Agen Wanita FBI ke Suriah untuk Nikahi Militan ISIS
A
A
A
WASHINGTON - Seorang agen wanita FBI pergi ke Suriah untuk menikah dengan seorang militan ISIS. Ulah agen “nakal” ini sedang diselidiki pihak berwenang Amerika Serikat (AS).
Agen bernama Daniela Greene bekerja sebagai penerjemah untuk FBI. Dia menggunakan media sosial untuk memata-matai militan ISIS asal Jerman, Denis Cuspert, yang dikenal sebagai mantan rapper.
Cuspert alias Deso Dogg alias Abu Talha al-Almani merupakan seorang perekrut ISIS via online yang dikenal produktif. Dia mendapatkan reputasi sebagai salah satu militan asing yang paling brutal.
Pria asal Jerman ini pernah muncul dalam video yang dirilis kelompok Islamic State atau ISIS, di mana dia mengancam akan memenggal Barack Obama yang saat itu menjabat sebagai presiden AS.
Dari laporan yang sedang diselidiki, Greene yang semula memata-matai Cuspert justru jatuh cinta dengan militan ISIS tersebut. Cuspert berhasil meyakinkan agen FBI itu untuk bergabung dengannya di Suriah.
Menurut dokumen Pengadilan Federal yang dilihat CNN, Greene berangkat pada akhir Juni 2014 ke Suriah tanpa memberi tahu kantor FBI tentang rencananya.
Greene, 38, menghubungi Cuspert di Skype. Mereka mengatur sebuah rencana untuk pergi ke Istanbul, di mana keduanya akan bertemu dan menikah sebelum menyeberangi perbatasan menuju Suriah.
Baru dua minggu setelah tiba, agen FBI tersebut mengirim email dari wilayah Suriah kepada orang tak dikenal di AS yang menunjukkan bahwa dia memiliki pemikiran ganda.
”Saya lemah dan tidak tahu bagaimana menangani apapun lagi,” tulisnya pada 8 Juli. ”Saya benar-benar membuat kekacauan saat ini,” lanjut surat Greene.
“Saya pergi dan saya tidak dapat kembali, saya bahkan tidak tahu bagaimana berbuat, jika saya mencoba untuk pulang, saya berada dalam lingkungan yang sangat keras dan saya tidak tahu berapa lama saya akan bertahan di sini, tapi tidak masalah, semuanya sudah terlambat.”
Greene, yang lahir di Cekoslowakia dan dibesarkan di Jerman dan hijrah ke Amerika Serikat, menghabiskan beberapa bulan di Suriah sebelum menyadari kesalahannya. Meski demikian, dia akhirnya berhasil pulang ke Amerika, di mana dia ditangkap atas tuduhan terlibat terorisme.
Dia menerima hukuman dua tahun dan dibebaskan pada musim panas lalu.
Kejadian ini baru terungkap setelah hakim membatalkan beberapa dokumen pengadilan yang telah mempermalukan dinas keamanan AS.
”Ini adalah rasa malu yang luar biasa bagi FBI, tidak diragukan lagi,” kata John Kirby, mantan pejabat Departemen Luar Negeri as. Dia mencurigai masuknya Greene ke Suriah memerlukan persetujuan dari pemimpin senior ISIS.
“Sebagian besar orang luar yang mencoba masuk ke wilayah ISIS di Suriah berisiko dipenggal kepalanya,” kata Kirby. ”Jadi agar dia bisa masuk sebagai orang Amerika, sebagai seorang wanita, sebagai pegawai FBI, dan untuk dapat tinggal bersama pemimpin ISIS yang diketahui, bahwa semuanya harus dikoordinasi,” imbuh Kirby.
FBI tidak memiliki alasan saat mencurigai Greene, yang dipekerjakan sebagai penerjemah yang fasih, bahwa dia akan menjadi agen nakal.
Pada saat keberangkatannya ke Suriah, Greene yang ternyata sudah memiliki seorang suami asal Amerika mengaku bahwa dia pergi untuk mengunjungi orang tuanya di Munich, Jerman. Namun, dia ternyata pergi ke Istanbul untuk menghubungi Cuspert.
Greene, yang sekarang bekerja sebagai “nyonya rumah” di sebuah hotel, mengatakan dalam sebuah wawancara singkat bahwa dia takut mendiskusikan rincian kasusnya.
”Jika saya berbicara dengan Anda, keluarga saya akan berada dalam bahaya,” ucap Greene.
