Usulan Polwan Berjilbab di Belanda Ramai Ditentang
A
A
A
AMSTERDAM - Para pejabat di kepolisian Belanda mengusulkan agar para polisi wanita (polwan) yang beragama Islam diizinkan mengenakan jilbab. Namun, usulan itu ditentang ramai-ramai oleh para anggota parlemen.
Enam partai politik Belanda yang menguasai kursi parlemen menentang sebuah proposal yang diajukan para pejabat penting Kepolisian Amsterdam. Proposal yang diajukan itu berisi ajakan pembahasan soal izin polwan berjilbab di negara itu.
Seorang pejabat tinggi Kepolisian Belanda, Komisaris Pieter-Jaap Aalbersberg, mengatakan kepada tabloid Algemeen Dagblad, bahwa populasi di Amsterdam sudah berubah dalam hal etnis. Dia menyarankan agar isu tersebut diperdebatkan.
Dia mendesak untuk meningkatkan kampanye multikulturalisme di antara petugas polisi Amsterdam, di mana sekitar 52 persen penduduk lokal Amsterdam memiliki latar belakang non-Belanda.
Meski demikian, ujar dia, keragaman ini tidak tercermin di kepolisian, karena hanya 18 persen anggota kepolisian yang berlatar belakang non-Belanda.
Proposal Aalbersberg juga mencakup izin bagi polisi untuk memakai simbol keagamaan seperti salib untuk yang beragama Kristen dan yarmulkes untuk yang beragama Yahudi.
Di situs Algemeen Dagblad, ada sebuah jajak pendapat yang berkaitan usulan tersebut. Sebanyak 48 persen pembaca mengatakan bahwa mengenakan jilbab seharusnya diperbolehkan, sementara 51 persen pembaca menentangnya.
Enam partai politik yang menentang usulan polwan berjilbab termasuk partai Liberal VVD, partai yang memenangkan mayoritas kursi di parlemen.
”Simbol iman tidak bisa digabungkan dengan seragam polisi. Seragam harus menunjukkan netralitas dan keseragaman,” kata Menteri Keselamatan dan Kehakiman Belanda Stef Blok kepada De Telegraaf, yang dikutip Minggu (21/5/2017).
”Kami mendukung dorongan menuju keragaman, tapi membiarkan pemakaian jilbab bukan cara yang tepat untuk melakukannya. Tidak benar bahwa menumpuknya wanita mengesampingkan karier di polisi hanya karena mereka tidak diizinkan untuk memakai jilbab,” imbuh anggota parlemen Partai VVD, Ockje Tellegen.
Pada tahun 2011, polisi Belanda dibekali kode etik yang melarang petugas mengenakan simbol agama karena tidak sesuai dengan netralitas polisi.
Enam partai politik Belanda yang menguasai kursi parlemen menentang sebuah proposal yang diajukan para pejabat penting Kepolisian Amsterdam. Proposal yang diajukan itu berisi ajakan pembahasan soal izin polwan berjilbab di negara itu.
Seorang pejabat tinggi Kepolisian Belanda, Komisaris Pieter-Jaap Aalbersberg, mengatakan kepada tabloid Algemeen Dagblad, bahwa populasi di Amsterdam sudah berubah dalam hal etnis. Dia menyarankan agar isu tersebut diperdebatkan.
Dia mendesak untuk meningkatkan kampanye multikulturalisme di antara petugas polisi Amsterdam, di mana sekitar 52 persen penduduk lokal Amsterdam memiliki latar belakang non-Belanda.
Meski demikian, ujar dia, keragaman ini tidak tercermin di kepolisian, karena hanya 18 persen anggota kepolisian yang berlatar belakang non-Belanda.
Proposal Aalbersberg juga mencakup izin bagi polisi untuk memakai simbol keagamaan seperti salib untuk yang beragama Kristen dan yarmulkes untuk yang beragama Yahudi.
Di situs Algemeen Dagblad, ada sebuah jajak pendapat yang berkaitan usulan tersebut. Sebanyak 48 persen pembaca mengatakan bahwa mengenakan jilbab seharusnya diperbolehkan, sementara 51 persen pembaca menentangnya.
Enam partai politik yang menentang usulan polwan berjilbab termasuk partai Liberal VVD, partai yang memenangkan mayoritas kursi di parlemen.
”Simbol iman tidak bisa digabungkan dengan seragam polisi. Seragam harus menunjukkan netralitas dan keseragaman,” kata Menteri Keselamatan dan Kehakiman Belanda Stef Blok kepada De Telegraaf, yang dikutip Minggu (21/5/2017).
”Kami mendukung dorongan menuju keragaman, tapi membiarkan pemakaian jilbab bukan cara yang tepat untuk melakukannya. Tidak benar bahwa menumpuknya wanita mengesampingkan karier di polisi hanya karena mereka tidak diizinkan untuk memakai jilbab,” imbuh anggota parlemen Partai VVD, Ockje Tellegen.
Pada tahun 2011, polisi Belanda dibekali kode etik yang melarang petugas mengenakan simbol agama karena tidak sesuai dengan netralitas polisi.
(mas)