Ribuan Warga Suriah Jadi Korban Kekerasan Seksual

Jum'at, 16 Maret 2018 - 05:41 WIB
Ribuan Warga Suriah...
Ribuan Warga Suriah Jadi Korban Kekerasan Seksual
A A A
JENEWA - Laporan PBB menyatakan ribuan warga sipil Suriah telah menjadi korban kekerasan seksual pasukan rezim Bashar al-Assad dan milisi sekutunya. Kekerasan seksual ini tidak hanya menimpa perempuan dan anak perempuan, tetapi juga laki-laki.

Mereka menjadi korban kekerasan seksual dalam sebuah kampanye untuk menghukum masyarakat oposisi, sebuah tindakan yang merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dalam laporannya yang mengerikan, penyelidik PBB juga menemukan fakta bahwa kejahatan kekerasan seksual dan penyiksaan juga dilakukan oleh kelompok pejuang meskipun ini sangat tidak umum.

Laporan tersebut juga mengatakan bahwa gerilyawan Islamic State (IS) telah mengeksekusi perempuan dan anak perempuan dengan rajam karena melakukan perzinahan, memaksa perempuan untuk menikah, dan menganiaya pria homoseksual.

"Ini benar-benar menjijikkan bahwa tindakan kekerasan seksual dan berbasis gender yang brutal terus dilakukan di seluruh Suriah selama tujuh tahun oleh kebanyakan kelompok yang bertikai," ujar ketua Komisi Penyelidik PBB, Paulo Pinheiro, pada sebuah acara panel seperti dikutip dari Reuters, Jumat (16/3/2018).

Laporan tersebut, yang diterbitkan saat perang Suriah memasuki tahun kedelapan, didasarkan pada 454 wawancara dengan korban selamat, saudara, saksi, pembelot, dan staf medis. Laporan ini merekomendasikan agar Dewan Keamanan PBB merujuk temuan tersebut ke Pengadilan Pidana Internasional untuk kemungkinan penuntutan.

Karen AbuZayd, seorang komisaris Amerika di panel tersebut, mengatakan bahwa kasus terdokumentasi itu mewakili "puncak gunung es".

Laporan tersebut menyatakan pasukan pemerintah memperkosa warga sipil selama pencarian di rumah dan operasi darat pada tahap awal konflik, dan kemudian di pos pemeriksaan dan fasilitas penahanan. Korban termuda yang diketahui adalah seorang gadis berusia sembilan tahun.

"Pemerkosaan terhadap perempuan dan anak perempuan didokumentasikan di 20 cabang intelijen pemerintah dan militer, dan perkosaan laki-laki dan anak laki-laki didokumentasikan di 15 cabang," kata penyelidik kejahatan perang PBB.

Para ahli independen - yang telah mengumpulkan daftar tersangka secara rahasia sejak 2011 - tidak menyebutkan nama pelaku perorangan. Namun mereka mengatakan telah mendokumentasikan "banyak" kasus pemerkosaan oleh petugas tingkat tinggi.

"Kekerasan seksual terhadap perempuan dan laki-laki digunakan untuk memaksa pengakuan, untuk mendapatkan informasi, sebagai hukuman dan juga untuk meneror masyarakat oposisi," bunyi laporan tersebut.

Korban menderita rasa malu, depresi, inkontinensia, impotensi dan keguguran, serta penolakan dari keluarga mereka.

"Beberapa orang yang diwawancarai telah mengindikasikan bahwa lebih buruk jika seorang gadis diperkosa daripada dibunuh," kata AbuZayd.

"Sejumlah wanita dan anak perempuan terkadang bunuh diri karena pelecehan verbal yang mereka derita di rumah atau komunitas mereka," imbuhnya.

AbuZayd mengatakan bahwa pemerkosaan pria dan anak laki-laki sering diabaikan tapi juga menghancurkan.

"Ini adalah kejahatan yang sangat buruk. Kami tahu ini mengerikan bagi wanita, tapi juga sangat buruk bagi pria," ujarnya.

"Mereka terpaksa melakukan hubungan intim satu sama lain dan dengan kerabat lainnya. Mereka memberitahu Anda tentang kehilangan maskulinitas mereka, menjadi impoten. Mereka diperkosa dengan geng atau dengan objek dan benda, memiliki konsekuensi penyakit serius dan inkontinensia," terang AbuZayd.

Para penyelidik menemukan tidak ada bukti praktik sistematis oleh kelompok bersenjata untuk menggunakan kekerasan seksual, namun beberapa insiden telah terjadi dalam serangan sektarian atau balas dendam.

Mereka menerima tuduhan kelompok ekstremis dan teroris yang memberlakukan hukuman abad pertengahan pada pria yang dituduh homoseksualitas, termasuk melemparkan mereka dari gedung-gedung tinggi.

"Di negara Islam, kami mencatat perempuan dilempari batu karena perzinahan, seringkali karena pelanggaran kode berpakaian, penahanan dan pemukulan terhadap wanita termasuk wanita hamil karena pelanggaran ringan, dan pemeriksaan fisik untuk menentukan keperawanan," kata Hanny Megally, komisaris PBB.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1100 seconds (0.1#10.140)