Pengadilan Irak Vonis Mati 212 Anggota ISIS
A
A
A
BAGHDAD - Pengadilan di Irak pada hari Rabu (18/4/2018) menjatuhkan vonis mati terhadap 212 orang di Mosul dan sekitarnya atas tuduhan terlibat dalam keanggotaan kelompok Islamic State atau ISIS.
Sidang pengadilan digelar setelah Mosul direbut kembali pasukan Irak pada Juli dan Agustus 2017 lalu. Mosul telah menjadi rumah bagi 2 juta orang sebelum dikuasai kelompok ISIS pada tahun 2014 yang kemudian memproklamasikan "kekhalifahan" yang membentang hingga ke wilayah Suriah.
Perdana Menteri Haider al-Abadi mengumumkan kemenangan penuh pasukan Irak atas kelompok itu pada Desember lalu.
Sejak saat itu, kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) mulai menyoroti pemerintah Irak dan otoritas terkait pemegang kekuasaan terkait proses peradilan yang dianggap tidak adil.
Dewan Kehakiman Agung Irak mengatakan pada hari Rabu bahwa beberapa pengadilan kriminal di bawah Pengadilan Banding Federal Nineveh, yang yurisdiksinya termasuk Mosul, sejauh ini mengadili total 815 kasus sejak daerah itu direbut kembali dari kelompok ISIS.
"Statistik yang berasal dari pengadilan kriminal menunjukkan bahwa 815 orang telah diadili dan bahwa 212 dijatuhi hukuman mati. Sebanyak 150 orang lainnya dijatuhi hukuman seumur hidup di penjara," kata jurubicara pengadilan Hakim Abdul-Sattar al-Birqdar, seperti dikutip Reuters.
Tidak jelas sudah seberapa banyak hukuman mati yang dijalankan otoritas Irak sejauh ini.
"Sebagian besar putusan ini dijatuhkan terkait dengan organisasi teroris ISIS yang terbukti telah melakukan kejahatan, dan datang setelah pengadilan umum digelar sesuai dengan hukum. Para terdakwa diberikan haknya," kata Birqdar.
Menurut Birqdar, sebanyak 341 terdakwa lainnya dipenjara karena berbagai ketentuan dan 112 terdakwa dibebaskan.
Human Rights Watch yang bermarkas di New York merilis laporan setebal 80 halaman pada bulan Desember lalu yang menuduh para hakim regional federal dan Kurdi Irak melanggar hak-hak tersangka ISIS dengan pengadilan yang cacat, penahanan sewenang-wenang dalam kondisi yang keras dan penuntutan yang luas.
Sidang pengadilan digelar setelah Mosul direbut kembali pasukan Irak pada Juli dan Agustus 2017 lalu. Mosul telah menjadi rumah bagi 2 juta orang sebelum dikuasai kelompok ISIS pada tahun 2014 yang kemudian memproklamasikan "kekhalifahan" yang membentang hingga ke wilayah Suriah.
Perdana Menteri Haider al-Abadi mengumumkan kemenangan penuh pasukan Irak atas kelompok itu pada Desember lalu.
Sejak saat itu, kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) mulai menyoroti pemerintah Irak dan otoritas terkait pemegang kekuasaan terkait proses peradilan yang dianggap tidak adil.
Dewan Kehakiman Agung Irak mengatakan pada hari Rabu bahwa beberapa pengadilan kriminal di bawah Pengadilan Banding Federal Nineveh, yang yurisdiksinya termasuk Mosul, sejauh ini mengadili total 815 kasus sejak daerah itu direbut kembali dari kelompok ISIS.
"Statistik yang berasal dari pengadilan kriminal menunjukkan bahwa 815 orang telah diadili dan bahwa 212 dijatuhi hukuman mati. Sebanyak 150 orang lainnya dijatuhi hukuman seumur hidup di penjara," kata jurubicara pengadilan Hakim Abdul-Sattar al-Birqdar, seperti dikutip Reuters.
Tidak jelas sudah seberapa banyak hukuman mati yang dijalankan otoritas Irak sejauh ini.
"Sebagian besar putusan ini dijatuhkan terkait dengan organisasi teroris ISIS yang terbukti telah melakukan kejahatan, dan datang setelah pengadilan umum digelar sesuai dengan hukum. Para terdakwa diberikan haknya," kata Birqdar.
Menurut Birqdar, sebanyak 341 terdakwa lainnya dipenjara karena berbagai ketentuan dan 112 terdakwa dibebaskan.
Human Rights Watch yang bermarkas di New York merilis laporan setebal 80 halaman pada bulan Desember lalu yang menuduh para hakim regional federal dan Kurdi Irak melanggar hak-hak tersangka ISIS dengan pengadilan yang cacat, penahanan sewenang-wenang dalam kondisi yang keras dan penuntutan yang luas.
(mas)