Korsel Pertahankan Sanksi Korut
Kamis, 08 Maret 2018 - 09:02 WIB

Korsel Pertahankan Sanksi Korut
A
A
A
SEOUL - Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in menyatakan sanksi pada Korea Utara (Korut) tidak akan dikurangi demi pertemuan tingkat tinggi antara kedua pihak.
Para pejabat Korsel telah bertemu Pemimpin Korut Kim Jong-un pada Senin (5/3) untuk pertama kali secara akrab. Kim mengungkapkan keinginan denuklirisasi jika keamanan negaranya terjamin.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan Korut tampak “tulus” dalam keinginannya menghentikan tes nuklir jika ada perundingan denuklirisasi dengan AS. Ketegangan meningkat ke level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir terkait program rudal dan nuklir Korut.
Korut telah mendorong rencana pengembangan rudal dengan hulu ledak nuklir yang dapat mencapai daratan AS. Meski demikian, kekhawatiran terjadinya perang mereda bulan lalu bertepatan dengan partisipasi Korut di Olimpiade Musim Dingin Korsel.
“Dari mleihat berita atau Twitter, saya yakin Presiden Trump positif tentang hasil kunjungan Korut oleh pejabat Korsel,” kata Moon pada para pemimpin partai politik di negara itu, kemarin, dikutip kantor berita Reuters.
Moon menjelaskan, “Meski demikian, pada tahap awal ini, saya yakin kita bukan pada situasi di mana kita dapat optimistis.”
Dia menyatakan tidak berencana mengurangi sanksi. “Hanya karena ada perundingan antara Korut dan Korsel tidak berarti sanksi internasional dapat dikurangi. Tidak ada pengurangan sanksi sembarangan. Kita tidak ingin melakukan itu dan saya katakan pada Anda sekarang itu mustahil,” ujarnya.
Moon menegaskan, tujuan Korsel adalah denuklirisasi Korut dan tidak ada tujuan lain. “Kita tidak dapat memiliki hal lain seperti mencegah proliferasi nuklir atau moratorium nuklir sebagai tujuan akhir,” kata Moon.
Korut dan Korsel secara teknis masih berperang karena konflik 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan traktat perdamaian. Korut mempertahankan program senjatanya dengan alasan untuk melawan agresi AS. Korsel telah menampung 28.500 tentara AS sebagai warisan perang Korea.
“Korut dan Korsel bulan depan akan melakukan pertemuan pertama antara kedua pemipmin sejak 2007 di desa perbatasan Panmunjom,” papar Kepala Delegasi Korsel Chung Eui-yong.
Para pemimpin dunia juga melihat perkembangan ini dengan optimisme dan waspada. Mereka khawatir negosiasi ini kembali gagal mencegah Pyongyang mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik antarbenua.
Perundingan enam pihak yang terdiri atas dua Korea, Jepang, Rusia dan AS, serta digelar oleh China, berakhir gagal pada 2009 saat Korut mengkritik langkah AS. Pejabat Korsel yang bertemu pemimpin Korut akan ke Washington pada hari ini.
Chung menjelaskan, dia memiliki pesan lisan dari Kim Jong-un yang akan dia kirimkan pada para pejabat AS. Meski demikian, tidak jelas apakah Chung akan bertemu Trump.
Setelah kembali dari AS, Chung akan mengunjungi China dan Rusia, sementara Kepala Badan Intelijen Korsel Suh Hoon akan ke Jepang.
Trump menjelaskan pada para jurnalis di Ruang Oval Gedung Putih bahwa retorika Korut dan pernyataan dari Korsel serta Korut sangat positif. Saat ditanya apakah dia memiliki syarat awal untuk perundingan, Trump menjawab, “Saya tidak ingin bicara tentang itu. Kita akan melihat apa yang terjadi.” (Syarifudin)
Para pejabat Korsel telah bertemu Pemimpin Korut Kim Jong-un pada Senin (5/3) untuk pertama kali secara akrab. Kim mengungkapkan keinginan denuklirisasi jika keamanan negaranya terjamin.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan Korut tampak “tulus” dalam keinginannya menghentikan tes nuklir jika ada perundingan denuklirisasi dengan AS. Ketegangan meningkat ke level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir terkait program rudal dan nuklir Korut.
Korut telah mendorong rencana pengembangan rudal dengan hulu ledak nuklir yang dapat mencapai daratan AS. Meski demikian, kekhawatiran terjadinya perang mereda bulan lalu bertepatan dengan partisipasi Korut di Olimpiade Musim Dingin Korsel.
“Dari mleihat berita atau Twitter, saya yakin Presiden Trump positif tentang hasil kunjungan Korut oleh pejabat Korsel,” kata Moon pada para pemimpin partai politik di negara itu, kemarin, dikutip kantor berita Reuters.
Moon menjelaskan, “Meski demikian, pada tahap awal ini, saya yakin kita bukan pada situasi di mana kita dapat optimistis.”
Dia menyatakan tidak berencana mengurangi sanksi. “Hanya karena ada perundingan antara Korut dan Korsel tidak berarti sanksi internasional dapat dikurangi. Tidak ada pengurangan sanksi sembarangan. Kita tidak ingin melakukan itu dan saya katakan pada Anda sekarang itu mustahil,” ujarnya.
Moon menegaskan, tujuan Korsel adalah denuklirisasi Korut dan tidak ada tujuan lain. “Kita tidak dapat memiliki hal lain seperti mencegah proliferasi nuklir atau moratorium nuklir sebagai tujuan akhir,” kata Moon.
Korut dan Korsel secara teknis masih berperang karena konflik 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan traktat perdamaian. Korut mempertahankan program senjatanya dengan alasan untuk melawan agresi AS. Korsel telah menampung 28.500 tentara AS sebagai warisan perang Korea.
“Korut dan Korsel bulan depan akan melakukan pertemuan pertama antara kedua pemipmin sejak 2007 di desa perbatasan Panmunjom,” papar Kepala Delegasi Korsel Chung Eui-yong.
Para pemimpin dunia juga melihat perkembangan ini dengan optimisme dan waspada. Mereka khawatir negosiasi ini kembali gagal mencegah Pyongyang mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik antarbenua.
Perundingan enam pihak yang terdiri atas dua Korea, Jepang, Rusia dan AS, serta digelar oleh China, berakhir gagal pada 2009 saat Korut mengkritik langkah AS. Pejabat Korsel yang bertemu pemimpin Korut akan ke Washington pada hari ini.
Chung menjelaskan, dia memiliki pesan lisan dari Kim Jong-un yang akan dia kirimkan pada para pejabat AS. Meski demikian, tidak jelas apakah Chung akan bertemu Trump.
Setelah kembali dari AS, Chung akan mengunjungi China dan Rusia, sementara Kepala Badan Intelijen Korsel Suh Hoon akan ke Jepang.
Trump menjelaskan pada para jurnalis di Ruang Oval Gedung Putih bahwa retorika Korut dan pernyataan dari Korsel serta Korut sangat positif. Saat ditanya apakah dia memiliki syarat awal untuk perundingan, Trump menjawab, “Saya tidak ingin bicara tentang itu. Kita akan melihat apa yang terjadi.” (Syarifudin)
(nfl)