Doktrin Nuklir Trump: Serangan Konvensional ke AS Bisa Dibalas Nuklir
A
A
A
WASHINGTON - Sebuah draf doktrin nuklir yang baru dari Administrasi Donald Trump mengungkap bahwa Amerika Serikat (AS) memungkinkan untuk membalas setiap serangan senjata konvensional dengan senjata nuklir.
Doktrin yang dikenal sebagai Nuclear Posture Review (NPR) yang baru tersebut juga mengamanatkan pengembangan hulu ledak yang lebih kecil dan lebih sederhana.
NPR akan diumumkan secara resmi oleh Presiden AS Donald Trump pada akhir Januari nanti. Doktrin itu menjadi update pertama dari dokumen strategi utama AS dalam delapan tahun.
Draf NPR Administrasi Trump telah dibaca Jon Wolfsthal, mantan asisten khusus Barack Obama untuk pengendalian senjata dan non-proliferasi. Menurutnya, rancangan doktrin AS kali ini lebih hawkish ketimbang di era Obama.
Wolfsthal menggambarkan dokumen itu kepada The Guardian, yang dilansir Rabu (10/1/2018).
"Bacaan saya ini adalah jalan kembali dari keadaan yang ekstrem sejak awal. Itu tidak memiliki banyak hal buruk seperti pada awalnya,” kata Wolfsthal. ”Tapi itu masih buruk.”
Salah satu perubahan utama kebijakan AS, lanjut dia, adalah perluasan situasi di mana serangan nuklir akan dipertimbangkan. Di bawah NPR yang baru, sebuah serangan konvensional yang menyebabkan korban jiwa atau target infrastruktur penting dapat memicu pembalasan senjata nuklir dari AS.
”Apa yang telah saya katakan adalah mereka yang menulis itu mencoba mengirim pesan jera yang jelas kepada orang Rusia, Korea Utara dan China,” ujar Wolfsthal.
“Dan ada bahasa yang cukup bagus, moderat namun kuat yang memperjelas bahwa setiap upaya oleh Rusia atau Korea Utara untuk menggunakan senjata nuklir akan menghasilkan konsekuensi besar bagi mereka dan saya pikir itu sebenarnya moderat, sentris dan mungkin sangat dibutuhkan,” ujarnya.
”Ke mana mereka pergi ke laut, di mana mereka mengatakan bahwa untuk membuat (AS) kredibel, AS perlu mengembangkan dua jenis senjata nuklir yang baru,” imbuh dia.
Wolfsthal mengatakan bahwa hulu ledak Trident yang dimodifikasi—yang hanya merupakan bagian utama dari hulu ledak termonuklir—sama sekali tidak perlu karena AS telah memiliki senjata low-yield, bom gravitasi B61 dan rudal peluncur udara, di gudang persenjataannya.
Dia juga mengatakan bahwa sangat bodoh untuk memberi senjata taktis low-yield pada kapal selam berudal balistik terbaru seperti yang direncanakan. Alasannya, ketika menembak akan memberitahu posisi kapal selam tersebut.
”Kami menghabiskan USD5 milIar per kapal selam untuk membuatnya tidak terlihat dan kami memasang banyak hulu ledak di setiap kapal selam dan jadi yang ingin mereka lakukan adalah membawa satu rudal, meletakkan satu hulu ledak kecil di atasnya dan meluncurkannya terlebih dahulu, jadi kapal selam itu rentan terhadap serangan Rusia,” kata Wolfsthal.
Sebagai perbandingan, doktrin militer Rusia menyatakan bahwa senjata nuklir Moskow hanya digunakan sebagai balasan atas serangan dengan senjata pemusnah massal, nuklir atau lainnya, atau serangan konvensional yang mengancam eksistensi Rusia sebagai negara berdaulat.
