Ekspansi Rudal AS di Korsel, Rusia Siap Ambil Tindakan
A
A
A
BEIJING - Rusia perlu bereaksi terhadap sistem pertahanan anti rudal Amerika Serikat (AS) di Korea Selatan (Korsel). Demikian yang dikatakan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov.
"Ini mau tidak mau akan menimbulkan pertanyaan tentang reaksi kita, tentang keseimbangan militer kita," ujar Ryabkov pada pertemuan puncak di China seperti disitir dari Independent, Selasa (5/9/2017).
Komentar ini keluar menyusul pengumuman Seoul bahwa pihaknya akan memperkuat sistem pertahanan rudal buatan AS, Terminal High Altitude Area Defence system (THAAD). Kebijakan itu diambil setelah Korea Utara melakukan uji coba bom hidrogen pada akhir pekan lalu.
Sistem anti-rudal THAAD telah menciptakan ketegangan diplomatik antara Korsel dan China. Beijing meyakini radar sistem anti rudal tersebut dapat digunakan untuk memantau aktivitasnya.
Rusia dan China, saingan lama yang tampaknya telah menemukan kesamaan dalam masalah Korut, telah mengkritik militerisasi Amerika di Semenanjung Korea.
Korut berulang kali menentang sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mengembangkan senjata nuklir dan menguji sistem rudal.
Pada bulan Agustus, negara komunis yang terisolasi mengirim rudal antar benua ke daratan Jepang yang mendarat di Samudra Pasifik. Korut juga mengancam untuk menyerang wilayah AS di Guam, sebuah pulau kecil di Pasifik yang digunakan sebagai pangkalan militer Amerika.
Korut telah mendapat sanksi PBB sejak 2006 karena program rudal nuklir dan balistiknya.
Dewan Keamanan PBB bulan lalu dengan suara bulat memberlakukan sanksi baru atas Korut setela melakukan uji coba dua rudal jarak jauh yang diluncurkan pada bulan Juli. Sanksi tersebut berfokus pada ekspor batubara, besi, timbal dan makanan laut Korut.
"Ini mau tidak mau akan menimbulkan pertanyaan tentang reaksi kita, tentang keseimbangan militer kita," ujar Ryabkov pada pertemuan puncak di China seperti disitir dari Independent, Selasa (5/9/2017).
Komentar ini keluar menyusul pengumuman Seoul bahwa pihaknya akan memperkuat sistem pertahanan rudal buatan AS, Terminal High Altitude Area Defence system (THAAD). Kebijakan itu diambil setelah Korea Utara melakukan uji coba bom hidrogen pada akhir pekan lalu.
Sistem anti-rudal THAAD telah menciptakan ketegangan diplomatik antara Korsel dan China. Beijing meyakini radar sistem anti rudal tersebut dapat digunakan untuk memantau aktivitasnya.
Rusia dan China, saingan lama yang tampaknya telah menemukan kesamaan dalam masalah Korut, telah mengkritik militerisasi Amerika di Semenanjung Korea.
Korut berulang kali menentang sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mengembangkan senjata nuklir dan menguji sistem rudal.
Pada bulan Agustus, negara komunis yang terisolasi mengirim rudal antar benua ke daratan Jepang yang mendarat di Samudra Pasifik. Korut juga mengancam untuk menyerang wilayah AS di Guam, sebuah pulau kecil di Pasifik yang digunakan sebagai pangkalan militer Amerika.
Korut telah mendapat sanksi PBB sejak 2006 karena program rudal nuklir dan balistiknya.
Dewan Keamanan PBB bulan lalu dengan suara bulat memberlakukan sanksi baru atas Korut setela melakukan uji coba dua rudal jarak jauh yang diluncurkan pada bulan Juli. Sanksi tersebut berfokus pada ekspor batubara, besi, timbal dan makanan laut Korut.
(ian)