Resolusi demi Resolusi, Korut Tetap Pembangkang

Senin, 07 Agustus 2017 - 15:17 WIB
Resolusi demi Resolusi,...
Resolusi demi Resolusi, Korut Tetap Pembangkang
A A A
SIKAP keras Korea Utara (Korut) terkait krisis nuklir sebenarnya bukan kali ini mereka lakukan. Tapi, Menteri Luar Negeri (menlu) China Wang Yi menyarankan dialog sebagai solusi penting untuk menyelesaikan persoalan yang sudah terus memanas.

Menurut Wang, langkah diplomatik dan damai menjadi cara tepat untuk menyelesaikan ketegangan dan menghindari ekskalasi krisis. Pasalnya, Korut sekarang tengah menghadapi sanksi baru dari Dewan Keamanan PBB.

Sebelumnya Dewan Keamanan PBB sepakat menjatuhkan sanksi terberat bagi Korea Utara (Korut). Sanksi itu akan memotong sepetiga pendapatan tahunan Korut yang saat ini mencapai USD3 miliar (Rp40 triliun) per tahun. Itu sebagai imbas pelaksaan uji coba misil balistik pada Juli silam.

"Kita menyerukan semua pihak untuk bersikap bertanggung jawab. Kita tidak boleh bertindak sendiri dan mengabaikan satu sama lain. Sanksi dibutuhkan, tetapi saksi bukan tujuan akhir,"tandas Wang.

Sementara itu, Menlu Korea Selatan (Korsel) Kang Kyung-wha telah bertemu dengan Menlu Amerika Serikat Rex Tillerson. Mereka sepakat jika sanksi PBB adalah hasil yang baik.

Resolusi sanski itu awalnya diajukan AS berupa larangan ekspor batub bara, bijih besi, dan ikan. Korut juga dilarang mengirim pekerjanya ke luar negeri. Kemudian, Pyongyang juga dilarang bekerja bisnis dengan negara lain terutama dalam hal investasi.

"Kita seharusnya tidak membodohi diri kita hingga berpikir kalau kita akan memecahkan masalah," ujar Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley. "Langkah lanjutan sangat diperlukan. AS akan mengambil langkah dan melanjutkan upaya defensig untuk melindungi kita dan aliansi kita," imbuhnya.

Pyongyang menuding Washington dan Korsel memicu ketegangan dengan melaksanakan latihan militer. China dan Rusia juga mengecam penempatan tameng rudal THAAD di Korsel. Duta Besar China untuk PBB Liu Jieyi menyerukan agar penempatan tameng rudal dibatalkan. "China sudah menyarankan Korut agar menahan diri dari langkah yang bisa memicu ketegangan," ujar Liu.

Presiden AS Donald Trump menyambut baik sanksi baru bagi Korsel. "Dewan Keamanan PBB memilih 15-0 untuk sanksi terhadap Korut. China dan Rusia berpihak kepada kita. Itu akan memberikan dampak keuangan besar," ungkap Trump.

Gedung Putih juga mengapresiasi kerja sama China dan Rusia untuk menyukseskan resolusi sanksi tersebut. "Presiden AS akan bekerja sama dengan aliansi dan mitra untuk meningkatkan kerja sama diplomatik dan ekonomi untuk menekan Korut sehingga Pyongyang tidak terus mengancam dan mengganggu stabilitas," demikian keterangan Gedung Putih.

Korut telah mendapatkan sansi PBB sejak 2006 karena pengembangan misil balistik dan nuklir. Sanksi terbaru PBB itu merespons lima uji coba nuklir dan empat pelucuran misil balistik.

Kesuksesan sanksi baru tersebut tidak lepas lobi yang dilaksanakan Washington selama sebulan kepsda China. AS sebenarnya sudah frustasi terhadap China untuk menekan Korut. Pasalnya,Beijing merupakan mitra perdagangan utama dan pertama bagi Pyongyang. China juga masih setengah hati melarang perusahaan China berbisnis dengan pengusaha Korut.

"Kita melalui negoisasi keras sepanjang pekan ini," kata Haley. "China merespons dan kita mengapresiasi bagaimana mereka bekerja sama," ujarnya.

Kemudian, Liu mengungkapkan China tetap konsisten dengan denuklirasi untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas di semenanjung Korea. "China menentang segala sanksi sepihak di luar kerangka resolusi Dewan Keamanan PBB," pintanya.

Sanksi baru tersebut juga menambah sembilan individu dan empat organisasi masuk dalam daftar hitam. Mereka termasuk bank ternama Korut.
Resolusi demi Resolusi, Korut Tetap Pembangkang
(bbk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8856 seconds (0.1#10.140)