Senjata ISIS Berasal dari AS dan Arab Saudi
A
A
A
LONDON - Senjata yang dipasok oleh Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi kepada pejuang oposisi kerap jatuh ke tangan ISIS. Hal ini secara signifikan meningkatkan kuantitas dan kualitas senjata kelompok ekstrimis itu.
Begitu bunyi laporan yang dirilis kelompok pemantau senjata Conflict Armament Research (CAR) yang berbasis di London, Inggris.
"Jumlah senjata yang ada jauh melampaui yang bisa didapat melalui perang perebutan saja", bunyi laporan CAR yang diterbitkan pada hari Kamis.
Laporan bertajuk "Senjata Negara Islam (ISIS)" di dasarkan pada investigasi lapangan selama tiga tahun di Irak dan Suriah terkait senjata kelompok itu dan asal usulnya.
Laporan ini menganalisis lebih dari 40.000 item yang ditemukan di medan perang termasuk senjata, amunisi, dan bahan yang digunakan untuk membuat alat peledak rakitan. Beberapa diakuisisi oleh ISIS melalui aliansi yang berkhianat dalam oposisi Suriah.
Penelitian tersebut mengatakan bahwa sebagian besar senjata dijarah dari tentara Irak dan Suriah. Meski begitu, sebagian senjata diketahui dipasok oleh negara-negara lain yang terlibat dalam konflik tersebut. Mereka mendukung kelompok oposisi Suriah yang berperang melawan Presiden Bashar al-Assad.
"Irak dan Suriah telah melihat pasukan ISIS menggunakan sejumlah besar senjata, yang dipasok oleh negara-negara seperti Arab Saudi dan Amerika Serikat, melawan berbagai koalisi anti-ISIS internasional yang didukung kedua negara," kata CAR seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (15/12/2017).
Semua senjata yang diperiksa dibuat di negara-negara Uni Eropa (UE) dan, dengan meneruskannya ke kelompok bersenjata di Suriah, AS dan Saudi melanggar klausul kontrak yang melarang pemindahan kepemilikan mereka kembali.
"Bukti yang dikumpulkan oleh CAR mengindikasikan bahwa Amerika Serikat berulang kali mengalihkan senjata dan amunisi buatan UE ke pasukan oposisi dalam konflik Suriah. Pasukan tersebut dengan cepat memperoleh hak milik atas materi ini," tulis CAR.
Sekitar 90 persen senjata dan amunisi yang digunakan oleh ISIS berasal dari China, Rusia, dan Eropa Timur, dengan senjata buatan Rusia melebihi jumlah negara lain.
"Temuan ini mendukung anggapan luas bahwa kelompok tersebut pada awalnya merebut banyak bahan militernya dari pasukan pemerintah Irak dan Suriah," terang laporan tersebut.
Kelompok pemantau ini juga mengatakan senjata dan amunisi yang diproduksi Barat mewakili 10 persen sisanya.
"Informasi ini menjadi peringatan nyata kontradiksi yang melekat bagi pemasok senjata ke dalam konflik bersenjata di mana beberapa kelompok bersenjata non-negara yang bersaing dan saling tumpang tindih dalam beroperasi", kata CAR.
Organisasi itu tahun lalu melaporkan bahwa ISIS telah memproduksi senjata kelas militer di Irak, dan memiliki produksi standar di khalifahnya yang bergaya sendiri.
Begitu bunyi laporan yang dirilis kelompok pemantau senjata Conflict Armament Research (CAR) yang berbasis di London, Inggris.
"Jumlah senjata yang ada jauh melampaui yang bisa didapat melalui perang perebutan saja", bunyi laporan CAR yang diterbitkan pada hari Kamis.
Laporan bertajuk "Senjata Negara Islam (ISIS)" di dasarkan pada investigasi lapangan selama tiga tahun di Irak dan Suriah terkait senjata kelompok itu dan asal usulnya.
Laporan ini menganalisis lebih dari 40.000 item yang ditemukan di medan perang termasuk senjata, amunisi, dan bahan yang digunakan untuk membuat alat peledak rakitan. Beberapa diakuisisi oleh ISIS melalui aliansi yang berkhianat dalam oposisi Suriah.
Penelitian tersebut mengatakan bahwa sebagian besar senjata dijarah dari tentara Irak dan Suriah. Meski begitu, sebagian senjata diketahui dipasok oleh negara-negara lain yang terlibat dalam konflik tersebut. Mereka mendukung kelompok oposisi Suriah yang berperang melawan Presiden Bashar al-Assad.
"Irak dan Suriah telah melihat pasukan ISIS menggunakan sejumlah besar senjata, yang dipasok oleh negara-negara seperti Arab Saudi dan Amerika Serikat, melawan berbagai koalisi anti-ISIS internasional yang didukung kedua negara," kata CAR seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (15/12/2017).
Semua senjata yang diperiksa dibuat di negara-negara Uni Eropa (UE) dan, dengan meneruskannya ke kelompok bersenjata di Suriah, AS dan Saudi melanggar klausul kontrak yang melarang pemindahan kepemilikan mereka kembali.
"Bukti yang dikumpulkan oleh CAR mengindikasikan bahwa Amerika Serikat berulang kali mengalihkan senjata dan amunisi buatan UE ke pasukan oposisi dalam konflik Suriah. Pasukan tersebut dengan cepat memperoleh hak milik atas materi ini," tulis CAR.
Sekitar 90 persen senjata dan amunisi yang digunakan oleh ISIS berasal dari China, Rusia, dan Eropa Timur, dengan senjata buatan Rusia melebihi jumlah negara lain.
"Temuan ini mendukung anggapan luas bahwa kelompok tersebut pada awalnya merebut banyak bahan militernya dari pasukan pemerintah Irak dan Suriah," terang laporan tersebut.
Kelompok pemantau ini juga mengatakan senjata dan amunisi yang diproduksi Barat mewakili 10 persen sisanya.
"Informasi ini menjadi peringatan nyata kontradiksi yang melekat bagi pemasok senjata ke dalam konflik bersenjata di mana beberapa kelompok bersenjata non-negara yang bersaing dan saling tumpang tindih dalam beroperasi", kata CAR.
Organisasi itu tahun lalu melaporkan bahwa ISIS telah memproduksi senjata kelas militer di Irak, dan memiliki produksi standar di khalifahnya yang bergaya sendiri.
(ian)