Dubes Ito: Myanmar Abuse of Power pada ARSA, Bukan Sipil

Selasa, 13 Februari 2018 - 18:04 WIB
Dubes Ito: Myanmar Abuse...
Dubes Ito: Myanmar Abuse of Power pada ARSA, Bukan Sipil
A A A
JAKARTA - Duta Besar Indonesia untuk Myanmar Ito Sumardi membenarkan bahwa ada penggunaan kekuatan berlebihan oleh militer Myanmar terhadap masyrakat minoritas di Rakhine, yakni Rohingya. Hanya saja, kekuatan itu ditujukan untuk milisi Rohingya atau ARSA dan bukan warga sipil.

"Kalau dikatakan itu abuse of power, iya, bisa kita pastikan karena banyak. Cuma terhadap siapa? Mereka beragumentasi bahwa korban-korban yang jatuh itu adalah kelompok dari ARSA. ARSA sudah ditetapkan sebagai kelompok teroris," kata Ito pada Selasa (13/2/2018).

"Jadi mereka (ARSA) itu kan kalau kita lihat dari (kelompok) kejahatan teroganisir. Dari Kapolri sampaikan itu ada empat elemen, ada mastermind-nya yang namanya Atta Ulla atau Abu Amar, sekarang terkenalnya Abu Amar. Kalau dilihat dari posturnya, dia membawa senjata, memang kita lihat dia orang yang sangat terlatih," katanya.

"Kemudian yang kedua adalah militanya, yang siap mati kapan pun juga. Ketiga adalah simpatisannya, yang keempat para pendukungnya. Kalau di Indonesia, apa yang dilakukan oleh aparat keamanan di Indonesia, kita sudah memisahkan mereka ini," papar Ito.

"Jadi untuk unsur satu, yang mastermind-nya ada tim khusus, militannya tim khusus. Di sana, karena mungkin profesionalismenya yang masih terbatas, mereka menanganinya kurang profesional," sambung Ito.

Menurut Ito, Myanmar ingin belajar dari Indonesia bagaimana melawan pemberontakan dan mengembangkan profesionalisme diri di tubuh kepolisian. Indonesia, ujar dia, sangat siap untuk berbagi pengalaman dengan Myanmar mengenai hal ini.

"Inilah yang mungkin akan masuk dari pemerintah Indonesia. Bagaimana kita membagikan pengalaman kita, kasus-kasus di Aceh, kasus di Papua, kasus di Timor Timur dulu, karena saya ikut terlibat dulu, sehingga kita coba membagi (pengalaman), mereka ingin belajar dari kita," paparnya.

"Sehingga, sekarang yang akan mereka minta dari Indonesia adalah bagaimana menangani masalah terorisme. Sehingga ada kerja sama bilateral dengan kedatangan Menkopolhukam ke sana. Karena itu, difokuskan bagaimana mengatasi terorisme melalui pembangunan kapasitas," kata Dubes Ito.

"Diajarin bagaimana dia membuat undang-undangnya yang mengedapankan HAM. Membuat SOP-nya, dan lain sebagainya. Ini kan masih belum terlaksana, Myanmar kan negara yang baru ada perpisahan dari junta militer ke negara demokrasi, baru dua tahun, kita dulu memerlukan 18 tahun," imbuh dia.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8148 seconds (0.1#10.140)