Anggap Dalang Bom Bali, Australia Menentang Grasi Baasyir
A
A
A
CANBERRA - Pemerintah Australia menentang wacana grasi atau pengampunan pemerintah Indonesia untuk terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir. Australia menganggap Baasyir sebagai dalang di balik pemboman Bali 2002 yang menewaskan 200 orang, termasuk 88 warga Australia.
Sikap penolakan itu disampaikan Kantor Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop pada hari Sabtu. Menurut kantor tersebut, warga Australia mengharapkan keadilan di Indonesia terus ditegakkan.
”Abu Bakar Baasyir tidak boleh diizinkan untuk menghasut orang lain untuk melakukan serangan di masa depan lainnya terhadap warga sipil yang tidak bersalah,” bunyi pernyataan kantor tersebut, yang dikutip dari The Guardian, Minggu (4/3/2018).
Terlepas dari reaksi Australia, grasi oleh pemerintah Indonesia menjadi hak prerogratif presiden.
Baayir dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada tahun 2011 atas tuduhan mendukung sebuah kamp pelatihan bergaya militer untuk militan Islam. Dia telah menjalani hukuman hampir 7 tahun di Rumah Tahanan Gunung Sindur Bogor.
Sebelum mendekam di Rumah Tahanan Gunung Sindur, mantan pimpinan Pondok Pesantren Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah berusia 80 tahun ini sempat dihukum di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Pemindahan lokasi penahanan itu karena mempertimbangkan kondisi kesehatannya yang menurun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan usulan agar Baasyir dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk mendapatkan perawatan. Alasannya, atas dasar kemanusiaan, di mana kondisi kesehatan ustaz tersebut menurun.
Usulan agar Presiden Jokowi memberikan grasi Baasyir berasal dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin.
Namun, pihak Baasyir dilaporkan menolak mengajukan grasi dengan alasan dia tidak bersalah.
Sikap penolakan itu disampaikan Kantor Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop pada hari Sabtu. Menurut kantor tersebut, warga Australia mengharapkan keadilan di Indonesia terus ditegakkan.
”Abu Bakar Baasyir tidak boleh diizinkan untuk menghasut orang lain untuk melakukan serangan di masa depan lainnya terhadap warga sipil yang tidak bersalah,” bunyi pernyataan kantor tersebut, yang dikutip dari The Guardian, Minggu (4/3/2018).
Terlepas dari reaksi Australia, grasi oleh pemerintah Indonesia menjadi hak prerogratif presiden.
Baayir dijatuhi hukuman 15 tahun penjara pada tahun 2011 atas tuduhan mendukung sebuah kamp pelatihan bergaya militer untuk militan Islam. Dia telah menjalani hukuman hampir 7 tahun di Rumah Tahanan Gunung Sindur Bogor.
Sebelum mendekam di Rumah Tahanan Gunung Sindur, mantan pimpinan Pondok Pesantren Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah berusia 80 tahun ini sempat dihukum di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Pemindahan lokasi penahanan itu karena mempertimbangkan kondisi kesehatannya yang menurun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan usulan agar Baasyir dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk mendapatkan perawatan. Alasannya, atas dasar kemanusiaan, di mana kondisi kesehatan ustaz tersebut menurun.
Usulan agar Presiden Jokowi memberikan grasi Baasyir berasal dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin.
Namun, pihak Baasyir dilaporkan menolak mengajukan grasi dengan alasan dia tidak bersalah.
(mas)