Aplikasi Keanggotaan Kelompok Separatis di MSG Temui Jalan Buntu
A
A
A
PORT MORESBY - Pada KTT Melanesian Spearhead Group (MSG) ke-21 di Port Moresby, Papua Nugini, aplikasi keanggotaan kelompok separatis di MSG kembali menemui jalan buntu. Atas dasar apapun, jelas tidak ada tempat bagi kelompok separatis. Demikian ditegaskan Desra Percaya, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri selaku Ketua Delegasi Indonesia.
Ini bukan upaya pertama kali kelompok separatis tersebut mencoba meningkatkan statusnya di MSG. Pada KTT Khusus 2016 di Honiara, Kepulauan Solomon, kelompok separatis tersebut juga telah mengalami kegagalan. Pada pertemuan di Port Moresby ini, sejumlah pemimpin MSG kembali mempermasalahkan keinginan kelompok tersebut untuk menjadi anggota MSG dan menilai bahwa kelompok ini tidak pantas menjadi anggota penuh MSG.
Pembahasan yang dilakukan dalam format Leaders’ Retreat menyepakati panduan keanggotaan dan mengembalikan aplikasi kelompok separatis tersebut ke Sekretariat. Para pemimpin MSG juga meminta agar Sekretariat MSG merumuskan aturan dan kriteria mengenai keanggotaan.
Dengan perkembangan tersebut, maka masih perlu dilakukan pembahasan khusus terkait substansi kriteria keanggotaan dengan menerapkan kembali mekanisme semestinya, yaitu melalui forum tingkat pejabat tinggi, menteri dan terakhir diusulkan ke para pemimpin. Prinsip-prinsip pembentukan MSG yang telah direvisi tahun 2015, juga menegaskan bahwa anggota MSG wajib menghormati kedaulatan dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
Dengan pengambilan keputusan secara konsensus serta dukungan kuat dari sahabat Indonesia di MSG yang menghormati dan junjung tinggi prinsip-prinsip dan tujuan organisasi, khususnya terkait penghormatan kedaulatan dan integritas wilayah, maka aplikasi keanggotaan oleh kelompok tersebut akan selalu menghadapi jalan buntu dan tidak mungkin terealisasi.
“Hasil KTT MSG 2015 jelas menegaskan bahwa kehadiran kelompok separatis tersebut di MSG hanyalah sebagai salah satu peninjau mewakili sekelompok kecil separatis yang berdomisili di luar negeri,” ujar Desra, seperti tertuang dalam rilis yang diterima Sindonews.
“Pernyataan kelompok separatis yang mengaku sebagai perwakilan resmi masyarakat Papua di MSG, tentunya sangat tidak adil bagi 3,9 juta penduduk Propinsi Papua dan Papua Barat,” lanjut Desra. Menurutnya, lebih dari dua juta warga provinsi Papua dan Papua Barat selama ini telah menjalankan hak demokratisnya dengan bebas dan adil.
“Aspirasi seluruh rakyat kedua propinsi tersebut terwakili dalam sistem demokrasi terbuka yang ada di Indonesia,” imbuh Desra.
Pada tahun 2018, Lembaga internasional Freedom House menyatakan bahwa pemilihan umum di Indonesia, termasuk di Papua dan Papua Barat, adalah bebas dan adil.
“Sebagaimana provinsi lainnya, masyarakat di provinsi Papua dan Papua Barat adalah politically free. Kebebasan berdemokrasi, mengelola anggaran, dan pembangunan sendiri tersebut diakui dunia internasional,” jelasnya.
Pada rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-21 Melanesian Spearhead Group (MSG) ini, Indonesia telah menyampaikan komitmennya untuk menjadi mitra yang kuat bagi negara anggota MSG dalam mewujudkan visi MSG 2038 Prosperity for All, suatu rencana 25 tahun untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di sub-kawasan Melanesia.
“Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk mendorong pembangunan, meningkatkan kesejahteraan dan keamanan sub-kawasan Melanesia di bawah keketuaan Papua Nugini di Melanesian Spearhead Group (MSG),” ungkap Desra.
Para pemimpin MSG, menyatakan sependapat dengan Desra, bahwa penting bagi MSG untuk fokus pada tujuan bersama mencapai kesejahteraan, pembangunan berkelanjutan, good governance dan keamanan. Akan sangat merugikan apabila perhatian MSG teralihkan oleh isu-isu yang tidak relevan dengan tujuan tersebut.
MSG merupakan organisasi yang beranggotakan negara-negara di sub-kawasan Melanesia, yaitu Papua Nugini, Fiji, Kepulauan Solomon, Vanuatu dan FLNKS dari Kaledonia Baru. Sebelumnya, Indonesia telah diterima menjadi Associate Member pada KTT ke-20 MSG di Honiara pada 2015 saat keketuaan Kepulauan Solomon.
