Irwandi Jaswir, Meneliti untuk Islam dan Dunia

Minggu, 28 Januari 2018 - 12:15 WIB
Irwandi Jaswir, Meneliti...
Irwandi Jaswir, Meneliti untuk Islam dan Dunia
A A A
IRWANDI Jaswir ialah seorang peneliti. Pekerjaan dijadikannya ladang ibadah dan bermanfaat bagi umat muslim. Baru-baru ini, sebuah penghargaan ia terima dari raja Arab Saudi berkat keseriusannya mengembangkan bidang "ilmu" baru, yakni Halal Science.

King Faisal International Prize (KFIP) yang Irwandi terima merupakan penghargaan tertinggi di negara muslim, bahkan dunia. KFIP hanya "kalah" dari penghargaan Nobel. Sebanyak 18 orang penerima KFIP kemudian juga mendapat penghargaan Nobel.

Indonesia, bahkan umat muslim, patut berterima kasih kepada Irwandi yang mendedikasikan hidupnya untuk meneliti secara ilmiah cara mengetahui kehalalan sebuah produk. Lantas, bagaimana sebenarnya kiprah Irwandi selama ini, dan apa yang membuatnya ingin mengembangkan Halal Science sebagai seorang peneliti muslim? Simak cerita profesor kelahiran Medan berikut ini.

Selamat atas penghargaan KFIP yang Anda terima. Bisa diceritakan bagaimana Anda bisa mendapatkannya?
Sejak didirikan pada 1979, KFIP telah menganugerahkan penghormatan atas karya di berbagai bidang. Saya dinominasikan oleh kampus saya, International Islamic University Malaysia, kurang lebih setahun yang lalu. Mungkin kampus melihat kiprah saya dalam mengembangkan bidang baru "Halal Science", sekaligus memimpin sebuah centre of excellence bernama International Institute for Halal Research and Training (INHART).

Ada alasan khusus Anda tertarik mengembangkan Halal Science?

Saya hanya ingin berkontribusi pada umat manusia sesuai bidang yang saya bisa. Ketika Anda berarti buat orang lain, hidup akan terasa lebih bermakna. Semua aspek kehidupan harus halal atau yang diperbolehkan oleh ajaran Islam dan ini menjadi kebutuhan sehingga diperlukan oleh banyak orang.

Saya hobi meneliti. Bidang Halal Science selalu menuntun saya untuk lebih banyak menggali dan menggali lagi. Tidak banyak saintis muslim yang menggeluti bidang ini, sehingga saya merasa tertantang terus untuk tidak meninggalkannya begitu saja. Saya sudah 20 tahun lebih menggelutinya, namun makin hari makin terasa begitu banyak lagi yang mesti dilakukan.

Dalam perjalanan 20 tahun ini, alhamdulillah saya sudah menyelesaikan sekitar 30 proyek penelitian terkait pangan dan kehalalan, publikasi lebih 120 jurnal internasional berindeks Scopus atau ISI, presentasi 250 paper di konferensi (kebanyakan sebagai pembicara undangan), dan lima paten (tiga di antaranya sudah dikomersialkan). Saya juga menulis lebih dari 30 bab buku, serta menjadi trainer dan auditor halal di berbagai negara.

Apa kesan dan pesan yang ingin Anda sampaikan?
Alhamdulillahirabbilalamin. Rasa bersyukur sekali karena apa yang kita lakukan mendapat perhatian dan apresiasi dari pihak luar yang sangat luar biasa. King Faisal Prize itu award terbesar di negara muslim. Sebagai warga negara Indonesia, saya merasa bangga karena menjadi orang Indonesia kedua yang menerima award ini setelah Mohammad Natsir, 38 tahun lalu.

Saya juga diberi tahu kalau saya mungkin saintis pertama yang menang di kategori Service to Islam, yang biasanya dimenangi oleh ulama, sheikh, atau kepala negara. Ini menunjukkan kalau saintis Indonesia juga bisa berkontribusi untuk keseluruhan umat manusia.

