Melarikan Diri ke Bangladesh, 4 Orang Rohingya Tewas Tenggelam
A
A
A
BAZAR - Empat Rohingya tewas saat perahu kayu yang ditumpanginya tenggelam ketika membawa puluhan pengungsi meninggalkan Myanmar menuju Bangladesh, Selasa (31/10/2017). Keempat korban itu adalah satu pria, satu wanita dan dua anak-anak.
"Para pengungsi yang tinggal di pesisir selatan Bangladesh di Cox’s Bazar menyelamatkan 37 orang dari air dan 11 orang dibawa ke rumah sakit karena dalam kondisi kritis," ungkap petugas kepolisian Ukhiya, Mohammad Abul Khair kepada kantor berita Reuters.
Perahu itu karam di laut saat hujan deras. Menurut para korban selamat, mereka membayar USD37 agar dapat dibawa ke Bangladesh. Para pengungsi meninggalkan rumah mereka di Buthidaung, utara Rakhine, Myanmar.
Lebih dari 600.000 Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak operasi militer Myanmar pada Agustus lalu. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai operasi militer itu sebagai bentuk pembersihan etnik. Tuduhan itu disangkal Myanmar.
Para pengungsi Rohingya melakukan perjalanan melintasi laut dan sungai agar dapat mencapai Bangladesh meski puluhan orang tewas akibat perahu mereka tenggelam. Sementara itu, PBB menunjuk Knut Ostby asal Norwegia sebagai koordinator sementara untuk Myanmar.
Ostby akan mengambil alih peran kemanusiaan saat hubungan PBB dan pemerintah Myanmar semakin memanas akibat krisis Rohingya. Ostby telah bekerja untuk PBB di sejumlah lokasi penting termasuk Afghanistan dan Timor Leste. Dia akan menggantikan Renata Lok-Dessallien yang telah menyelesaikan masa jabatannya.
Pemimpin Myanmar dan peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi menyatakan kepada para diplomat bahwa dia frustrasi dengan PBB, terutama badan hak asasi manusia (HAM). Para aktivis HAM dan pengungsi Rohingya menyatakan, militer Myanmar dan mayoritas warga Buddha Rakhine memaksa etnik Rohingya meninggalkan rumahnya.
Para investigator PBB telah mewawancarai Rohingya yang hidup di kamp pengungsi dekat Coxs Bazar. Pengakuan Rohingya itu menjelaskan terjadinya pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan pembakaran oleh militer Myanmar.
Tim pencari fakta yang dipimpin mantan Jaksa Agung Indonesia Marzuki Darusman menjelaskan, jumlah korban tewas akibat operasi militer Myanmar tidak diketahui pasti, tapi mungkin sangat banyak. Tim PBB yang didirikan Dewan HAM PBB pada Maret memperbarui permintaan untuk akses ke Rakhine dan berunding dengan militer serta pemerintah Myanmar untuk menemukan berbagai fakta.
Pada tahap awal krisis itu, PBB menyebut operasi militer itu sebagai pembersihan etnik. Suu Kyi menyatakan, para pengungsi dapat kembali ke Myanmar tapi ribuan orang terus tiba di Bangladesh.
"Para pengungsi yang tinggal di pesisir selatan Bangladesh di Cox’s Bazar menyelamatkan 37 orang dari air dan 11 orang dibawa ke rumah sakit karena dalam kondisi kritis," ungkap petugas kepolisian Ukhiya, Mohammad Abul Khair kepada kantor berita Reuters.
Perahu itu karam di laut saat hujan deras. Menurut para korban selamat, mereka membayar USD37 agar dapat dibawa ke Bangladesh. Para pengungsi meninggalkan rumah mereka di Buthidaung, utara Rakhine, Myanmar.
Lebih dari 600.000 Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak operasi militer Myanmar pada Agustus lalu. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai operasi militer itu sebagai bentuk pembersihan etnik. Tuduhan itu disangkal Myanmar.
Para pengungsi Rohingya melakukan perjalanan melintasi laut dan sungai agar dapat mencapai Bangladesh meski puluhan orang tewas akibat perahu mereka tenggelam. Sementara itu, PBB menunjuk Knut Ostby asal Norwegia sebagai koordinator sementara untuk Myanmar.
Ostby akan mengambil alih peran kemanusiaan saat hubungan PBB dan pemerintah Myanmar semakin memanas akibat krisis Rohingya. Ostby telah bekerja untuk PBB di sejumlah lokasi penting termasuk Afghanistan dan Timor Leste. Dia akan menggantikan Renata Lok-Dessallien yang telah menyelesaikan masa jabatannya.
Pemimpin Myanmar dan peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi menyatakan kepada para diplomat bahwa dia frustrasi dengan PBB, terutama badan hak asasi manusia (HAM). Para aktivis HAM dan pengungsi Rohingya menyatakan, militer Myanmar dan mayoritas warga Buddha Rakhine memaksa etnik Rohingya meninggalkan rumahnya.
Para investigator PBB telah mewawancarai Rohingya yang hidup di kamp pengungsi dekat Coxs Bazar. Pengakuan Rohingya itu menjelaskan terjadinya pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan pembakaran oleh militer Myanmar.
Tim pencari fakta yang dipimpin mantan Jaksa Agung Indonesia Marzuki Darusman menjelaskan, jumlah korban tewas akibat operasi militer Myanmar tidak diketahui pasti, tapi mungkin sangat banyak. Tim PBB yang didirikan Dewan HAM PBB pada Maret memperbarui permintaan untuk akses ke Rakhine dan berunding dengan militer serta pemerintah Myanmar untuk menemukan berbagai fakta.
Pada tahap awal krisis itu, PBB menyebut operasi militer itu sebagai pembersihan etnik. Suu Kyi menyatakan, para pengungsi dapat kembali ke Myanmar tapi ribuan orang terus tiba di Bangladesh.
(amm)