Wanita Jadi Imam, 'Masjid Liberal' Jerman Dinilai Tak Sesuai Islam
A
A
A
ANKARA - Badan Urusan Agama Turki, Diyanet, mengkritik Masjid Ibn Ruschd-Goethe di Berlin, yang dikenal sebagai “masjid liberal” pertama di Jerman. Diyanet menilai konsep masjid itu tak sesuai ajaran Islam karena wanita menjadi imam salat untuk jemaah pria dan wanita.
Selain itu, jemaah pria dan wanita dibebaskan berbaur untuk salat bersama. Menurut Diyanet, gagasan semacam itu sejalan dengan proyek yang dipimpin oleh kelompok Fethullah Gulen, yang oleh Turki dituduh sebagai dalang kudeta gagal pada 15 Juli 2016.
Masjid ini digagas untuk menerima semua sekte, baik Sunni maupun Syiah. Masjid juga menerima jemaah dari semua jenis gender, baik perempuan, pria maupun kalangan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender).
Baca Juga: 'Masjid Liberal' Pertama Dibuka di Jerman, Anti-Niqab dan Burka
Masjid yang bangunannya menyewa ruang gereja di Berlin ini digagas oleh Seyran Ates, aktivis feminis yang juga pengacara kelahiran Turki yang kini tinggal di Jerman. Ates justru melarang pemakaian burka dan niqab di masjid tersebut.
Masjid itu diberi nama Ibn Ruschd-Goethe, nama yang mengacu pada filsuf Islam Ibnu Rusyd (Averroes) dan penulis ternama Jerman Johann Wolfgang von Goethe.
Namun, menurut Diyanet, masjid tersebut mengabaikan prinsip dasar Islam dan tidak sesuai dengan ibadah, pengetahuan dan metodologi yang terakumulasi sejak Islam diajarkan Nabi Muhammad 14 abad silam.
”Sudah jelas bahwa ini adalah proyek yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh FETO dan struktur buruk lainnya untuk rekayasa agama,” bunyi pernyataan Diyanet. FETO adalah organisasi yang disebut-sebut dipimpin Fethullah Gulen, “musuh” politik Presiden Tayyip Erdogan yang kini tinggal di Amerika Serikat.
“Kami yakin bahwa semua orang percaya akan menjaga jarak dari provokasi semacam itu dan menunjukkan kebijaksanaan dalam menghadapi hal ini,” lanjut Diyanet, seperti dikutip The Local, semalam (22/6/2017).
Selain itu, jemaah pria dan wanita dibebaskan berbaur untuk salat bersama. Menurut Diyanet, gagasan semacam itu sejalan dengan proyek yang dipimpin oleh kelompok Fethullah Gulen, yang oleh Turki dituduh sebagai dalang kudeta gagal pada 15 Juli 2016.
Masjid ini digagas untuk menerima semua sekte, baik Sunni maupun Syiah. Masjid juga menerima jemaah dari semua jenis gender, baik perempuan, pria maupun kalangan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender).
Baca Juga: 'Masjid Liberal' Pertama Dibuka di Jerman, Anti-Niqab dan Burka
Masjid yang bangunannya menyewa ruang gereja di Berlin ini digagas oleh Seyran Ates, aktivis feminis yang juga pengacara kelahiran Turki yang kini tinggal di Jerman. Ates justru melarang pemakaian burka dan niqab di masjid tersebut.
Masjid itu diberi nama Ibn Ruschd-Goethe, nama yang mengacu pada filsuf Islam Ibnu Rusyd (Averroes) dan penulis ternama Jerman Johann Wolfgang von Goethe.
Namun, menurut Diyanet, masjid tersebut mengabaikan prinsip dasar Islam dan tidak sesuai dengan ibadah, pengetahuan dan metodologi yang terakumulasi sejak Islam diajarkan Nabi Muhammad 14 abad silam.
”Sudah jelas bahwa ini adalah proyek yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh FETO dan struktur buruk lainnya untuk rekayasa agama,” bunyi pernyataan Diyanet. FETO adalah organisasi yang disebut-sebut dipimpin Fethullah Gulen, “musuh” politik Presiden Tayyip Erdogan yang kini tinggal di Amerika Serikat.
“Kami yakin bahwa semua orang percaya akan menjaga jarak dari provokasi semacam itu dan menunjukkan kebijaksanaan dalam menghadapi hal ini,” lanjut Diyanet, seperti dikutip The Local, semalam (22/6/2017).
(mas)