Gara-gara Rudal Korut, Singapore Airlines Ubah Rute
A
A
A
SINGAPURA - Pesawat-pesawat Singapore Airlines mengubah rute penerbangan antara Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS) karena khawatir dengan dampak uji tembak rudal Korea Utara (Korut) di kawasan Asia Pasifik.
Pihak maskapai menyatakan, perubahan rute penerbangan itu diberlakukan setelah militer rezim Kim Jong-un menguji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) pada Juli lalu. Rute penerbangan yang diubah adalah rute antara Seoul dan Los Angeles.
Pada tanggal 28 Juli, sebuah penerbangan Air France dari Tokyo ke Paris yang membawa 323 orang berpapasan dengan rudal Korut yang diuji tembak. Jaraknya hanya 60 mil. Sejak itu, Maskapai penerbangan Prancis tersebut memperluas zona larangan terbangnya di atas Korea Utara.
Upaya Korea Utara untuk mengembangkan sebuah ICBM yang membawa hulu ledak nuklir untuk menyerang wilayah daratan AS telah menempatkan maskapai penerbangan komersial yang beroperasi di wilayah udara yang sibuk di Asia Timur siaga. Namun, kemungkinan sebuah pesawat yang bertabrakan dengan rudal sangat kecil.
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), sebuah badan PBB yang bertanggung jawab atas keselamatan udara, telah mengeluarkan pedoman yang intinya tanggung jawab atas keselamatan penerbangan ditanggung negara masing-masing.
“Negara memiliki tanggung jawab untuk mengeluarkan nasihat risiko mengenai ancaman terhadap keselamatan pesawat sipil yang beroperasi di wilayah udara mereka,” bunyi pedoman ICAO, seperti dikutip The Telegraph, Jumat (8/12/2017).
Pyongyang, yang sudah dikenai sanksi PBB terkait program nuklir dan misilnya, tidak pernah mengeluarkan peringatan apapun untuk setiap uji coba rudalnya. Hal itu bisa membahayakan setiap pesawat sipil yang terbang di dekat wilayah udara Korea Utara.
Sebelumnya, awak penerbangan Cathay Pacific yang terbang dari San Francisco ke Hong Kong pada 29 November mengaku melihat penampakan rudal Korea Utara saat masuk kembali ke atmosfer Bumi. Rudal itu, menurut awak pesawat, meledak di atmosfer yang lokasinya tidak jauh dari lokasi pesawat Cathay Pacific yang sedang mengudara.
Korea Utara pada tanggal itu mengklaim telah menembakkan Hwasong-15, ICBM terbesar dan paling kuat yang mencapai ketinggian lebih dari 1.000 mil.
Dalam sebuah pernyataan, pihak maskapai Cathay tidak memiliki rencana untuk mengubah rutenya. ”Kami tetap waspada dan meninjau kembali situasi saat ini,” kata pihak maskapai.
Namun, David Wright, seorang ahli pertahanan rudal di Union of Concerned Scientists, mengatakan bahwa kru pesawat Cathay kemungkinan besar melihat rudal tersebut pada awal penerbangannya, dan bukan pada saat masuk kembali ke atmosfer Bumi.
”Mengingat waktunya, nampaknya kru kemungkinan melihat tahap pertama (rudal) terbakar dan terpisah dari sisa rudal. Ini akan terjadi beberapa menit setelah peluncuran,” tulis dia.
Pihak maskapai menyatakan, perubahan rute penerbangan itu diberlakukan setelah militer rezim Kim Jong-un menguji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) pada Juli lalu. Rute penerbangan yang diubah adalah rute antara Seoul dan Los Angeles.
Pada tanggal 28 Juli, sebuah penerbangan Air France dari Tokyo ke Paris yang membawa 323 orang berpapasan dengan rudal Korut yang diuji tembak. Jaraknya hanya 60 mil. Sejak itu, Maskapai penerbangan Prancis tersebut memperluas zona larangan terbangnya di atas Korea Utara.
Upaya Korea Utara untuk mengembangkan sebuah ICBM yang membawa hulu ledak nuklir untuk menyerang wilayah daratan AS telah menempatkan maskapai penerbangan komersial yang beroperasi di wilayah udara yang sibuk di Asia Timur siaga. Namun, kemungkinan sebuah pesawat yang bertabrakan dengan rudal sangat kecil.
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), sebuah badan PBB yang bertanggung jawab atas keselamatan udara, telah mengeluarkan pedoman yang intinya tanggung jawab atas keselamatan penerbangan ditanggung negara masing-masing.
“Negara memiliki tanggung jawab untuk mengeluarkan nasihat risiko mengenai ancaman terhadap keselamatan pesawat sipil yang beroperasi di wilayah udara mereka,” bunyi pedoman ICAO, seperti dikutip The Telegraph, Jumat (8/12/2017).
Pyongyang, yang sudah dikenai sanksi PBB terkait program nuklir dan misilnya, tidak pernah mengeluarkan peringatan apapun untuk setiap uji coba rudalnya. Hal itu bisa membahayakan setiap pesawat sipil yang terbang di dekat wilayah udara Korea Utara.
Sebelumnya, awak penerbangan Cathay Pacific yang terbang dari San Francisco ke Hong Kong pada 29 November mengaku melihat penampakan rudal Korea Utara saat masuk kembali ke atmosfer Bumi. Rudal itu, menurut awak pesawat, meledak di atmosfer yang lokasinya tidak jauh dari lokasi pesawat Cathay Pacific yang sedang mengudara.
Korea Utara pada tanggal itu mengklaim telah menembakkan Hwasong-15, ICBM terbesar dan paling kuat yang mencapai ketinggian lebih dari 1.000 mil.
Dalam sebuah pernyataan, pihak maskapai Cathay tidak memiliki rencana untuk mengubah rutenya. ”Kami tetap waspada dan meninjau kembali situasi saat ini,” kata pihak maskapai.
Namun, David Wright, seorang ahli pertahanan rudal di Union of Concerned Scientists, mengatakan bahwa kru pesawat Cathay kemungkinan besar melihat rudal tersebut pada awal penerbangannya, dan bukan pada saat masuk kembali ke atmosfer Bumi.
”Mengingat waktunya, nampaknya kru kemungkinan melihat tahap pertama (rudal) terbakar dan terpisah dari sisa rudal. Ini akan terjadi beberapa menit setelah peluncuran,” tulis dia.
(mas)