Sekjen PBB: Rohingya Hadapi Situasi Bencana Kemanusiaan
A
A
A
NEW YORK - Muslim Rohingya di Myanmar menghadapi situasi bencana kemanusiaan. Demikian yang dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres.
Guterres mengatakan bahwa serangan yang dilakukan oleh pasukan keamanan terhadap penduduk desa Rohingya sama sekali tidak dapat diterima, dan mendesak mereka untuk menghentikan aksi militer. Guterres juga meminta masyarakat internasional untuk memberikan bantuan apa pun yang mereka bisa.
"Itu situasi bencana kemanusiaan. Ketika kami bertemu pekan lalu ada 125 ribu pengungsi Rohingya yang telah melarikan diri ke Bangladesh. Jumlah itu sekarang meningkat tiga kali lipat menjadi hampir 380 ribu," ujar Guterres.
"Banyak yang tinggal di permukiman darurat atau dengan komunitas yang dengan murah hati membagikan apa yang mereka miliki. Tetapi wanita dan anak-anak tiba dengan kelaparan dan kekurangan gizi," imbuhnya seperti dikutip dari BBC, Kamis (14/9/2017).
Ketika ditanya apakah krisis tersebut dapat dikategorikan sebagai pembersihan etnis, Guterres mengatakan: "Sepertiga penduduk Rohingya harus melarikan diri dari negara tersebut - dapatkah Anda menemukan kata yang lebih baik untuk menggambarkannya?"
Sekjen PBB mengatakan bahwa dia telah mengutuk serangan oleh Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), kelompok pemberontak yang memerangi militer Myanmar.
Namun dia menambahkan bahwa tindakan militer juga harus dihentikan dan mereka yang telah melarikan diri diberi hak untuk kembali ke rumah.
Sekitar 379 ribu orang Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak kekerasan dimulai bulan lalu. Seluruh desa telah terbakar habis.
Rohingya, sebagian besar minoritas Muslim di negara bagian Rakhine yang beragama Buddha, telah lama mengalami penganiayaan di Myanmar, yang menyebut mereka sebagai imigran ilegal. Mereka telah tinggal di Myanmar, yang juga dikenal sebagai Burma, selama beberapa generasi namun ditolak kewarganegaraannya.
Guterres mengatakan bahwa serangan yang dilakukan oleh pasukan keamanan terhadap penduduk desa Rohingya sama sekali tidak dapat diterima, dan mendesak mereka untuk menghentikan aksi militer. Guterres juga meminta masyarakat internasional untuk memberikan bantuan apa pun yang mereka bisa.
"Itu situasi bencana kemanusiaan. Ketika kami bertemu pekan lalu ada 125 ribu pengungsi Rohingya yang telah melarikan diri ke Bangladesh. Jumlah itu sekarang meningkat tiga kali lipat menjadi hampir 380 ribu," ujar Guterres.
"Banyak yang tinggal di permukiman darurat atau dengan komunitas yang dengan murah hati membagikan apa yang mereka miliki. Tetapi wanita dan anak-anak tiba dengan kelaparan dan kekurangan gizi," imbuhnya seperti dikutip dari BBC, Kamis (14/9/2017).
Ketika ditanya apakah krisis tersebut dapat dikategorikan sebagai pembersihan etnis, Guterres mengatakan: "Sepertiga penduduk Rohingya harus melarikan diri dari negara tersebut - dapatkah Anda menemukan kata yang lebih baik untuk menggambarkannya?"
Sekjen PBB mengatakan bahwa dia telah mengutuk serangan oleh Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), kelompok pemberontak yang memerangi militer Myanmar.
Namun dia menambahkan bahwa tindakan militer juga harus dihentikan dan mereka yang telah melarikan diri diberi hak untuk kembali ke rumah.
Sekitar 379 ribu orang Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak kekerasan dimulai bulan lalu. Seluruh desa telah terbakar habis.
Rohingya, sebagian besar minoritas Muslim di negara bagian Rakhine yang beragama Buddha, telah lama mengalami penganiayaan di Myanmar, yang menyebut mereka sebagai imigran ilegal. Mereka telah tinggal di Myanmar, yang juga dikenal sebagai Burma, selama beberapa generasi namun ditolak kewarganegaraannya.
(ian)