Isu Program Nuklir Korut Jadi Fokus Dialog NPT di Jakarta
A
A
A
JAKARTA - Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri Indonesia, Grata Endah menuturkan, Korea Utara (Korut) kemungkinan besar akan menjadi pembahasan utama dalam Dialog dan Konsulatasi Regional Mengenai Perjanjian Perlucutan Senjata Nuklir (NPT). Kegiatan ini sendiri digelar di Jakarta.
"Betul (isu Korut cukup besar), karena kalau kita lihat kawasan Asia Pasifik, satu-satunya yang memiliki senjata nuklir kan ada dua, Korut dan China. Kalau China berbeda, karena dia P5, sudah declare. Kalau Korut kan sudah keluar (dari NPT), dan menyatakan dirinya sebagai negara senjata nuklir, dan itu harus disampaikan karena dia bukan lagi pihak dari NPT, dan kita harus mencari cara untuk mendekati isu Korut, kalau perlu dengan mengundang kembali mereka untuk menjadi negara pihak," ucap Grata, Jakarta, Rabu (21/3/2018).
Ia lalu menuturkan bahwa jalur diplomasi lebih efektif ketimbang jalur sanksi dalam menyelesaikan masalah semacam ini. Grata menyebut salah satu contohnya adalah kesepakatan nuklir Iran, atau yang dikenal juga dengan nama JCPOA.
"Sebenarnya sudah banyak pemikiran dengan apa yang terjadi dengan negosiasi JCPOA Iran. Kita lihat disitu bahwa JCPOA itu adalah bukti keberhasilan upaya diplomasi dan bukan sanksi," ungkap wanita berkacamata itu.
"Memang disini harus ada kepercayaan besar NPT sebagai rezim itu sendiri. Bahwa upaya non-plorefirasi tidak menghukum negara-negara yang ingin mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai," tukasnya.
Grata kemudian menuturkan, pertemuan NPT di Jakarta sendiri adalah bagian dari persiapan pertemuan besar NPT yang akan digelar tahun depan. Ketua tim persiapan, dalam hal ini Polandia akan menyambangi kawasan-kawasan di dunia untuk mendengarkan apa yang mereka keluhkan. Sebelum di Jakarta, yang merupakan pertemuan untuk kawasan Asia Pasifik, pertemuan serupa di gelar di Meksiko untuk kawasan Amerika Latin.
"Betul (isu Korut cukup besar), karena kalau kita lihat kawasan Asia Pasifik, satu-satunya yang memiliki senjata nuklir kan ada dua, Korut dan China. Kalau China berbeda, karena dia P5, sudah declare. Kalau Korut kan sudah keluar (dari NPT), dan menyatakan dirinya sebagai negara senjata nuklir, dan itu harus disampaikan karena dia bukan lagi pihak dari NPT, dan kita harus mencari cara untuk mendekati isu Korut, kalau perlu dengan mengundang kembali mereka untuk menjadi negara pihak," ucap Grata, Jakarta, Rabu (21/3/2018).
Ia lalu menuturkan bahwa jalur diplomasi lebih efektif ketimbang jalur sanksi dalam menyelesaikan masalah semacam ini. Grata menyebut salah satu contohnya adalah kesepakatan nuklir Iran, atau yang dikenal juga dengan nama JCPOA.
"Sebenarnya sudah banyak pemikiran dengan apa yang terjadi dengan negosiasi JCPOA Iran. Kita lihat disitu bahwa JCPOA itu adalah bukti keberhasilan upaya diplomasi dan bukan sanksi," ungkap wanita berkacamata itu.
"Memang disini harus ada kepercayaan besar NPT sebagai rezim itu sendiri. Bahwa upaya non-plorefirasi tidak menghukum negara-negara yang ingin mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai," tukasnya.
Grata kemudian menuturkan, pertemuan NPT di Jakarta sendiri adalah bagian dari persiapan pertemuan besar NPT yang akan digelar tahun depan. Ketua tim persiapan, dalam hal ini Polandia akan menyambangi kawasan-kawasan di dunia untuk mendengarkan apa yang mereka keluhkan. Sebelum di Jakarta, yang merupakan pertemuan untuk kawasan Asia Pasifik, pertemuan serupa di gelar di Meksiko untuk kawasan Amerika Latin.
(ian)