Pesan yang ingin saya sampaikan, saya mungkin bisa disebut mewakili generasi muda Islam yang mendalami ayat-ayat suci dari perspektif sains, dalam hal ini Halal Science. Pesan saya mungkin lebih untuk generasi muda agar lebih banyak mendalami sains dan menggali Kitab Suci. Selain itu, untuk pembuat kebijakan di Indonesia, inilah saatnya kita bangkit untuk memainkan peran yang lebih besar dalam industri halal dunia yang luar biasa besar, sebesar 3 triliun dolar setahun. Jadi, kita tidak hanya terbatas pada sertifikasi halal, tapi bagaimana membangun industri halal secara keseluruhan.

Bisa dijelaskan lebih detail Halal Science yang Anda kerjakan hingga mendapat penghargaan?
Sebenarnya kategori ini lebih melihat kontribusi saya dalam mengembangkan Halal Science. Mereka lebih melihat kiprah keseluruhan, mungkin riset satu-satu. Beberapa riset yang saya rasa cukup signifikan adalah, kami mengembangkan analisis lemak babi yang cepat menggunakan infrared.

Mengembangkan alternatif bahan halal seperti gelatin dari unta dan ikan, mengembangkan portable electronic nose untuk mendeteksi alkohol dan lemak babi. Saya juga mengembangkan rating system untuk produk pariwisata, serta berbagai modul training untuk industri halal. Tugas saya juga bukan hanya meneliti dan membuat sistem. Saya turut menyampaikan tentang halal hingga Jepang, Korea, China, Arab Saudi, Inggris, Jerman, Swiss, dan lain-lain.

Bagaimana kesadaran halal pada umat muslim saat ini? Bahkan, sekarang bukan hanya umat muslim yang peduli. Bisa diceritakan bagaimana label halal memengaruhi warga dunia?
Kesadaran halal di kalangan umat Islam itu beragam, bahkan di negara-negara Islam sekali pun. Malaysia termasuk memiliki kesadaran halal yang bagus, mungkin karena berbagai program pemerintah serta inisiatif untuk menjadikan Malaysia World Halal. Survei yang dikeluarkan di Dubai, yang menganalisis image sebuah negara dari segi halal industri, Malaysia juga berada di urutan teratas. Selain itu, yang tak kalah menarik, negara-negara nonmuslim berlomba-lomba masuk ke industri halal. Australia, Selandia Baru, Brasil bahkan dikenal menguasai beberapa industri halal. Begitu juga Thailand, sedangkan Jepang dan Korea fokus ke wisata halal. Bagi negara-negara nonmuslim, faktor bisnis lebih mengemuka.

Tantangan apa yang Anda rasakan saat menjadi peneliti yang lebih fokus kepada Halal Science?
Tantangan menjadi peneliti di bidang sains ya sama saja. Harus ada passion yang kuat serta kesabaran tinggi. Namun, saya tidak terlalu melihatnya sebagai tantangan. Dinikmati saja karena namanya juga riset, kan bukan kerja simsalabim ya. Harus tenang dan fokus, serta istikamah.

Bagaimana perkembangan Halal Science di dunia saat ini?
Sekarang sudah mulai ada kesadaran. Industri halal harus dibangun dengan R&D yang kuat, salah satunya dengan pengembangan Halal Science.

Apakah sudah banyak peneliti muda yang ingin berkarier seperti Anda?

Tugas saya mengajak orang, termasuk para saintis di Indonesia. Ada beberapa yang tertarik. Semoga ke depannya semakin banyak yang ikut involved di bidang ini. Sekarang di grup kami, mereka datang dari berbagai bidang, termasuk kimia, pangan, molekuler, elektronik, IT, dan sebagainya. Menariknya, ini bidang science yang ada unsur agamanya, jadi meneliti sambil ibadah.

Ada pesan bagi mereka yang tertarik berprofesi sebagai peneliti, juga peneliti muslim?
Saya suka dengan slogan "Innovation is Rewarding". Melakukan riset, invention and innovation, untuk negara sebesar Indonesia itu sebuah keniscayaan. Amat sedih melihat negara kita masih mengimpor barang-barang, bahkan yang paling mendasar sekali pun. Kalau Anda berminat pada riset dan inovasi, lakukanlah untuk kemaslahatan rakyat banyak, untuk umat manusia. Dan, jangan lakukan setengah-setengah. Jadilah periset terunggul yang mendunia. Khusus untuk peneliti muslim, bidang Halal Science masih memerlukan Anda. Bidang ini relatif baru dan kiprah Anda, dari segala bidang, amat dibutuhkan.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6593 seconds (0.1#10.140)