Rangkaian KTT MSG ke-21 ditutup dengan kunjungan delegasi ke parlemen PNG dan APEC Haus pada tanggal 15 Februari, sebagai bagian dari persiapan keketuaan PNG di APEC 2018.
Ini bukan upaya pertama kali kelompok separatis tersebut mencoba meningkatkan statusnya di MSG. Pada KTT Khusus 2016 di Honiara, Kepulauan Solomon, kelompok separatis tersebut juga telah mengalami kegagalan. Pada pertemuan di Port Moresby ini, sejumlah pemimpin MSG kembali mempermasalahkan keinginan kelompok tersebut untuk menjadi anggota MSG dan menilai bahwa kelompok ini tidak pantas menjadi anggota penuh MSG.
Pembahasan yang dilakukan dalam format Leaders’ Retreat menyepakati panduan keanggotaan dan mengembalikan aplikasi kelompok separatis tersebut ke Sekretariat. Para pemimpin MSG juga meminta agar Sekretariat MSG merumuskan aturan dan kriteria mengenai keanggotaan.
Dengan perkembangan tersebut, maka masih perlu dilakukan pembahasan khusus terkait substansi kriteria keanggotaan dengan menerapkan kembali mekanisme semestinya, yaitu melalui forum tingkat pejabat tinggi, menteri dan terakhir diusulkan ke para pemimpin. Prinsip-prinsip pembentukan MSG yang telah direvisi tahun 2015, juga menegaskan bahwa anggota MSG wajib menghormati kedaulatan dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
Dengan pengambilan keputusan secara konsensus serta dukungan kuat dari sahabat Indonesia di MSG yang menghormati dan junjung tinggi prinsip-prinsip dan tujuan organisasi, khususnya terkait penghormatan kedaulatan dan integritas wilayah, maka aplikasi keanggotaan oleh kelompok tersebut akan selalu menghadapi jalan buntu dan tidak mungkin terealisasi.
“Hasil KTT MSG 2015 jelas menegaskan bahwa kehadiran kelompok separatis tersebut di MSG hanyalah sebagai salah satu peninjau mewakili sekelompok kecil separatis yang berdomisili di luar negeri,” ujar Desra, seperti tertuang dalam rilis yang diterima Sindonews.
“Pernyataan kelompok separatis yang mengaku sebagai perwakilan resmi masyarakat Papua di MSG, tentunya sangat tidak adil bagi 3,9 juta penduduk Propinsi Papua dan Papua Barat,” lanjut Desra. Menurutnya, lebih dari dua juta warga provinsi Papua dan Papua Barat selama ini telah menjalankan hak demokratisnya dengan bebas dan adil.
“Aspirasi seluruh rakyat kedua propinsi tersebut terwakili dalam sistem demokrasi terbuka yang ada di Indonesia,” imbuh Desra.
Pada tahun 2018, Lembaga internasional Freedom House menyatakan bahwa pemilihan umum di Indonesia, termasuk di Papua dan Papua Barat, adalah bebas dan adil.
“Sebagaimana provinsi lainnya, masyarakat di provinsi Papua dan Papua Barat adalah politically free. Kebebasan berdemokrasi, mengelola anggaran, dan pembangunan sendiri tersebut diakui dunia internasional,” jelasnya.
Pada rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-21 Melanesian Spearhead Group (MSG) ini, Indonesia telah menyampaikan komitmennya untuk menjadi mitra yang kuat bagi negara anggota MSG dalam mewujudkan visi MSG 2038 Prosperity for All, suatu rencana 25 tahun untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di sub-kawasan Melanesia.
“Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk mendorong pembangunan, meningkatkan kesejahteraan dan keamanan sub-kawasan Melanesia di bawah keketuaan Papua Nugini di Melanesian Spearhead Group (MSG),” ungkap Desra.
Para pemimpin MSG, menyatakan sependapat dengan Desra, bahwa penting bagi MSG untuk fokus pada tujuan bersama mencapai kesejahteraan, pembangunan berkelanjutan, good governance dan keamanan. Akan sangat merugikan apabila perhatian MSG teralihkan oleh isu-isu yang tidak relevan dengan tujuan tersebut.
MSG merupakan organisasi yang beranggotakan negara-negara di sub-kawasan Melanesia, yaitu Papua Nugini, Fiji, Kepulauan Solomon, Vanuatu dan FLNKS dari Kaledonia Baru. Sebelumnya, Indonesia telah diterima menjadi Associate Member pada KTT ke-20 MSG di Honiara pada 2015 saat keketuaan Kepulauan Solomon.
Rangkaian KTT MSG ke-21 ditutup dengan kunjungan delegasi ke parlemen PNG dan APEC Haus pada tanggal 15 Februari, sebagai bagian dari persiapan keketuaan PNG di APEC 2018.
(esn)