangga di dalam lemari pendingin di sebuah rumah yang ditinggalkan. Dia kemudian mengatakan bahwa daftar kasus-kasus penganiayaan buruh migran Filipina yang dilaporkan dan tidak dilaporkan akan dipersiapkan.
Pekerja asing di banyak negara Teluk bekerja di bawah sistem sponsor yang memberi majikan hak untuk menyimpan paspor mereka dan melakukan kontrol penuh atas masa tinggal mereka.
Human Rights Watch dan Amnesty International telah lama mengeluhkan bahwa negara-negara Teluk tidak mengatur dengan benar kondisi kerja bagi pekerja rumah tangga dan pekerja berpenghasilan rendah.
Kedua lembaha itu mengatakan jam kerja yang terlalu panjang dan fleksibilitas yang tidak cukup untuk mengubah kontrak atau kembali ke negara asal bertentangan dengan undang-undang ketenagakerjaan internasional dan mencabut hak asasi manusia para pekerja.
(ian)