Iran Berharap Hariri Tetap Perdana Menteri Lebanon
A
A
A
LONDON - Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Ali Akbar Velayati, menyatakan Teheran berharap Saad al-Hariri tetap sebagai Perdana Menteri (PM) Lebanon. Velayati menyangkal tuduhan bahwa Hariri mundur setelah pertemuan dengannya di Beirut.
Hariri mundur tiba-tiba pada 4 November saat di Arab Saudi dengan alasan nyawanya terancam. Hariri juga menuduh Iran dan aliansinya di Lebanon, Hezbollah, membuat kekacauan di dunia Arab. Hariri terbang ke Riyadh pada 3 November setelah pertemuan di Beirut bersama Velayati.
"Hariri mengklaim bahwa dalam pertemuan kami, dia meminta Iran berhenti intervensi masalah Lebanon, tapi dia tidak mengatakan hal semacam itu," ujar Velayati dikutip kantor berita Iran, Selasa (14/12/2017).
"Pertemuan kami tidak tegang sama sekali. Itu semua kebohongan," kata Velayati dikutip kantor berita Reuters. Velayati menuduh Arab Saudi memicu ketegangan dan tidak bisa menoleransi persahabatan strategis antara Teheran dan Beirut.
Pengunduran diri Hariri membawa Lebanon dalam krisis politik baru dan menempatkan negara itu di garis depan pertarungan pengaruh antara Arab Saudi dan Iran. Saat ini persaingan antara kedua negara sudah menyebar ke Suriah, Irak, Yaman, dan Bahrain.
Velayati menjelaskan, Hariri dalam pertemuan mereka menawarkan mediasi antara Iran dan Arab Saudi. Velayati pun menyambut tawaran itu. Arab Saudi memutus hubungan diplomatik dengan Iran pada Januari 2016 setelah demonstrasi Iran mengecam eksekusi ulama oleh Riyadh. Saat itu demonstran membakar Kedutaan Besar Saudi di Teheran.
Velayati menjelaskan, Teheran berharap Hariri akan kembali ke Lebanon dan tetap menjadi PM jika undang-undang Lebanon memungkinkan. Saat wawancara di televisi akhir pekan lalu, Hariri menyatakan, dia akan kembali ke Lebanon dalam beberapa hari mendatang dan menyebut kemungkinan dia akan mencabut pengunduran diri jika Hezbollah sepakat menjauh dari konflik regional seperti Yaman. Komentar pertama Hariri sejak dia mundur yakni, "Kami tidak dapat melanjutkan jika Iran dan partai politik intervensi."
Hariri mundur tiba-tiba pada 4 November saat di Arab Saudi dengan alasan nyawanya terancam. Hariri juga menuduh Iran dan aliansinya di Lebanon, Hezbollah, membuat kekacauan di dunia Arab. Hariri terbang ke Riyadh pada 3 November setelah pertemuan di Beirut bersama Velayati.
"Hariri mengklaim bahwa dalam pertemuan kami, dia meminta Iran berhenti intervensi masalah Lebanon, tapi dia tidak mengatakan hal semacam itu," ujar Velayati dikutip kantor berita Iran, Selasa (14/12/2017).
"Pertemuan kami tidak tegang sama sekali. Itu semua kebohongan," kata Velayati dikutip kantor berita Reuters. Velayati menuduh Arab Saudi memicu ketegangan dan tidak bisa menoleransi persahabatan strategis antara Teheran dan Beirut.
Pengunduran diri Hariri membawa Lebanon dalam krisis politik baru dan menempatkan negara itu di garis depan pertarungan pengaruh antara Arab Saudi dan Iran. Saat ini persaingan antara kedua negara sudah menyebar ke Suriah, Irak, Yaman, dan Bahrain.
Velayati menjelaskan, Hariri dalam pertemuan mereka menawarkan mediasi antara Iran dan Arab Saudi. Velayati pun menyambut tawaran itu. Arab Saudi memutus hubungan diplomatik dengan Iran pada Januari 2016 setelah demonstrasi Iran mengecam eksekusi ulama oleh Riyadh. Saat itu demonstran membakar Kedutaan Besar Saudi di Teheran.
Velayati menjelaskan, Teheran berharap Hariri akan kembali ke Lebanon dan tetap menjadi PM jika undang-undang Lebanon memungkinkan. Saat wawancara di televisi akhir pekan lalu, Hariri menyatakan, dia akan kembali ke Lebanon dalam beberapa hari mendatang dan menyebut kemungkinan dia akan mencabut pengunduran diri jika Hezbollah sepakat menjauh dari konflik regional seperti Yaman. Komentar pertama Hariri sejak dia mundur yakni, "Kami tidak dapat melanjutkan jika Iran dan partai politik intervensi."
(amm)