Janda ISIS: Saya Punya Anak untuk Layani Tuhan sebagai Mujahidin
A
A
A
DALLAS - Seorang wanita kelahiran Inggris yang menikah dengan anggota senior ISIS asal Amerika Serikat (AS) menceritakan kehidupan lamanya di Suriah dan kehidupan barunya sebagai seorang ibu di Dallas.
Tania Georgelas, 33, berbicara kepada The Atlantic tentang mimpi untuk anak-anaknya menjadi “mujahidin” dan perpisahannya dengan suaminya, seorang “jihadis” Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) John Georgelas.
Dia mengatakan bahwa dirinya dan Georgelas, seorang kelahiran Amerika yang jadi mualaf yang terpikat masuk ISIS, ingin membesarkan keluarga “jihadis”.
”Mimpi kami adalah memiliki tanah milik kami sendiri, membesarkan keluarga dan melatih mereka menjadi pembunuh atau tentara, apapun, dan akhirnya bergabung dengan ‘jihad’,” ujarnya.
Tania sekarang tinggal di pinggiran Dallas dengan orang tua mantan suaminya dan menghadiri gereja Unitarian dengan pasangan barunya, Craig, seorang programmer computer.
Tania—satu dari lima anak yang lahir di London dari pasangan Inggris-Bangladesh—mengatakan bahwa masa kecilnya sulit dilalui.
”Saya menghadapi banyak rasisme. Kami memiliki tetangga yang buruk, mereka menghancurkan jendela kami, tapi umumnya saya merasa seperti orang asing,” katanya, yang dikutip Senin (6/11/2017).
”Saya sedang mencari cara untuk membalas,” ujarnya.
Menurut Tania, serangan teror 11 September 2001 terhadap menara kembar World Trade Center (WTC) di Manhattan, AS, membuatnya teradikalisasi.
”Saya berusia 17 tahun, saya melihat menara-menara itu runtuh dan saya pergi ke sekolah keesokan harinya,” tuturnya.
”Saya berkata kepada teman saya, 'Oh, bukankah apa yang terjadi itu mengerikan’, dan dia menatap saya dan berkata: 'Benarkah’?,” ujar Tania. ”Pada saat itu saya benar-benar menjadi ‘jihadis hardcore’,” imbuh dia.
Beberapa tahun kemudian dia bertemu dengan John Georgelas, putra seorang mantan dokter militer AS, melalui sebuah forum perjodohan Muslim.
Dia menemukan situs tersebut setelah menghadiri demonstrasi perang Irak di mana seorang pria Muslim mendistribusikan alamat situs tersebut. Pasangan ini kemudian menikah pada tahun 2004.
Georgelas dibesarkan di Texas dan diyakini telah memberontak saat remaja, menggunakan narkoba, putus sekolah dan jadi mualaf tak lama setelah serangan 11 September 2001.
Mereka memiliki tiga anak dan satu lagi dalam kandungan ketika pada tahun 2013, di mana mereka mulai berdiskusi untuk bergabung dengan ISIS di Suriah.
”Saya hanya memiliki anak-anak ini untuk satu alasan saja, dan karena itulah mereka bisa melayani Tuhan sebagai mujahidin,” ujarnya mengingat kembali kenangannya.
Pada tahun 2013 keluarga pasangan ini pergi ke A'zaz di Suriah, dimana Tania dan anak-anaknya mulai sakit karena hanya ada sedikit makanan dan air.
Suaminya setuju untuk membiarkan dia kembali ke AS untuk tinggal bersama keluarganya di Texas. Sejak itu, Tania memutuskan untuk menceraikannya dan dia menyandang status sebagai janda militan ISIS.
Georgelas masih tinggal di Suriah sebagai militan senior ISIS asal AS. Setelah menjanda, Tania memutuskan untuk kembali ke kencan online, mem-posting data jujur tentang masa lalunya.
"Saya menulis sebuah esai: 'Saya memiliki empat anak, suami saya meninggalkan saya untuk menjadi Osama Bin Ladin berikutnya. Saya mendapat 1.300 balasan,” katanya.
Dia kemudian bertemu Craig, seorang pekerja IT, yang kini menjadi suami barunya. ”Dia langsung mengatakan bahwa suaminya berada di ISIS, dan saya berkata 'OK, tidak apa-apa',” kata Craig.
