Marah dengan Kondisi Kerja Suami, Istri Tentara Prancis Berdemo
A
A
A
PARIS - Ratusan istri dari tentara Prancis menggelar aksi demonstrasi di Paris. Mereka mengecam kondisi kerja yang menyedihkan dalam dinas ketentaraan. Aksi protes tersebut dilakukkan oleh grup Angry Soldiers' Wives yang memiliki hampir 5.200 anggota.
Mercedes Crepin, yang membantu mengorganisir demonstrasi, mengatakan beberapa tentara anti-teror yang bertugas ditempatkan di hanggar lembab yang dipenuhi kecoak dan kutu.
Laporan Le Figaro menyebut sekitar 500 orang diperkirakan mengikuti aksi demonstrasi tersebut.
Setelah serangan ISIS terhadap majalah satir Charlie Hebdo pada Januari 2015, pemerintah Prancis mengerahkan lebih dari 7.000 tentara untuk menjaga tempat dan acara publik yang menonjol.
Situs berita Prancis melaporkan pada hari Sabtu bahwa satu tentara yang terkait dengan operasi tersebut telah menembak dirinya sendiri pada Jumat malam.
Istri militer memiliki beberapa kekhawatiran di antaranya, kurangnya dukungan untuk keluarga tentara yang menderita gangguan stres pasca trauma (PTSD).
"Kami merasa benar-benar tidak berdaya, kami tidak tahu bagaimana mengatasi kondisi tersebut, bagaimana mendukung orang-orang kami," kata Crepin, yang suaminya memiliki PTSD setelah bertugas di Afghanistan.
"Kami ingin menunjukkan ketidaknyamanan, kegelisahan dan kemarahan kami," katanya seperti disitat dari BBC, Minggu (27/8/2017).
Crepin juga meninyinggung soal nasib janda tentara. Ia mengatakan beberapa dari mereka diwajibkan meninggalkan rumah dinas militer dalam waktu dua sampai tiga bulan setelah kehilangan suami mereka. Mereka hanya mendapat sedikit bantuan dari tentara.
Sistem gaji tentara merupakan sumber keluhan lebih lanjut. Sistem tersebut dilaporkan telah membuat keluarga terlilit hutang setelah para tentara keliru mendapatkan uang lebih mereka, mereka pun diharuskan untuk mengembalikannya.
Demo yang dilakukan Angry Soldiers' Wives mengikuti sebuah demonstrasi oleh kelompok serupa, Angry Police Wives, pada akhir April lalu.
Istri dan mitra petugas polisi turun ke jalan-jalan di Paris untuk melakukan demonstrasi setelah membunuh seorang perwira di Champs Elysees. Tindakan mereka mengecam kekerasan anti-polisi terjadi dua hari setelah petugas Xavier Jugele ditembak mati.
Mercedes Crepin, yang membantu mengorganisir demonstrasi, mengatakan beberapa tentara anti-teror yang bertugas ditempatkan di hanggar lembab yang dipenuhi kecoak dan kutu.
Laporan Le Figaro menyebut sekitar 500 orang diperkirakan mengikuti aksi demonstrasi tersebut.
Setelah serangan ISIS terhadap majalah satir Charlie Hebdo pada Januari 2015, pemerintah Prancis mengerahkan lebih dari 7.000 tentara untuk menjaga tempat dan acara publik yang menonjol.
Situs berita Prancis melaporkan pada hari Sabtu bahwa satu tentara yang terkait dengan operasi tersebut telah menembak dirinya sendiri pada Jumat malam.
Istri militer memiliki beberapa kekhawatiran di antaranya, kurangnya dukungan untuk keluarga tentara yang menderita gangguan stres pasca trauma (PTSD).
"Kami merasa benar-benar tidak berdaya, kami tidak tahu bagaimana mengatasi kondisi tersebut, bagaimana mendukung orang-orang kami," kata Crepin, yang suaminya memiliki PTSD setelah bertugas di Afghanistan.
"Kami ingin menunjukkan ketidaknyamanan, kegelisahan dan kemarahan kami," katanya seperti disitat dari BBC, Minggu (27/8/2017).
Crepin juga meninyinggung soal nasib janda tentara. Ia mengatakan beberapa dari mereka diwajibkan meninggalkan rumah dinas militer dalam waktu dua sampai tiga bulan setelah kehilangan suami mereka. Mereka hanya mendapat sedikit bantuan dari tentara.
Sistem gaji tentara merupakan sumber keluhan lebih lanjut. Sistem tersebut dilaporkan telah membuat keluarga terlilit hutang setelah para tentara keliru mendapatkan uang lebih mereka, mereka pun diharuskan untuk mengembalikannya.
Demo yang dilakukan Angry Soldiers' Wives mengikuti sebuah demonstrasi oleh kelompok serupa, Angry Police Wives, pada akhir April lalu.
Istri dan mitra petugas polisi turun ke jalan-jalan di Paris untuk melakukan demonstrasi setelah membunuh seorang perwira di Champs Elysees. Tindakan mereka mengecam kekerasan anti-polisi terjadi dua hari setelah petugas Xavier Jugele ditembak mati.
(ian)