Berdasarkan dokumen tersebut, Rusia akan menggunakan nuklir taktis untuk melawan NATO, jika NATO memulai agresi untuk menggulingkan pemerintah di Moskow. Doktrin militer Rusia telah diperbarui pada tahun 2014 saat bersitegang dengan NATO.
Doktrin yang dikenal sebagai Nuclear Posture Review (NPR) yang baru tersebut juga mengamanatkan pengembangan hulu ledak yang lebih kecil dan lebih sederhana.
NPR akan diumumkan secara resmi oleh Presiden AS Donald Trump pada akhir Januari nanti. Doktrin itu menjadi update pertama dari dokumen strategi utama AS dalam delapan tahun.
Draf NPR Administrasi Trump telah dibaca Jon Wolfsthal, mantan asisten khusus Barack Obama untuk pengendalian senjata dan non-proliferasi. Menurutnya, rancangan doktrin AS kali ini lebih hawkish ketimbang di era Obama.
Wolfsthal menggambarkan dokumen itu kepada The Guardian, yang dilansir Rabu (10/1/2018).
"Bacaan saya ini adalah jalan kembali dari keadaan yang ekstrem sejak awal. Itu tidak memiliki banyak hal buruk seperti pada awalnya,” kata Wolfsthal. ”Tapi itu masih buruk.”
Salah satu perubahan utama kebijakan AS, lanjut dia, adalah perluasan situasi di mana serangan nuklir akan dipertimbangkan. Di bawah NPR yang baru, sebuah serangan konvensional yang menyebabkan korban jiwa atau target infrastruktur penting dapat memicu pembalasan senjata nuklir dari AS.
”Apa yang telah saya katakan adalah mereka yang menulis itu mencoba mengirim pesan jera yang jelas kepada orang Rusia, Korea Utara dan China,” ujar Wolfsthal.
“Dan ada bahasa yang cukup bagus, moderat namun kuat yang memperjelas bahwa setiap upaya oleh Rusia atau Korea Utara untuk menggunakan senjata nuklir akan menghasilkan konsekuensi besar bagi mereka dan saya pikir itu sebenarnya moderat, sentris dan mungkin sangat dibutuhkan,” ujarnya.
”Ke mana mereka pergi ke laut, di mana mereka mengatakan bahwa untuk membuat (AS) kredibel, AS perlu mengembangkan dua jenis senjata nuklir yang baru,” imbuh dia.
Wolfsthal mengatakan bahwa hulu ledak Trident yang dimodifikasi—yang hanya merupakan bagian utama dari hulu ledak termonuklir—sama sekali tidak perlu karena AS telah memiliki senjata low-yield, bom gravitasi B61 dan rudal peluncur udara, di gudang persenjataannya.
Dia juga mengatakan bahwa sangat bodoh untuk memberi senjata taktis low-yield pada kapal selam berudal balistik terbaru seperti yang direncanakan. Alasannya, ketika menembak akan memberitahu posisi kapal selam tersebut.
”Kami menghabiskan USD5 milIar per kapal selam untuk membuatnya tidak terlihat dan kami memasang banyak hulu ledak di setiap kapal selam dan jadi yang ingin mereka lakukan adalah membawa satu rudal, meletakkan satu hulu ledak kecil di atasnya dan meluncurkannya terlebih dahulu, jadi kapal selam itu rentan terhadap serangan Rusia,” kata Wolfsthal.
Sebagai perbandingan, doktrin militer Rusia menyatakan bahwa senjata nuklir Moskow hanya digunakan sebagai balasan atas serangan dengan senjata pemusnah massal, nuklir atau lainnya, atau serangan konvensional yang mengancam eksistensi Rusia sebagai negara berdaulat.
Berdasarkan dokumen tersebut, Rusia akan menggunakan nuklir taktis untuk melawan NATO, jika NATO memulai agresi untuk menggulingkan pemerintah di Moskow. Doktrin militer Rusia telah diperbarui pada tahun 2014 saat bersitegang dengan NATO.
(mas)