Pasangan ini sekarang menghadiri gereja Unitarian. Tania mengatakan bahwa dia ingin bekerja untuk program deradikalisasi yang dapat membantu mantan teroris.
Tania Georgelas, 33, berbicara kepada The Atlantic tentang mimpi untuk anak-anaknya menjadi “mujahidin” dan perpisahannya dengan suaminya, seorang “jihadis” Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) John Georgelas.
Dia mengatakan bahwa dirinya dan Georgelas, seorang kelahiran Amerika yang jadi mualaf yang terpikat masuk ISIS, ingin membesarkan keluarga “jihadis”.
”Mimpi kami adalah memiliki tanah milik kami sendiri, membesarkan keluarga dan melatih mereka menjadi pembunuh atau tentara, apapun, dan akhirnya bergabung dengan ‘jihad’,” ujarnya.
Tania sekarang tinggal di pinggiran Dallas dengan orang tua mantan suaminya dan menghadiri gereja Unitarian dengan pasangan barunya, Craig, seorang programmer computer.
Tania—satu dari lima anak yang lahir di London dari pasangan Inggris-Bangladesh—mengatakan bahwa masa kecilnya sulit dilalui.
”Saya menghadapi banyak rasisme. Kami memiliki tetangga yang buruk, mereka menghancurkan jendela kami, tapi umumnya saya merasa seperti orang asing,” katanya, yang dikutip Senin (6/11/2017).
”Saya sedang mencari cara untuk membalas,” ujarnya.
Menurut Tania, serangan teror 11 September 2001 terhadap menara kembar World Trade Center (WTC) di Manhattan, AS, membuatnya teradikalisasi.
”Saya berusia 17 tahun, saya melihat menara-menara itu runtuh dan saya pergi ke sekolah keesokan harinya,” tuturnya.
”Saya berkata kepada teman saya, 'Oh, bukankah apa yang terjadi itu mengerikan’, dan dia menatap saya dan berkata: 'Benarkah’?,” ujar Tania. ”Pada saat itu saya benar-benar menjadi ‘jihadis hardcore’,” imbuh dia.
Beberapa tahun kemudian dia bertemu dengan John Georgelas, putra seorang mantan dokter militer AS, melalui sebuah forum perjodohan Muslim.
Dia menemukan situs tersebut setelah menghadiri demonstrasi perang Irak di mana seorang pria Muslim mendistribusikan alamat situs tersebut. Pasangan ini kemudian menikah pada tahun 2004.
Georgelas dibesarkan di Texas dan diyakini telah memberontak saat remaja, menggunakan narkoba, putus sekolah dan jadi mualaf tak lama setelah serangan 11 September 2001.
Mereka memiliki tiga anak dan satu lagi dalam kandungan ketika pada tahun 2013, di mana mereka mulai berdiskusi untuk bergabung dengan ISIS di Suriah.
”Saya hanya memiliki anak-anak ini untuk satu alasan saja, dan karena itulah mereka bisa melayani Tuhan sebagai mujahidin,” ujarnya mengingat kembali kenangannya.
Pada tahun 2013 keluarga pasangan ini pergi ke A'zaz di Suriah, dimana Tania dan anak-anaknya mulai sakit karena hanya ada sedikit makanan dan air.
Suaminya setuju untuk membiarkan dia kembali ke AS untuk tinggal bersama keluarganya di Texas. Sejak itu, Tania memutuskan untuk menceraikannya dan dia menyandang status sebagai janda militan ISIS.
Georgelas masih tinggal di Suriah sebagai militan senior ISIS asal AS. Setelah menjanda, Tania memutuskan untuk kembali ke kencan online, mem-posting data jujur tentang masa lalunya.
"Saya menulis sebuah esai: 'Saya memiliki empat anak, suami saya meninggalkan saya untuk menjadi Osama Bin Ladin berikutnya. Saya mendapat 1.300 balasan,” katanya.
Dia kemudian bertemu Craig, seorang pekerja IT, yang kini menjadi suami barunya. ”Dia langsung mengatakan bahwa suaminya berada di ISIS, dan saya berkata 'OK, tidak apa-apa',” kata Craig.
Pasangan ini sekarang menghadiri gereja Unitarian. Tania mengatakan bahwa dia ingin bekerja untuk program deradikalisasi yang dapat membantu mantan teroris.
(mas)