Shawn Moore, pengacara Greene, menggambarkan kliennya sebagai sosok yang cerdas, pandai bicara dan naif.
Agen bernama Daniela Greene bekerja sebagai penerjemah untuk FBI. Dia menggunakan media sosial untuk memata-matai militan ISIS asal Jerman, Denis Cuspert, yang dikenal sebagai mantan rapper.
Cuspert alias Deso Dogg alias Abu Talha al-Almani merupakan seorang perekrut ISIS via online yang dikenal produktif. Dia mendapatkan reputasi sebagai salah satu militan asing yang paling brutal.
Pria asal Jerman ini pernah muncul dalam video yang dirilis kelompok Islamic State atau ISIS, di mana dia mengancam akan memenggal Barack Obama yang saat itu menjabat sebagai presiden AS.
Dari laporan yang sedang diselidiki, Greene yang semula memata-matai Cuspert justru jatuh cinta dengan militan ISIS tersebut. Cuspert berhasil meyakinkan agen FBI itu untuk bergabung dengannya di Suriah.
Menurut dokumen Pengadilan Federal yang dilihat CNN, Greene berangkat pada akhir Juni 2014 ke Suriah tanpa memberi tahu kantor FBI tentang rencananya.
Greene, 38, menghubungi Cuspert di Skype. Mereka mengatur sebuah rencana untuk pergi ke Istanbul, di mana keduanya akan bertemu dan menikah sebelum menyeberangi perbatasan menuju Suriah.
Baru dua minggu setelah tiba, agen FBI tersebut mengirim email dari wilayah Suriah kepada orang tak dikenal di AS yang menunjukkan bahwa dia memiliki pemikiran ganda.
”Saya lemah dan tidak tahu bagaimana menangani apapun lagi,” tulisnya pada 8 Juli. ”Saya benar-benar membuat kekacauan saat ini,” lanjut surat Greene.
“Saya pergi dan saya tidak dapat kembali, saya bahkan tidak tahu bagaimana berbuat, jika saya mencoba untuk pulang, saya berada dalam lingkungan yang sangat keras dan saya tidak tahu berapa lama saya akan bertahan di sini, tapi tidak masalah, semuanya sudah terlambat.”
Greene, yang lahir di Cekoslowakia dan dibesarkan di Jerman dan hijrah ke Amerika Serikat, menghabiskan beberapa bulan di Suriah sebelum menyadari kesalahannya. Meski demikian, dia akhirnya berhasil pulang ke Amerika, di mana dia ditangkap atas tuduhan terlibat terorisme.
Dia menerima hukuman dua tahun dan dibebaskan pada musim panas lalu.
Kejadian ini baru terungkap setelah hakim membatalkan beberapa dokumen pengadilan yang telah mempermalukan dinas keamanan AS.
”Ini adalah rasa malu yang luar biasa bagi FBI, tidak diragukan lagi,” kata John Kirby, mantan pejabat Departemen Luar Negeri as. Dia mencurigai masuknya Greene ke Suriah memerlukan persetujuan dari pemimpin senior ISIS.
“Sebagian besar orang luar yang mencoba masuk ke wilayah ISIS di Suriah berisiko dipenggal kepalanya,” kata Kirby. ”Jadi agar dia bisa masuk sebagai orang Amerika, sebagai seorang wanita, sebagai pegawai FBI, dan untuk dapat tinggal bersama pemimpin ISIS yang diketahui, bahwa semuanya harus dikoordinasi,” imbuh Kirby.
FBI tidak memiliki alasan saat mencurigai Greene, yang dipekerjakan sebagai penerjemah yang fasih, bahwa dia akan menjadi agen nakal.
Pada saat keberangkatannya ke Suriah, Greene yang ternyata sudah memiliki seorang suami asal Amerika mengaku bahwa dia pergi untuk mengunjungi orang tuanya di Munich, Jerman. Namun, dia ternyata pergi ke Istanbul untuk menghubungi Cuspert.
Greene, yang sekarang bekerja sebagai “nyonya rumah” di sebuah hotel, mengatakan dalam sebuah wawancara singkat bahwa dia takut mendiskusikan rincian kasusnya.
”Jika saya berbicara dengan Anda, keluarga saya akan berada dalam bahaya,” ucap Greene.
Shawn Moore, pengacara Greene, menggambarkan kliennya sebagai sosok yang cerdas, pandai bicara dan naif.
(mas)