Menteri Bangladesh: Pemerintah Myanmar Setan dan Penipu
A
A
A
DHAKA - Seorang menteri senior Bangladesh mengutuk pemerintah Myanmar sebagai setan. Ia juga mengaku tidak yakin jika ratusan ribu pengungsi Rohingya dapat dipulangkan.
Lebih dari 700 ribu etnis Rohingya tinggal di kamp-kamp di perbatasan Bangladesh setelah melarikan diri dari sebuah kampanye kekerasan oleh militer Myanmar di wilayah Rahkine. Banyak rumah dan desa mereka terbakar habis, ribuan orang terbunuh dan ratusan perempuan diperkosa.
Bangladesh telah mendesak Rohingya akan dipulangkan kembali. Namun Menteri Keuangan Bangladesh, Abul Maal Abdul Muhith, mengakui bahwa hal ini semakin terlihat tidak realistis.
"Saya tidak percaya Rohingya bisa dikirim pulang kembali. Anda bisa berspekulasi bahwa sangat sedikit yang akan kembali ke Myanmar," katanya.
"Alasan pertama adalah bahwa Myanmar hanya akan mengambil beberapa dan kedua adalah bahwa para pengungsi tidak akan pernah kembali jika mereka takut akan penganiayaan," jelasnya seperti dikutip dari The Telegraph, Kamis (8/3/2018).
Sebuah perjanjian repatriasi ditandatangani oleh kedua negara pada bulan November lalu, yang seharusnya memulai proses pengembalian Rohingya ke Rahkine. Kesepakatan itu diulangi pada bulan Januari, yang menetapkan bahwa Rohingya harus dikembalikan dalam waktu dua tahun.
Sejak itu kemajuan kesepakatan tersebut terhenti, bagaimanapun, dengan kedua pihak menyalahkan pihak lain karena kurang mendapat bantuan. Ada juga kekhawatiran bahwa Rahkine tetap tidak aman bagi komunitas Muslim minoritas itu, dengan sebagian besar LSM dan organisasi seperti PBB masih dilarang beroperasi di sana. Sementara itu, Rohingya terus menyusuri perbatasan untuk menghindari penganiayaan.
Muhith sangat vokal dalam mengutuk Myanmar dan ia menggambarkan pemerintah negara itu sebagai setan. Ia juga mengkritik pendekatan terhadap repatriasi, dengan mengatakan bahwa pihaknya akan membawa 15 pengungsi Rohingya setiap hari jika ada 1 juta.
"Mereka setan, pemerintah penipu. Kami tidak memiliki kelemahan dalam diplomasi, semua orang mendukung kami. Tapi, orang Myanmar tidak bisa dipercaya," katanya.
Komentarnya datang pada saat hubungan Bangladesh-Myanmar telah diperparah lagi oleh penumpukan pasukan Myanmar di perbatasan. Pasukan tersebut berada dekat dengan sebidang tanah yang menampung sekitar 6.000 etnis Rohingya. Pemerintah Myanmar bersikeras beralasan hal itu untuk melindungi diri dari terorisme.
Sementara Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menyambut baik keberadaan Rohingya yang teraniaya, ada tanda-tanda bahwa kesabaran negara tersebut sedang diuji oleh ratusan ribu pengungsi yang menduduki tanah tersebut.
Kemiskinan meluas di Bangladesh dan, dengan pemilihan tahun ini, garis waktu untuk repatriasi Rohingya adalah sebuah isu kontroversial bagi Liga Awami yang saat ini memerintah.
Lebih dari 700 ribu etnis Rohingya tinggal di kamp-kamp di perbatasan Bangladesh setelah melarikan diri dari sebuah kampanye kekerasan oleh militer Myanmar di wilayah Rahkine. Banyak rumah dan desa mereka terbakar habis, ribuan orang terbunuh dan ratusan perempuan diperkosa.
Bangladesh telah mendesak Rohingya akan dipulangkan kembali. Namun Menteri Keuangan Bangladesh, Abul Maal Abdul Muhith, mengakui bahwa hal ini semakin terlihat tidak realistis.
"Saya tidak percaya Rohingya bisa dikirim pulang kembali. Anda bisa berspekulasi bahwa sangat sedikit yang akan kembali ke Myanmar," katanya.
"Alasan pertama adalah bahwa Myanmar hanya akan mengambil beberapa dan kedua adalah bahwa para pengungsi tidak akan pernah kembali jika mereka takut akan penganiayaan," jelasnya seperti dikutip dari The Telegraph, Kamis (8/3/2018).
Sebuah perjanjian repatriasi ditandatangani oleh kedua negara pada bulan November lalu, yang seharusnya memulai proses pengembalian Rohingya ke Rahkine. Kesepakatan itu diulangi pada bulan Januari, yang menetapkan bahwa Rohingya harus dikembalikan dalam waktu dua tahun.
Sejak itu kemajuan kesepakatan tersebut terhenti, bagaimanapun, dengan kedua pihak menyalahkan pihak lain karena kurang mendapat bantuan. Ada juga kekhawatiran bahwa Rahkine tetap tidak aman bagi komunitas Muslim minoritas itu, dengan sebagian besar LSM dan organisasi seperti PBB masih dilarang beroperasi di sana. Sementara itu, Rohingya terus menyusuri perbatasan untuk menghindari penganiayaan.
Muhith sangat vokal dalam mengutuk Myanmar dan ia menggambarkan pemerintah negara itu sebagai setan. Ia juga mengkritik pendekatan terhadap repatriasi, dengan mengatakan bahwa pihaknya akan membawa 15 pengungsi Rohingya setiap hari jika ada 1 juta.
"Mereka setan, pemerintah penipu. Kami tidak memiliki kelemahan dalam diplomasi, semua orang mendukung kami. Tapi, orang Myanmar tidak bisa dipercaya," katanya.
Komentarnya datang pada saat hubungan Bangladesh-Myanmar telah diperparah lagi oleh penumpukan pasukan Myanmar di perbatasan. Pasukan tersebut berada dekat dengan sebidang tanah yang menampung sekitar 6.000 etnis Rohingya. Pemerintah Myanmar bersikeras beralasan hal itu untuk melindungi diri dari terorisme.
Sementara Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, menyambut baik keberadaan Rohingya yang teraniaya, ada tanda-tanda bahwa kesabaran negara tersebut sedang diuji oleh ratusan ribu pengungsi yang menduduki tanah tersebut.
Kemiskinan meluas di Bangladesh dan, dengan pemilihan tahun ini, garis waktu untuk repatriasi Rohingya adalah sebuah isu kontroversial bagi Liga Awami yang saat ini memerintah.
(ian)