Mahmoud Abbas Akan Berpidato di DK PBB
A
A
A
NEW YORK - Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan berpidato di Dewan Keamanan PBB pada 20 Februari mendatang dalam pertemuan bulanan badan tersebut terkait Timur Tengah. Pidato Abbas ini dilakukan di tengah ketegangan mengenai keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Sejak Presiden Donald Trump mengakhiri kebijakan AS selama puluhan tahun dengan pengumumannya pada 6 Desember mengakui Yerusalem, Abbas telah mengatakan bahwa ia akan meminta dewan tersebut untuk memberikan keanggotaan penuh kepada Palestina dan hanya akan menerima sebuah panel yang didukung secara internasional untuk menjadi mediator perundingan damai dengan Israel.
"Ini akan menjadi hal yang baik bagi anggota Dewan Keamanan untuk mendengarkan dari presiden itu sendiri," kata Duta Besar Kuwait untuk PBB Mansour Ayyad Al-Otaibi, presiden DK PBB untuk bulan Februari.
"Tidak ada anggota dewan yang menolak proposal ini," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (2/2/2018).
Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Nikki Haley, mengatakan kepada Dewan Keamanan pekan lalu bahwa Abbas tidak memiliki keberanian dan kemauan untuk mencari kedamaian.
Trump telah mengancam untuk menahan bantuan kepada orang-orang Palestina jika mereka tidak melakukan perdamaian dengan Israel. Namun Abbas mengatakan bahwa AS telah mengambil alih "meja" sebagai mediator perdamaian dalam mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Duta besar Israel untuk PBB Danny Danon menuduh Abbas berusaha mengakhiri kemungkinan negosiasi dengan Israel dengan pidatonya kepada 15 anggota Dewan Keamanan.
"Abbas benar-benar salah membaca kenyataan hari ini dan merugikan prospek masa depan yang lebih baik bagi rakyatnya," kata Danon dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis.
Al-Otaibi mengatakan bahwa Israel belum meminta untuk mengirim perwakilan tingkat tinggi ke pertemuan dewan tersebut.
Pada tahun 2012, Majelis Umum PBB memberikan pengakuan de facto terhadap sebuah negara Palestina yang berdaulat saat meningkatkan status mereka menjadi "negara non-anggota" dari "entitas".
Namun, Dewan Keamanan PBB harus merekomendasikan sebuah negara untuk keanggotaan penuh ke Majelis Umum, yang kemudian perlu menyetujuinya dengan mayoritas dua pertiga. AS kemungkinan akan memveto tawaran Palestina di Dewan Keamanan.
Pada bulan Desember, Majelis Umum beranggotakan 193 orang mengadopsi sebuah resolusi yang meminta agar AS mencabut pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Trump mengancam akan memotong bantuan keuangan ke negara-negara yang memberikan suara mendukung resolusi tersebut. Sebanyak 128 negara mendukung resolusi tersebut, yang tidak mengikat, sembilan memilih menentang dan 35 memilih abstain. Dua puluh satu negara tidak memberikan suara.
Sejak Presiden Donald Trump mengakhiri kebijakan AS selama puluhan tahun dengan pengumumannya pada 6 Desember mengakui Yerusalem, Abbas telah mengatakan bahwa ia akan meminta dewan tersebut untuk memberikan keanggotaan penuh kepada Palestina dan hanya akan menerima sebuah panel yang didukung secara internasional untuk menjadi mediator perundingan damai dengan Israel.
"Ini akan menjadi hal yang baik bagi anggota Dewan Keamanan untuk mendengarkan dari presiden itu sendiri," kata Duta Besar Kuwait untuk PBB Mansour Ayyad Al-Otaibi, presiden DK PBB untuk bulan Februari.
"Tidak ada anggota dewan yang menolak proposal ini," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (2/2/2018).
Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Nikki Haley, mengatakan kepada Dewan Keamanan pekan lalu bahwa Abbas tidak memiliki keberanian dan kemauan untuk mencari kedamaian.
Trump telah mengancam untuk menahan bantuan kepada orang-orang Palestina jika mereka tidak melakukan perdamaian dengan Israel. Namun Abbas mengatakan bahwa AS telah mengambil alih "meja" sebagai mediator perdamaian dalam mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Duta besar Israel untuk PBB Danny Danon menuduh Abbas berusaha mengakhiri kemungkinan negosiasi dengan Israel dengan pidatonya kepada 15 anggota Dewan Keamanan.
"Abbas benar-benar salah membaca kenyataan hari ini dan merugikan prospek masa depan yang lebih baik bagi rakyatnya," kata Danon dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis.
Al-Otaibi mengatakan bahwa Israel belum meminta untuk mengirim perwakilan tingkat tinggi ke pertemuan dewan tersebut.
Pada tahun 2012, Majelis Umum PBB memberikan pengakuan de facto terhadap sebuah negara Palestina yang berdaulat saat meningkatkan status mereka menjadi "negara non-anggota" dari "entitas".
Namun, Dewan Keamanan PBB harus merekomendasikan sebuah negara untuk keanggotaan penuh ke Majelis Umum, yang kemudian perlu menyetujuinya dengan mayoritas dua pertiga. AS kemungkinan akan memveto tawaran Palestina di Dewan Keamanan.
Pada bulan Desember, Majelis Umum beranggotakan 193 orang mengadopsi sebuah resolusi yang meminta agar AS mencabut pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Trump mengancam akan memotong bantuan keuangan ke negara-negara yang memberikan suara mendukung resolusi tersebut. Sebanyak 128 negara mendukung resolusi tersebut, yang tidak mengikat, sembilan memilih menentang dan 35 memilih abstain. Dua puluh satu negara tidak memberikan suara.
(ian)