Tempe Hadir dalam Diskusi di Harvard
A
A
A
WASHINGTON - Dukungan KBRI kepada Ando dari Indonesian Tempe Movement dalam memenuhi undangan untuk berbicara di Harvard Business School mengenai manfaat Tempe merupakan satu sinergi yang strategis untuk mendukung promosi Tempe sebagai produk budaya Indonesia dalam keseharian masyarakat Amerika Serikat. Demikian ditegaskan oleh Budi Bowoleksono, Dubes RI untuk Amerika Serikat (AS).
Amadeus Driando Ahnan, Pendiri dan Koordinator Indonesian Tempe Movement (ITM), diundang sebagai pembicara di Harvard Business School, Boston, Massachusetts, AS, pada hari Selasa, (7/11/2017 ) lalu.
Ando, mahasiswa S3 Food Science di University of Massachusetts, memberikan sesi berjudul Why Would “Food for the Poor” Tempe Matter for Global Health dalam pertemuan Harvard Global Health Shared Interest Group, yaitu komunitas akademisi Harvard lintas bidang yang memiliki minat mengenai kesehatan global. Sekitar 20 anggota komunitas terdaftar dalam kegiatan tersebut.
Dalam kesempatan diskusi bersama para mahasiswa dan peneliti dimaksud, Ando membagi pengalaman ITM sebagai gerakan non-profit dengan tujuan memberikan akses masyarakat terhadap makanan sehat, ramah lingkungan, dan terjangkau. Ando menekankan bahwa tempe bukan hanya sekedar makanan asli Indonesia namun juga membawa nilai-nilai dan local wisdom Indonesia.
Tempe di Indonesia mempunyai nilai budaya yang tinggi. Meskipun demikian, masih terdapat orang yang menganggap tempe adalah makanan orang tidak mampu. Padahal sebetulnya makan ini adalah solusi bagi pemerintah dalam memberikan akses makanan bergizi untuk rakyatnya.
Ando menjelaskan bahwa tempe mempunyai kandungan protein yang hampir sama dengan daging sapi, namun lebih sehat karena tidak mengandung lemak jenuh ganda. Tempe lebih ramah lingkungan karena dalam proses produksinya hanya dibutuhkan 10% dari energi yang dibutuhkan untuk memproduksi daging sapi.
“Di Amerika Serikat, Tempe dijual seharga USD1,99 untuk 8oz, sementara satu potong steak daging sapi bisa seharga lebih dari 7 dolar” ujar Ando seperti tertuang dalam rilis yang diterima Sindonews, Kamis (9/11/2017).
Sesi interaktif yang berlangsung selama 90 menit tersebut menarik antusiasme peserta untuk mendengar secara langsung pengalaman memulai dan mengembangkan gerakan ITM. Disebutkan bahwa gerakan ini juga bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi kesehatan global. ITM menjadi contoh organisasi yang unik karena memadukan unsur ilmiah, budaya, seni, dan bisnis sosial dalam pelaksanaannya.
Sinergi ITM dengan KBRI Washington telah berlangsung dalam beberapa bulan terkahir dengan hasil yang sangat baik.
“Pada bulan September 2017, kerja sama kedua belah pihak pada pelaksanaan DC Vegan Festival berhasil menarik lebih dari 1.350 pengunjung untuk menikmati kelezatan Tempe. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mendapat manfaat kesehatan dari Tempe, serta memberikan pemahaman tentang Indonesia,” demikian Dubes Budi mengatakan.
Amadeus Driando Ahnan, Pendiri dan Koordinator Indonesian Tempe Movement (ITM), diundang sebagai pembicara di Harvard Business School, Boston, Massachusetts, AS, pada hari Selasa, (7/11/2017 ) lalu.
Ando, mahasiswa S3 Food Science di University of Massachusetts, memberikan sesi berjudul Why Would “Food for the Poor” Tempe Matter for Global Health dalam pertemuan Harvard Global Health Shared Interest Group, yaitu komunitas akademisi Harvard lintas bidang yang memiliki minat mengenai kesehatan global. Sekitar 20 anggota komunitas terdaftar dalam kegiatan tersebut.
Dalam kesempatan diskusi bersama para mahasiswa dan peneliti dimaksud, Ando membagi pengalaman ITM sebagai gerakan non-profit dengan tujuan memberikan akses masyarakat terhadap makanan sehat, ramah lingkungan, dan terjangkau. Ando menekankan bahwa tempe bukan hanya sekedar makanan asli Indonesia namun juga membawa nilai-nilai dan local wisdom Indonesia.
Tempe di Indonesia mempunyai nilai budaya yang tinggi. Meskipun demikian, masih terdapat orang yang menganggap tempe adalah makanan orang tidak mampu. Padahal sebetulnya makan ini adalah solusi bagi pemerintah dalam memberikan akses makanan bergizi untuk rakyatnya.
Ando menjelaskan bahwa tempe mempunyai kandungan protein yang hampir sama dengan daging sapi, namun lebih sehat karena tidak mengandung lemak jenuh ganda. Tempe lebih ramah lingkungan karena dalam proses produksinya hanya dibutuhkan 10% dari energi yang dibutuhkan untuk memproduksi daging sapi.
“Di Amerika Serikat, Tempe dijual seharga USD1,99 untuk 8oz, sementara satu potong steak daging sapi bisa seharga lebih dari 7 dolar” ujar Ando seperti tertuang dalam rilis yang diterima Sindonews, Kamis (9/11/2017).
Sesi interaktif yang berlangsung selama 90 menit tersebut menarik antusiasme peserta untuk mendengar secara langsung pengalaman memulai dan mengembangkan gerakan ITM. Disebutkan bahwa gerakan ini juga bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi kesehatan global. ITM menjadi contoh organisasi yang unik karena memadukan unsur ilmiah, budaya, seni, dan bisnis sosial dalam pelaksanaannya.
Sinergi ITM dengan KBRI Washington telah berlangsung dalam beberapa bulan terkahir dengan hasil yang sangat baik.
“Pada bulan September 2017, kerja sama kedua belah pihak pada pelaksanaan DC Vegan Festival berhasil menarik lebih dari 1.350 pengunjung untuk menikmati kelezatan Tempe. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mendapat manfaat kesehatan dari Tempe, serta memberikan pemahaman tentang Indonesia,” demikian Dubes Budi mengatakan.
(ian)