Myanmar kepada Bangladesh: Setop Beri Bantuan untuk Rohingya
A
A
A
NAYPYIDAW - Myanmar meminta Bangladesh untuk menghentikan batuan bagi Muslim Rohingya yang tinggal di Zero Line. Hal itu diungkapkan pada sebuah pertemuan antara otoritas perbatasan.
Baik pejabat Myanmar dan Banglades bertemu untuk membahas proses pemulangan pengungsi Rohingya yang telah melarikan diri dalam beberapa bulan terakhir. Termasuk dalam diskusi tersebut adalah lebih dari 6.500 Rohingya yang terjebak dalam wilayah tanah yang yang tidak diklaim antara negara-negara tetangga, yang dikenal dengan Zero Line.
Wakil Komisaris Departemen Administrasi Umum di Negara Bagian Rakhine, U Ye Htut, mengatakan bahwa tidak ada orang yang harus tinggal di daerah tersebut karena "Tanah Tak Bertuan". Pernyataannya dikutip oleh media pemerintah yang mengatakan badan-badan internasional non-pemerintah (INGO) harus berhenti memberikan bantuan karena tidak sesuai dengan hukum.
"Masalah LSM yang memberikan bantuan dan memasuki wilayah terlarang Zero Line tidak sesuai dengan hukum dan karenanya mereka diberitahu mengenai hal tersebut," katanya, seperti dilansir Asean Correspondent dari media Myanmar, The New New Light of Myanmar, Rabu (21/2/2018).
U Ye Htut mengatakan sementara lembaga bantuan tidak menyeberangi sungai pemisah untuk memberikan dukungan, mereka secara tidak langsung memberikan bantuan kepada orang-orang di zona penyangga, polisi penjaga perbatasan Bangladesh harus mencegah hal ini terjadi.
Dalam selang waktu pertemuan tersebut, delegasi Bangladesh dan Myanmar mengunjungi Zero Line di mana mereka bertemu dengan keluarga Rohingya di daerah tersebut.
Menurut media pemerintah, pejabat Myanmar telah bertemu dengan masyarakat berulang kali untuk mendiskusikan kembalinya mereka ke Myanmar, namun mereka tidak mau bekerja sama. Wakil komisaris U Ye Htut menyebut tindakan mereka bermotif politik, menuduh mereka menyebarkan berita palsu dan mendorong untuk ditahan oleh pasukan keamanan guna menciptakan tekanan internasional.
Pemimpin komunitas Rohingya Dil Mohammad membantah laporan ini. Ia mengatakan Rohingya ingin kembali ke rumah namun mereka memerlukan jaminan keamanan mereka.
"Tuntutan tanah milik orang-orang kami adalah bahwa harus ada pengembalian yang aman, kami memerlukan keamanan dan semua hak dasar, termasuk kewarganegaraan," tegasnya.
Menurut surat kabar Bangladesh The Daily Star, Dil juga menuduh bahwa polisi penjaga perbatasan Myanmar sering mendekati pagar kawat berduri, melepaskan tembakan kosong dan bahkan melempar batu bata dan botol minuman kosong ke Rohingya, menanamkan rasa takut yang lebih besar kepada mereka.
Kesepakatan bilateral untuk memulangkan 700 ribu Rohingya yang telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus lalu telah disepakati. Bangladesh telah menyerahkan sebuah daftar lebih dari 8.000 Rohingya pada hari Jumat untuk diverifikasi oleh Naypyidaw.
Baik pejabat Myanmar dan Banglades bertemu untuk membahas proses pemulangan pengungsi Rohingya yang telah melarikan diri dalam beberapa bulan terakhir. Termasuk dalam diskusi tersebut adalah lebih dari 6.500 Rohingya yang terjebak dalam wilayah tanah yang yang tidak diklaim antara negara-negara tetangga, yang dikenal dengan Zero Line.
Wakil Komisaris Departemen Administrasi Umum di Negara Bagian Rakhine, U Ye Htut, mengatakan bahwa tidak ada orang yang harus tinggal di daerah tersebut karena "Tanah Tak Bertuan". Pernyataannya dikutip oleh media pemerintah yang mengatakan badan-badan internasional non-pemerintah (INGO) harus berhenti memberikan bantuan karena tidak sesuai dengan hukum.
"Masalah LSM yang memberikan bantuan dan memasuki wilayah terlarang Zero Line tidak sesuai dengan hukum dan karenanya mereka diberitahu mengenai hal tersebut," katanya, seperti dilansir Asean Correspondent dari media Myanmar, The New New Light of Myanmar, Rabu (21/2/2018).
U Ye Htut mengatakan sementara lembaga bantuan tidak menyeberangi sungai pemisah untuk memberikan dukungan, mereka secara tidak langsung memberikan bantuan kepada orang-orang di zona penyangga, polisi penjaga perbatasan Bangladesh harus mencegah hal ini terjadi.
Dalam selang waktu pertemuan tersebut, delegasi Bangladesh dan Myanmar mengunjungi Zero Line di mana mereka bertemu dengan keluarga Rohingya di daerah tersebut.
Menurut media pemerintah, pejabat Myanmar telah bertemu dengan masyarakat berulang kali untuk mendiskusikan kembalinya mereka ke Myanmar, namun mereka tidak mau bekerja sama. Wakil komisaris U Ye Htut menyebut tindakan mereka bermotif politik, menuduh mereka menyebarkan berita palsu dan mendorong untuk ditahan oleh pasukan keamanan guna menciptakan tekanan internasional.
Pemimpin komunitas Rohingya Dil Mohammad membantah laporan ini. Ia mengatakan Rohingya ingin kembali ke rumah namun mereka memerlukan jaminan keamanan mereka.
"Tuntutan tanah milik orang-orang kami adalah bahwa harus ada pengembalian yang aman, kami memerlukan keamanan dan semua hak dasar, termasuk kewarganegaraan," tegasnya.
Menurut surat kabar Bangladesh The Daily Star, Dil juga menuduh bahwa polisi penjaga perbatasan Myanmar sering mendekati pagar kawat berduri, melepaskan tembakan kosong dan bahkan melempar batu bata dan botol minuman kosong ke Rohingya, menanamkan rasa takut yang lebih besar kepada mereka.
Kesepakatan bilateral untuk memulangkan 700 ribu Rohingya yang telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus lalu telah disepakati. Bangladesh telah menyerahkan sebuah daftar lebih dari 8.000 Rohingya pada hari Jumat untuk diverifikasi oleh Naypyidaw.
(ian)